Sulit untuk menerima ini.

218 41 6
                                    


Rintihan-rintihan menyesakan terus menggema di seluruh sudut mobil yang bahkan tidak terlihat begitu layak untuk digunakan, beberapa pasir terlihat terlalu mengganggu di kaki Ino, tapi karena dia merasakan sakit luar biasa perempuan itu tak terlalu menghiraukan mobil dinas yang biasanya diisi oleh tanaman-tanaman yang dikirimkan pada pelanggan.

"Tahan... sebentar lagi kita akan sampai," Deidara agak berteriak dengan wajah frustasi, pagi-pagi begini dia harus mengawali harinya dengan keterkejutan luar biasa, dia bahkan tak berani melihat Ino sekarang, dia juga tak sanggup mendengar suara Ino yang terdengar kesakitan.

"Sial," mesin mobil itu mati, Deidara mendengus bingung harus berbuat apa disaat mendesak begini, mengapa dia harus dipaksa untuk emosi, apa rasa takut saja belum cukup?

"Mobilnya mogok, aku akan mencari pertolongan, kumohon bertahan sebentar lagi.... Ya?" Ino hanya menjawab dengan menganggukan kepala, seluruh badannya basah oleh keringat, saking sakitnya dia bahkan sulit untuk mengeluarkan suara.

"Tolong....." ucapnya pada dua orang yang sedang bermain catur dipinggir jalan.

"Kenapa?" setelah lama membisu salah satu orang itu menengok karena tak tega mendengar suara lirih sang laki-laki berambut pirang itu.

"Mobilku mogok, didalam sana ada temanku yang sakit parah, dia jatuh, berdarah-darah." ucapnya tanpa memikirkan kosa kata yang tepat, membuat dua orang yang hendak membantu menatap Deidara bingung.

"Serius?" tanya mereka pada laki-laki yang tampak tidak bisa dipercaya itu.

"Lihat saja sendiri," mereka pun ikut untuk melihat teman yang katanya berdarah-darah itu lalu mereka tercengang sendiri.

"Ya ampun, kau bisa-bisanya....."

"Sst," Deidara menutup segala protes yang hendak mereka lontarkan, sekarang bukanlah waktu yang tepat.

"Cepat bawa mobilmu, kasihan, kalau didiamkan bisa-bisa dia mati." lalu tanpa menunggu lama orang itu berlari, sisanya Deidara dengan satu orang yang lain mengangkut Ino agar dia bisa langsung duduk nyaman di mobil yang hendak mengantarnya, darah merembes ke lengan baju panjang Deidara juga pada kulit orang yang juga mengangkut perempuan itu.

"Kau pucat," Ino berusaha untuk tersenyum meyakinkan mereka semua bahwa dia baik-baik saja, hanya saja entah bagaimana rasanya sulit sekali.

"Ayo bawa wanita itu," perjalanan itu terasa sangat panjang baginya, terasa menyakitkan, andai dia hati-hati tadi, dia mungkin tak akan merepotkan Deidara dan orang-orang ini.

"Maa---af," ucapnya susah payah, tapi tak ada seorangpun dari mereka mendengarkannya, barangkali suara yang dihasilkan terlalu lemah dan pelan.

***

"Istrimu baik-baik saja," ucap sang dokter pada Deidara setelah dia menunggu berpuluh-puluh menit, bahkan Kiba saja sudah datang kesini dan memilih untuk menutup toko.

"Istri? Enak saja, aku ini masih----" Kiba menepuk pundak Deidara dengan keras, menyuruh bawahannya itu untuk diam dan tak terlalu mempermasalahkan.

"Iya bagaimana dok?" tanya Kiba setelah sang dokter terkejut hebat dibentak oleh lelaki pirang itu.

"Tapi maaf sekali, kami tidak bisa menyelamatkan bayinya,"

"HAH? BAYI?" lagi-lagi sang dokter terkejut mendengar teriakan dadakan itu, dia
merasa bahwa Deidara telah menghamili perempuan cantik itu tanpa ikatan pernikahan.

"Ya, bayi itu berumur sepuluh minggu pantas saja dia pendarahan banyak sekali," kedua laki-laki itu terdiam entah karena apa, tapi yang jelas Deidara lebih merasa bersalah dibanding siapapun.

Dear InoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang