CHAPTER BARU.

192 17 0
                                    

hihi halo semua, mohon maaf sekali lagi karena kemarin2 aku bikin bala notif kalian, aku bener2 gatau kalau nge-unpub cerita terus di publis lagi ternyata harus publis satu2 kirain aku bisa langsung semua, hihi, but yaudahlah ya, semoga suka deh sama part ini.





*****






"Kau mau apa?" Neji menepis lengan Ino saat perempuan itu mencoba untuk merebut ponselnya, sudah cukup semua ini. lelaki tua itu memang benar-benar keterlaluan, selama ini Neji sudah berusaha untuk diam, dia menghormati sosok itu sebagai ayah, orang yang menjaganya sejak dia kecil, tapi kini tidak lagi, Neji sudah tidak tahan.

"Aku mohon Neji-san, aku sudah berjanji pada orang tuamu, aku yang sudah memutuskannya, mereka tak memaksaku, ini semua keinginanku sendiri," gurat-gurat emosi terlalu kentara dari mata keperakan milik Neji, lelaki itu bahkan bernapas dengan tempo yang sangat cepat, dan ini adalah kali pertama Ino melihat lelaki itu kepayahan begini, ini kali pertama lelaki setenang Neji memperlihatkan amarahnya.

"Jika mereka memang orang tuaku, mereka tak akan sampai hati melakukan hal seperti ini, memang mereka pikir aku akan terus diam dan tak melakukan apapun?"

"Tapi...." bagi Yamanaka Ino jika seseorang sudah berjanji maka mereka harus menepatinya, jadi sekarang pun rasanya sulit walaupun Neji sudah sangat melebarkan tangan untuk kembali pada Ino, tak semudah itu.

"Akan ku balas,"

"Jangan Neji-san, karena sekarang pun aku mencintai lelaki lain, jangan membuang tenaga mu hanya untuk aku," perempuan itu tak lagi berusaha untuk menggapai ponsel Neji, biarkan saja, dia hanya perlu pergi dari kehidupan lelaki itu, sesuai dengan apa yang sudah ia ucapkan saat itu. "Kau terlambat,"

Ino pasti akan pergi ke dalam toko dan segera bergegas kalau saja dia tak melihat Neji jatuh sambil mencengkram kepalanya.

"Neji-san? Ada yang sakit?" lelaki itu tak lagi menfokuskan matanya pada ponsel lagi, tiba-tiba saja, kepalanya terasa sakit, ah bahkan ini yang paling menyakitkan, biasanya tak sampai begini, dia sampai jatuh terduduk karena berusaha untuk menahannya.

"Tunggu sebentar Neji-san, aku akan cari pertolongan," Neji menggeleng dengan ekspresi wajah yang menyedihkan lalu menahan lengan Ino saat perempuan itu hendak berdiri.

"Jangan," ucapnya dengan nada yang tegas, melihat suaminya yang menyedihkan, Ino mau tak mau kembali duduk di sampingnya, ingin membantu tapi bingung harus berbuat apa, dia sangat panik.

"Jangan pergi," kini ucapannya tak setegas tadi malah sangat pelan, jika saja Ino memiliki pendengaran yang buruk, suara Neji barusan mungkin tak akan terdengar.

"Neji-san ....Neji-san," sayup-sayup suara Ino masih bisa terdengar sampai kegelapan memenuhi isi kepalanya, keheningan kembali tercipta. jika kemarin dia akan bermimpi tentang sosok Ino yang berada dalam bahaya kini mimpi itu lenyap bak debu yang tertiup angin, tak ada satu pun yang bisa Neji lihat, sekuat apapun dia mencoba.

*****

Setelah sekian lama dia mendekap dalam gelap sambil menantikan setitik sinar yang tak jua datang, tiba-tiba saja tanpa pernah ia duga, dia kembali melihat dunia, bau alkohol dan obat-obatan menjadi perhatian pertamanya, tentu saja. ini bumi yang Neji kenal, dan tentu saja dia pasti akan berada di rumah sakit mengingat kejadian terakhir yang ia lewati bersama .......

"Kau sudah bangun niisan," sudah lama rasanya Neji tak melihat sosok ini, adik sepupunya yang sibuk dengan kuliah dan bisnis.

"Aku akan panggilkan dokter,"

"Hinata?" sosok itu membalikkan badan setelah mendengar namanya disebut.

"Mana Ino?" Hinata hanya bisa menghela napas lalu mendekati ranjang kakak sepupunya itu, entah mengapa perempuan itu memiliki keyakinan kalau nama Ino akan ia dengar dengan cepat dari mulut Neji, lelaki itu sudah kehilangan kesadaran sejak sehari yang lalu, dan dengar-dengar sih ingatannya sudah kembali.

Dear InoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang