Hurt

192 33 7
                                    


Pagi-pagi sekali Ino sudah memulai pekerjaan, jam masuk memang masih lama, tapi dia memutuskan untuk datang lebih awal, sejujurnya dia tak ingin Deidara terlalu mengatur, laki-laki itu kalau sedang bekerja akan menjadi orang yang sangat menyebalkan.

'yosh' beberapa pekerjaan dasar sudah selesai, tinggal memindahkan beberapa pot besar lalu menyiram semua tanaman memakai mesin sederhana yang sudah ada disana, tampaknya ini lebih menyenangkan dibanding mendengar Deidara uring-uringan, tinggal tunggu laki-laki itu turun dan mengerjakan sesuatu yang dianggap kurang, walaupun baru satu minggu Ino bisa mempelajari pekerjaan ini dengan mudah, dia bahkan sudah bisa membuka toko, sudah bisa tersenyum pagi-pagi begini.

"Hai Akamaru, mana temanmu?" anjing yang merasa terpanggil itu pun mendekat pada Ino, dia tak menolak dan tak bertingkah berlebihan saat Ino menaikan badannya ke udara dan menggendongnya penuh kasih sayang.

"Aku baru saja selesai, sekarang aku mau membuat teh, kau pasti lapar 'kan?"

Ino adalah manusia yang tidak terlalu sering mempermasalahkan suasana hati, hari ini dia benar-benar merasa perasaannya buruk tapi dengan cepat dia menganggap itu adalah hal yang wajar karena dia sering ada di posisi ini dan tidak terjadi apapun.

Padahal mungkin saja itu adalah alarm, pengingat paling dini untuk membuat kita lebih hati-hati menjalani hari, atau melakukan apapun sebelum kemungkinan-kemungkinan berat terjadi, tapi Ino selalu menganggapnya sebagai angin lalu.

***

Suasana mood Neji benar-benar tak bagus, berhari-hari dia hanya menghabiskan waktu berduaan dengan tunangannya, memang dulu dia terlalu terobsesi begini? Dia bahkan akan sangat menyesal jika kejadian lampau saat ingatannya baik dia melakukan kegiatan kurang menarik minat ini, dia akan membenarkannya, walaupun dia harus merubah kebiasaan, seperti ini pun terasa memuakkan, andai dia bisa bicara secara gamblang, dia lebih suka diam dirumahnya menonton ikan di kolam, dibanding menemani gadis ini yang entah mengapa terasa begitu asing baginya.

"Wah sepertinya ini bagus untukmu," perempuan itu menarik satu baju berukuran sedang berwarna biru, tapi Neji merasa bahwa itu terlalu remaja, dia bukan anak-anak lagi kan?

"Aku tak perlu," penolakan tersebut membuat Hotaru sedikit terluka, perlahan-lahan tutur kata Neji jadi lebih sedikit, dia juga jadi lebih dingin, dia seperti kembali pada dirinya yang dulu, perlahan senyum hangat laki-laki itu menghilang ditelan waktu.

"Yasudah, kau tampak tidak nyaman ingin pergi kesuatu tempat?" Neji tak langsung menjawab dia hanya bernapas dengan cara yang berbeda, jika saja bisa dia ingin sekali menjawab pergi kemana saja asal tak denganmu, tapi dia urung, tak seharusnya dia begitu pada wanita yang jelas-jelas sudah dia pilih dimasa lalu, mungkin ada satu hal yang Neji suka, atau ada satu alasan yang membuat Neji bisa tahan, dia tak bisa terlalu jahat, dia tak ingat apapun sekarang.

"Aku ingin istirahat saja," tatapan riang gadis itu menghilang, membuat Neji sedikit merasa bersalah, "Maaf,"

"Tidak apa-apa, ayo pulang," ujarnya sambil berjalan mendahului Neji untuk pergi ke kasir, tadi sebelum tatapan gadis itu pergi kearah lain Neji tadi bisa melihat ada air yang bergelinang di matanya yang hijau. Terlalu banyak berpikir membuat laki-laki itu tak bisa fokus, hingga dia menabrak seseorang dibelakangnya saat dia berjalan mundur.

"Maaf," Neji refleks membantu orang yang terjatuh karena ulahnya yang ceroboh, sosok perempuan berambut merah muda itu pun hanya menggeleng-gelengkan kepala lalu saat menatap laki-laki didepannya dia terkejut sendiri.

"Neji-san?" panggil wanita itu dalam keadaan kurang sadar, mereka pernah bertemu satu kali saat laki-laki ini mencari Ino saat itu, tampilan laki-laki ini masih sama saja, tapi sekarang dia tampak kebingungan.

"Kau mengenalku?" tanyanya dengan ekspresi yang sulit diartikan, dalam hitungan detik, Sakura si perempuan yang masih duduk karena tak juga sadar keadaan merasa menyesal untuk beberapa alasan.

