Permintaan.

370 39 6
                                    


"Sepertinya Sasuke bukan ide yang buruk?" Neji masih merasa bahwa ia sudah gagal menjalani hidup, seumur hidup ia selalu mematuhi perkataan orangtuanya dan sekarang saat ia memiliki pemikiran sendiri ia merasa perasaannya terasa sangat buruk dan entah mengapa Ino malah kembali disaat waktu yang ia rasa salah.

"Aku belum menjelaskan padamu ya? Dengar aku dan Sasuke tidak ada hubungan lagi, dulu saat kau meninggalkanku ataupun sekarang. Kau salah paham Neji-san," dan dalam keadaan seperti ini gadis itu malah membuat Neji semakin terpuruk. Neji tau siapa ayahnya, tau bagaimana akibat jika ia terus-menerus membangkang, ayahnya itu bukan seseorang yang bisa disepelekan.

"Saat aku akan menjelaskan padamu, kau malah sudah tidak ada. Aku pun berusaha menghubungi tapi kau tidak menggubrisnya." walaupun resah tapi didalam hati kecilnya Neji merasa bahagia, saat ia membatalkan pertunangan itu ia yakin tidak akan mendapat apa yang ia inginkan karena sadar bahwa orang yang ia cintai sudah tidak akan ada lagi untuknya, ia benar-benar pergi tanpa suatu kejelasan.

"Maafkan aku Ino, saat aku melihatmu tertawa dengan dia aku merasa tidak memiliki kesempatan lagi, maaf aku malah membuatmu terluka." Ino menggelengkan kepala, toh ia memang salah, jika ia harus terluka itu karena kesalahan dia bukan? Bukan salah Neji, sedikitpun ia tidak bersalah.

"Kau tidak salah, ini salahku yang tidak bersyukur memilikimu, tapi ingat ya aku tidak berpacaran lagi dengan dia. Kalau tidak percaya tanyakan saja." Neji hanya tersenyum tipis tapi Ino senang melihatnya. Dan Ino teringat kembali dengan apa yang mereka bahas sebelum membahas Sasuke.

"Ayo kita menikah Neji-san, akan lebih bagus tempat ini ditinggali oleh dua orang." tapi sekarang semua sudah jelas, orang yang ia cintai juga merasakan hal yang sama dengannya, bukankah benar ucapan Ino? Ia memiliki gadis itu sekarang, gadis yang sudah merusak pikiran dan juga rasa patuhnya. Lalu apa lagi yang harus ia takutkan? Jika orangtuanya berniat menyingkirkan Ino bukankah sebagai lelaki ia harus melindungi dan menjaganya.

"Tapi kita harus cepat Ino, aku sudah memiliki pekerjaan diluar kota, dan dua hari yang akan datang adalah hari terakhir." Neji sudah meyakini bahwa ia mampu menjaga Ino apapun yang terjadi.

"Baik, besok pagi. Kita harus menikah dan mendapat surat lisensi, lalu kita akan meminta restu pada paman dan bibiku juga orangtuamu." Neji merasa jantungnya sakit saat mendengar Ino mengatakan bahwa ia harus meminta restu pada orangtuanya. Itu tidak mungkin, terlalu beresiko.

"Aku rasa tidak perlu, aku sudah diusir dari rumah. Ayah pasti akan menolak bertemu denganku." Neji kaget saat Ino memegang lengannya lalu menyimpan lengan itu di dadanya, sudah cukup. Neji merasa ini adalah hari yang panjang untuk Ino, ia sudah banyak terluka hari ini.

"Walaupun tidak direstui, setidaknya orangtuamu mengetahui bahwa kau sudah menikah denganku, ini adalah permintaanku aku berjanji kedepannya aku tidak akan meminta yang aneh-aneh lagi." dengan tatapan sedih seperti itu, Neji tidak akan sampai hati untuk menolaknya, masih terdiam Neji memulai berdoa dalam hati berharap yang terbaik untuk mereka.

"Baiklah, tapi satu hal yang harus kau ketahui..." Ino tersenyum mendengar Neji menyetujui keinginannya.

"Apapun yang terjadi aku akan selalu melindungimu." sekarang Neji merasa kembali pada masa lalu, saat Ino sering memeluknya tiba-tiba, saat wanita itu seolah memberi semua hal yang ia miliki hanya untuk Neji.

"Ino..." masih dalam dekapan wanita itu Neji tersadar bahwa malam sudah datang, wanita itu masih butuh istirahat yang cukup mengingat besok ia akan memerlukan banyak tenaga, dan sekarang keadaannya masih kurang baik mengingat dia menyiksa dirinya sendiri selama ini.

"Iya Neji-san?" Ino merasa Neji mengelus rambutnya, menarik lehernya agar memutus jarak diantara mereka.

"Sudah malam, kau harus istirahat." dan Neji tau bahwa wanita itu akan menolak mentah-mentah.

"Besok kita membutuhkan banyak energi." Ino melepaskan lengannya lalu mengangguk.

"Kau akan istirahat disini kan?" tanya Ino berusaha berbicara dengan normal karena saat ia mengucapkannya barusan jantung Ino seperti hampir meledak.

"Aku akan ke rumah Lee, ingat kan bahwa tidak boleh aku tinggal disini?" Ino merasa percuma saja jantungnya berdetak kencang toh Neji tetap saja kuno.

"Tapi temani aku sampai tidur ya." Neji mengangguk dan sekarang perempuan itu malah sudah kepanasan mungkin karena terlalu senang.

Ino langsung menidurkan dirinya diranjang, Neji dengan cepat memberikan Ino selimut sambil mengusap-ngusap rambut panjang lusuh Ino yang mungkin sudah beberapa hari tidak dicuci. Neji duduk disamping Ino, walaupun berada diranjang yang sama Ino merasa Neji hanya main-main dengan rambutnya memang apa yang ia harapkan? Ino tertawa sendiri dalam hati mengingat betapa buruknya ia dalam berpikir. Sudah jelas kan bahwa Neji adalah laki-laki terhormat. Tapi walaupun begitu Ino merasa nyaman sekali dan dengan cepat ia tertidur mengingat ia memang lelah, ia terserang insomnia akhir-akhir ini.

"Selamat tidur sayang..." tapi untuk ucapan itu, Ino dengan jelas mendengarnya.

***

Ino merasa ada sesuatu yang berat diperutnya, walaupun masih mengantuk ia masih sempat bangun berniat menyingkirkannya tapi ia kaget saat wajah Neji berada didepannya juga napas hangat itu terasa sekali saat ia membuka mata, dia kelelahan mungkin sampai tertidur disini tapi Ino senang, dan benda berat itu adalah lengan Neji yang memeluk Ino.

Sudah pagi.... Ino melihat ponselnya juga matahari sepertinya sebentar lagi akan naik, walaupun berat hati Ino harus membangunkan laki-laki itu, tapi sebelum itu terjadi Ino menelpon bibinya dan menjelaskan duduk perkaranya. Awalnya ia mendengar suara orang yang mengantuk dan saat bibinya mendengar ia akan menikah hari ini juga suara kantuk itu tampak hilang sepenuhnya. Tapi satu hal yang Ino syukuri, bibinya mendukung keputusan itu.

"Bibi akan membantumu, kau datanglah ke kuil dekat kantor. Bibi akan urus semuanya. Oke? Bersiaplah." Ino mengangguk mantap walaupun tau bibinya tidak akan melihat, tapi saat ia mematikan sambungan telponnya ia melihat Neji sudah bangun dan memandangnya lembut.

"Maaf aku ketiduran, bodoh sekali." Ino bahkan melihat wajah putih Neji memerah.

"Tidak apa-apa Neji-san, aku mengerti. Ayo kita harus bergegas," dan Ino melihat Neji langsung pergi ke toilet dengan sangat cepat membuat Ino menahan tawa. 'Lucu sekali, laki-laki jenius bisa malu juga ya'

***

Dear InoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang