Aku masih menyukai langit malam, bintang begitu banyak di sana tampak sama seperti dulu, tapi mengapa suasana nya berbeda sekali? Lalu kuingat tentangmu, ternyata itu yang merubah perasaan ini, walaupun ada angin dan gelap dulu aku merasa senang.Rasa sedih ini terus hidup, walaupun aku tau ini tidak baik, walaupun tau aku akan terluka jika tetap tinggal. Terkadang aku merasakan kamu masih ada bersamaku, walaupun ada kalanya aku merasa kita begitu jauh, sangat jauh sekali sampai aku tidak sanggup menggapainya, sampai aku lelah mengulurkan tangan kau bahkan tidak akan pernah melihatnya.
Jika nanti kamu merasakan sakit, aku tidak akan di sana, sedih rasanya jika ada orang lain yang mengobati lukamu, tempatku akan digantikan. Bahkan kamu lupa bahwa tangan ini pernah membelai wajahmu, kamu dan aku akan benar-benar terpisah.
Tapi itu lebih bagus 'kan? Kau kembali pada hidupmu yang normal, menjadi seorang anak dari keluarga terhormat dan akan menikahi perempuan yang layak, kamu sehat, kamu hidup.
Dan terimakasih sudah pernah mengisi kekosongan hidupku, memberi memori yang sulit untuk aku lupakan, karena itulah yang terpenting... walaupun kamu tak ada disini, bayanganmu selalu terpenjara di hatiku selamanya, setidaknya aku sempat memilikimu, sempat tersenyum bersamamu, kebahagiaan yang mungkin tak bisa aku dapatkan lagi.
"Hey melamun saja malam-malam," suara baritone itu membuat Ino terkejut, ini jelas bukan suara Sakura karena temannya itu tadi sore sudah pulang ke Konoha.
"Dei...belum tidur?" sekarang adalah pertengahan malam, Ino tak menyangka akan bertemu dengan sosok itu, dia pikir Deidara sudah tidur sejak tadi.
"Tidurku tidak nyenyak," jawabnya sambil duduk disamping Ino, mereka sekarang ada dilantai empat, loteng yang tak memiliki atap, hanya hamparan halaman yang luas dengan beberapa buah pot bunga yang daun-daunnya sudah agak mengering.
"Ku tebak kau kesini mencari ketenangan ya?" tanya Ino berusaha untuk tak menunjukan ekspresi apapun, dari dulu dia malas sekali bercerita tentang cerita hidupnya yang pedih, karena itu seperti mengulang kejadian tersebut, dia tak mau sakit berkali-kali.
"Ya," jawabnya tanpa menoleh sedikit pun Deidara menatap beberapa bangunan yang menjulang disekitar sini, tampak tak tertarik pada bintang. "Aku suka suasana yang seperti ini,"
"Sejuk ya?"
"Iya," Ino pun sekarang tak memperhatikan gerak-gerik Deidara, dia sekarang menatap dua bintang paling terang diatas sana, membayangkan itu adalah Neji dan mungkin perempuan yang sudah ditakdirkan untuknya, meninggalkan bongkahan bintang yang tampak tak seterang mereka, seperti menunjukan bahwa mereka berada dilevel yang berbeda...
'Perempuan yang akan menjadi pendamping Neji adalah perempuan hebat, dia dokter, dia berwawasan luas, jelas asal-usulnya,'
Suara itu kembali merebut konsentrasi Ino, ucapan ayah mertuanya atau bahkan sekarang bukan lagi? terus-menerus mengulang ucapan yang sama, tentang betapa jauhnya Ino dengan Neji, tentang semua hal yang Neji korbankan hanya untuk perempuan seperti Ino.
"Kau kenapa?" suara itu kembali membuat Ino terkejut, bisa-bisanya dia melamun disaat ada oranglain disampingnya.
"Tidak apa-apa," jawabnya dengan suara yang pelan, karena mereka berdekatan jadi tidak perlu berbicara keras-keras kan?
"Sedang bermasalah dengan pacarmu? Banyak perempuan bekerja disini dengan alasan yang seperti itu... Wajah menyedihkanmu itu juga, sudah tak asing untukku," ucap laki-laki itu tampak penuh dengan kepercayaan diri, dia tidak sepenuhnya salah karena Ino memang ada diposisi perempuan yang diceritakan Deidara, pergi dari kenyataan yang pahit, tapi ini bukan sekadar masalah sepele, dia tak akan pernah pergi jika Neji tak mengalami kejadian menakutkan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Ino
FanfictionCinta itu bukan hanya tentang memiliki, bahagia dan tertawa. Lebih dari itu kau harus mempunyai keyakinan sekeras baja, hati yang kuat, dan pengorbanan yang besar. Karena.... setiap pertemuan akan diakhiri dengan perpisahan apapun alasannya, dan dis...