"Ti--dak," tak berlangsung lama Sakura melihat sosok tinggi, langsing, dan cantik masuk kedalam situasi yang kurang mengenakan ini, dia tampak membantu Neji untuk berdiri, Sakura jadi ingat cerita ino tentang perempuan yang dipilih oleh orang tua Neji.

"Aku permisi," Sakura merasa kondisi kali ini buruk sekali, dia ingat sekali kalau bibi Ino tinggal di Konoha juga, tak melepas kemungkinan bahwa dia akan melihat Neji bersama perempuan itu, dan dia pasti.... AAAH! Sakura berjalan dengan cepat lalu memindai tempat disekitarnya untuk mencari tempat yang aman, mengapa dia tidak berpikir sejauh ini sih?

"Halo?" beruntungnya dia Ino langsung menjawab telponnya saat bunyi tuut kedua.

"Gawat!" Sakura sudah meyakini diri bahwa laki-laki itu tak mengikutinya, dia tak mau ikut campur dan menjadi manusia yang merusak suasana.

"Apa?" tanya Ino dengan nada suara yang khawatir.

"Aku melihat Neji dan seorang perempuan sedang berbelanja ...huh," nafasnya masih belum bisa menjalankan tugasnya dengan benar, tadi Sakura berjalan setengah berlari, pantas saja dadanya agak sakit.

"Lalu? Itu sudah bukan hal yang gawat, ya ampun, ku kira apa," suara tawa Ino mendadak membuat Sakura kesal, mereka sama-sama bodoh ternyata, tak terpikirkan sampai kesini.

"Iya, beruntung aku yang bertemu coba kalau bibi mu," hening sebentar sampai Ino berteriak nyaring, mungkin dia baru sadar betapa gawatnya suasana ini.

"Lalu? Bagaimana?"

"Aku sedang menunggu taksi, aku akan pergi ke rumah bibi mu sekarang juga,"

"Tapi...." suara Ino hanya membuat Sakura bingung, ini adalah keadaan gawat mengapa dia masih seperti tak mau menjelaskan semuanya ini.

"Yasudah, yang penting aku sudah memberi tahu, jangan salahkan aku nanti kalau sampai Neji mu yang penting itu, dimarahi habis-habisan, lalu rahasia mu----"

"Iya iya, tolong jelaskan semuanya pada bibi," pinta Ino setelah memikirkan masak-masak, benar ucapan Sakura, kalau sampai bibinya tau Neji bersama wanita lain....

"Oke,"

"Terimakasih Sakura," saat dia melihat taksi yang sudah akan mendekat perempuan yang tidak jadi berbelanja itu, memilih untuk melesat secepatnya, semoga dia tidak terlambat.

***

Sesaat setelah Sakura mematikan sambungan telpon perasaan Ino menjadi buruk, dia benar-benar tak bisa berpikir jernih, mana Deidara belum datang juga padahal seharusnya laki-laki itu sudah datang, lalu tanpa berpikir panjang Ino pergi melesat ke lantai tiga, tempat dimana dia dan Deidara beristirahat, berbeda kamar tentunya.

Tuk tuk tuk...

"Dei, kau sudah bangun?" tak harus menunggu lama Ino sudah berhasil mendengar suara laki-laki itu.

"Ya, sebentar lagi aku turun."

"Baiklah," Ino kembali lagi kebawah, sekarang dia harus benar-benar percaya pada Sakura karena yaah jika Ino ketakutan berlebihan pun tak akan menghasilkan apa-apa, dia harus lebih bisa mengatur perasaannya.

Tapi tiba-tiba kepalanya terasa pusing, mungkin akibat dia kekurangan tidur, semalam dia masih terjaga sampai larut, lalu bangun lebih cepat, tapi Ino tak terlalu memikirkan, dia tetap berjalan tanpa mau repot-repot diam memastikan kepalanya kenapa, Ino juga merasa dia jadi lebih dingin akhir-akhir ini, entah karena apa...

Drag! Ada sesuatu yang jatuh, atau lebih tepatnya dia sudah ada dibawah tanpa bantuan tangga, selangkangannya sakit sekali, dia merasa tiba-tiba berkeringat, ada sesuatu yang cair melewati pangkal paha sampai betisnya.

"Ino...." wanita itu masih sempat menoleh saat namanya disebut dalam nada yang lumayan tinggi.

"Dilantai ada darah, kau jatuh?" Deidara datang secepatnya, membopoh Ino dengan perasaan yang tak bisa dijelaskan.

"Kita harus ke rumah sakit," Ino masih terkejut dengan semuanya yang terjadi dengan cepat itu, yang jelas setelah dia berhasil mengumpulkan seluruh kesadaran, yang dia rasakan adalah....

Darah itu berasal dari vaginanya, dan sekarang rasa sakit itu sudah mulai menjalar ke seluruh tubuh.

"Aw,"

"Bertahanlah," tapi air matanya jatuh begitu saja.

***

Maaf kalau ada typo dan tulisan ga rapi :))

Dear InoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang