.......

186 28 3
                                    


Aku meninggalkanmu tanpa kata, tanpa pesan, dan tanpa suara, aku benar-benar meminta maaf untuk itu, tapi aku tau kau akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik setelah ini jadi kurasa suaraku sudah tidak penting lagi, lelaki jenius tidak memerlukan ucapan selamat tinggal kan?

***

"Jauh sekali ya?" bokong Ino terasa panas dan beberapa kali terjadi keram, perjalanan yang tidak terduga ini benar-benar menelan kehidupan perempuan itu, setelah ini mungkin tidak akan ada siapapun warga Konoha yang berhasil menemui Ino lagi.

"Iya benar, sepanjang perjalanan ini aku hanya melihat batu, batu, batu saja. Tidak habis-habis," Sakura merasakan penderitaan yang sama dengan Ino, perempuan berambut merah muda itu sangat bersikeras untuk mengantar Ino, sampai harus bolos kuliah, jadilah sekarang ikut-ikutan menderita, tapi Sakura tidak menyesal, temannya itu sedang memiliki masalah yang sangat berat, tidak sebanding dengan sakit bokongnya, sakit yang bisa sembuh hanya dengan beristirahat. Luka Ino adalah jenis yang lain, yang entah bisa sembuh atau tidak.

"Apa di sana hanya ada temanmu saja?" tanya Ino dalam sela-sela helaan nafas beratnya, Sakura yang sedang melamun masih bisa mendengar suara Ino dengan jelas.

"Kurasa tidak, aku juga kurang tau sih, tadi aku mau tanya kau langsung setuju-setuju saja sih." Ino tersenyum menyadari kebodohannya tapi mau bagaimana lagi? Dia benar-benar tidak mau kehilangan kesempatan. "Tapi Deidara baik kok, dia laki-laki yang menyenangkan, kau akan aman jika bersama dia, aku percaya akan hal itu."

"Semoga saja," jawabnya pelan sekaligus berdoa dalam hati, semoga saja kali ini dia tidak salah memilih langkah.

"Nah sudah sampai," mobil beroda besar itu sudah terhenti, tak lama mata Ino berhasil menangkap sebuah toko besar yang masih tutup, wajar saja sekarang masih sangat pagi.

"Aku jadi bersemangat," ucap Ino berusaha dengan keras untuk terlihat bahagia tapi sia-sia saja karena Sakura terlalu tau Ino seperti apa, jika dia bersemangat mengapa matanya berkaca-kaca? Mengapa tangannya gemetaran?

"Nah itu Deidara, HEY." sosok laki-laki yang memiliki rambut dengan warna yang hampir sama dengan Ino itu menoleh, tampaknya dia akan membuka toko itu.

"Ya?" tanpa pergerakan laki-laki itu kembali fokus pada toko itu.

"Tolong dong, berat nih tasnya." ucap Sakura yang sama sekali tidak digubris oleh laki-laki itu.

"Kau kira aku troli supermarket?" jawabnya santai, sama sekali tidak tertarik pada dua gadis yang berdiri lemah akibat cedera bokong.

"Kau itu ya." Ino menahan Sakura agar tidak melempar sepatu ke arah laki-laki yang memang agak menyebalkan itu.

"Itu yang kau bilang baik Saki?" mereka berdua pun saling pandang lalu dengan langkah gontai mengangkut dua tas besar milik Ino, ya wanita itu sempat mengemasi barangnya tadi diunit penuh kenangan itu, dia sampai berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengeluarkan airmata didepan Sakura, bagaimanapun Ino butuh barang-barangnya kan?

"Hehe dia baik kok, cuma yaa sedikit menyebalkan,"

***

"Kau bilang ini toko bunga 'kan?" memang benar sih ada toko bunga, tapi itu hanya sebagian kecil, yang bisa Ino lihat disini adalah hamparan luas tanah dan berbagai macam tanaman yang sebentar lagi akan mekar, ada buah-buahan juga.

"Oh iya aku lupa bahwa disini menjual bunga yang kita tanam sendiri, jadi kita harus mengurus kebun juga." dengan senyum penuh rasa bersalah Sakura langsung menunduk menatap tanah. "Kalau berubah pikiran sekarang tak apa-apa kok, ayo cari yang lain,"

"Jangan bercanda, kita sudah sejauh ini,"

"Tapi...."

"Seperti harvest moon, aku benar-benar akan berkebun. Menyenangkan sekali pastinya." ucapnya penuh minat membuat Sakura kembali membantunya berkemas, tapi sepintar apapun Ino menyembunyikan sisi gelapnya, seseorang seperti Sakura bukanlah orang yang mudah dikelabui, tatapan mata yang kosong itu bisa menjelaskan semuanya, Ino sangat menderita dan tertekan.

****

"Halo," sapanya dipagi hari yang cerah, rambut pirang bergelombang yang ia miliki berhasil membuat Neji memecingkan mata, dia pernah memimpikan seseorang dengan rambut pirang tapi yang ia lihat kali ini terlihat lebih cokelat.

"Selamat pagi bibi, paman mana?" ucapnya sopan sambil menutup pintu dengan perlahan tanpa membuat sedikit pun suara yang bising.

"Masih dirumah, sudah lama tak bertemu...kau jadi lebih cantik," ucap ibu Neji sambil membuka lengan lebar-lebar membiarkan sang gadis memeluknya.

"Terimakasih," suara tawa teredam pun berhasil Neji dengar dengan baik saat mereka berbagi pelukan, melihat gadis itu hanya satu kata yang terpintas oleh Neji, cantik. "Bibi juga cantik, terlihat masih awet muda," ibu Neji tersenyum mendengar itu.

"Memang selama apa kalian tidak bertemu?" setelah puas menjadi penonton dua wanita berpelukan dan berbagi pujian akhirnya Neji mengeluarkan suara.

"Hm beberapa bulan yang lalu, saat kita bertunangan," gadis itu tersenyum saat menjawab pertanyaan Neji yang barusan, seolah apa yang sedang dia ucapkan bukanlah dusta.

"Nak, inilah tunanganmu, Hotaru." sesaat setelah mendengar nama itu Neji merasa kepalanya agak sakit tapi sang ibu berhasil membuat fokusnya teralih sebelum dia benar-benar kesakitan.

" sesaat setelah mendengar nama itu Neji merasa kepalanya agak sakit tapi sang ibu berhasil membuat fokusnya teralih sebelum dia benar-benar kesakitan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Jangan dipikirkan, lakukan semuanya perlahan-lahan saja." Neji mengangguk lalu menatap mata yang lain selain mata ibunya, Hotaru...dia memiliki mata hijau yang bagus dan bulu mata yang panjang dan indah.

"Neji....aku sudah dengar tentangmu dari paman, aku berjanji akan menemanimu, jadi jangan terlalu memaksakan diri ya," Hotaru menaikan jari kelingkingnya pada Neji, dengan refleks yang bagus laki-laki itu membalasnya, melihat itu ibu Neji meminta izin untuk pergi, dia tidak bisa melihat yang seperti ini lebih lama lagi.

....nak, jika kau saat kau sudah mengingat semuanya, kau boleh membenci ibu yang sama sekali tidak bisa memberitahu kebeneran yang sesungguhnya padamu.

"Ibu...." satu tangannya ditahan oleh Neji membuat sang ibu tersenyum berbalik ke arah menatap Neji, lalu anaknya pun membisikan sebuah kalimat yang malah menyakiti hatinya lebih dari tadi.

"Ayah benar, dia benar-benar cantik. Aku tidak salah memilih,"

***

Dear InoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang