New Journey

204 32 5
                                    


Sayup-sayup aku mendengar suara tawamu menggema di seluruh sudut, berulang-ulang  memanggil namaku, aku mencari mu dalam gelap, tak lama aku baru sadar.... Itu hanyalah ilusi ku, kau tidak akan berada didalam ruangan ini lagi untuk membagikan kebahagiaan padaku.

***

Ino sudah akan pergi menuju rumah sakit untuk mengantarkan pakaian bersih dan segala rupa hal yang dibutuhkan Neji, sejak terakhir kali dia datang menjenguk laki-laki itu tiga hari yang lalu yang Ino tangkap didalam otaknya adalah perlahan-lahan keadaan suaminya itu membaik walaupun sampai sekarang mata itu masih terpejam.

Malam itu ayah mertuanya memberikan Ino kesempatan untuk menolong Neji tapi dengan syarat Ino harus menepati ucapannya untuk pergi sejauh mungkin dari sisi laki-laki itu.

Benar, dia seharusnya sudah pergi sekarang.

Tapi ibu mertuanya melarang karena takut saat bangun nanti Neji mencari Ino dan keadaan laki-laki itu jadi tambah buruk, hingga Ino masih diberi satu kali lagi kesempatan untuk bertemu dengan dia, untuk kali terakhir menjalani tugas seorang istri...lalu melangkah pergi ke dunia yang baru.

Dengan sepenuh hati Ino memeluk baju-baju yang sudah rapi terlipat itu hingga sedikit terlihat kusut, wangi Neji masih tertempel disana bersama dengan sejuta kerinduan yang ia pendam sendiri, tidak apa-apa...mungkin memang seperti ini jalan hidup yang harus ia tempuh, setidaknya Ino pernah berbagi tempat tidur dengan Neji, setidaknya Ino pernah memeluk Neji dengan erat, setidaknya sekarang Ino sudah memilih jalan yang tepat, Neji harus hidup walaupun tidak bersama-sama dengan Ino lagi.

Karena sekuat apapun lenganmu menahannya, perpisahan pastilah akan terjadi.

***

Ino sudah sampai kerumah sakit, disana hanya ada kedua orangtua Neji berjaga seperti biasanya, lalu Ino dipersilahkan untuk duduk oleh ibu mertuanya.

"Bagaimana apa ada kemajuan?" tanya Ino berusaha merusak dinding tinggi yang dibuat oleh ayah mertuanya.

"Seharusnya Neji sudah harus bangun beberapa hari yang lalu tapi dia tidak, ibu cemas sekali," ibu mertuanya tersenyum dengan mata yang sembab membuat Ino merasa bersalah sudah bertanya seperti itu.

"Maaf," tatapan sinis terlihat begitu jelas saat Ino mengucapkan kata tersebut, sejak dia bertemu dengan ayah Neji disini, dia benar-benar tidak pernah mengeluarkan suara sedikitpun hanya ekspresi-ekspresi jijik yang dapat Ino lihat dari matanya yang tajam.

"Tidak apa-apa Ino-chan," jawab ibu Neji masih dengan tatapan yang sedih.

Ino beranjak untuk melihat Neji dengan serakah, karena nanti dia tidak memiliki waktu yang seperti ini lagi, mereka akan saling kehilangan nantinya, akan hidup dengan suasana dan udara yang berbeda jadilah dia hanya memusatkan seluruh pandangan hanya kepada Neji, kepada laki-laki yang sudah dia tulis didalam hatinya yang paling dalam, tak lama ada suara lenguhan, mata laki-laki itu sedikit bergerak mengeluarkan setetes air, lalu dengan gerakan perlahan mata keperakan itu sudah sepenuhnya terbuka, Ino saking kagetnya sampai tidak sadar dan hanya menatap laki-laki itu tanpa mau menegurnya, lalu Ino melihat mata itu seperti terganggu saat Ino menatapnya, dia seperti merasa tidak nyaman dengan kehadiran Ino tapi wanita itu masih diam, masih merasa bahwa hal yang terjadi didepannya hanyalah ilusi karena dia sangat merindukan Neji dan berharap laki-laki itu bangun dari tidurnya yang lelap.

"Kau siapa?" tanya Neji membuat Ino dan kedua orangtuanya kaget karena suaranya terdengar lumayan kencang, Ino tidak tau harus menjawab apa dan hanya memilih diam, lalu dengan cepat ayah mertuanya bangun dari tempat duduk menghampiri Neji yang tiba-tiba memegang kepalanya.

"Dia bukan siapa-siapa, sebentar ayah akan  panggilkan dokter," Ino mengangguk membenarkan ucapan itu lalu pergi secara perlahan dengan perasaan yang hancur.

Memang ini sudah ditakdirkan, kita memang harus berpisah.

***

Tiba-tiba saja ruangan ini terasa pengap, entah karena ventilasi udara yang kurang memadai, atau karena hatinya yang sedang kalut...entahlah, tapi Ino tadi disuruh untuk menunggu disini.

"Gadis muda," Ino masih berada disana untuk menuruti rencana keluarga Neji, jika begini mungkin rencananya akan dirubah.

"Neji kehilangan sebagian besar memorinya, kau tau kan artinya?" ucap ayah Neji setelah sekian lama membisu, Ino hanya bisa mengangguk mengerti akan kearah mana pembicaraan ini.

"Jangan pernah lagi memperlihatkan batang hidungmu kepada anakku, dia akan kuberi kehidupan yang baru."

"Baik," jawab Ino pelan.

"Bahkan alam pun tau kau tidaklah layak untuk dia, jika aku jadi kau sejak awal aku sudah pergi." ucapnya dingin sambil beranjak meninggalkan Ino.

"Dari dulu ataupun sekarang jarak Neji denganmu teramat jauh, jangan berharap dia menjadi laki-laki bodoh lagi...." ayah mertuanya sudah pergi, ini seperti sebuah penghinaan paling benar, Neji seharusnya tidak pernah menjadi laki-laki bodoh untuk selalu bersamanya, laki-laki itu jenius dan selalu harus begitu sampai dia mati.

***

Ino akhirnya pergi meninggalkan Neji untuk selama-lamanya, langkah kecil yang ia buat sekarang mungkin akan menjadi suatu kenangan yang tidak akan bisa dia lupakan, dia harus kalah dari kejamnya ras manusia untuk mempertahankan kehidupan yang sulit dimengerti, ini tentang seberapa banyak uang yang kamu punya dan tentang seberapa tinggi kuasa yang kamu gapai, ini bukan tentang bagaimana seseorang bisa bahagia dengan cinta, dan Ino tidak memiliki apa-apa selain poin ketiga, jika pun dia memiliki harta itu tidaklah sebanding dengan Neji dengan keluarganya yang bahkan entah mendapatkan uang sebanyak itu darimana.

'Begitu mudah untukmu melupakan semuanya, dan aku yang bahkan sulit sekali melupakan suara kentutmu yang agak mengganggu saat pagi hari menyapa kita'

Angin yang sejuk bahkan tidak bisa menghibur laranya, bintang-bintang yang begitu banyak dan bulan yang bersinar terang seperti mengejeknya, dia sendirian dirumah yang gelap ini dan hanya bisa menatap mereka semua dari kejauhan dengan hati yang hampa.

'Neji-san apa jarak kita sekarang sejauh ini? Apa kau benar-benar menjadi bintang sekarang? Kau ingat dulu kau selalu menjadi bintang, diuniversitasmu, dikelasmu, diantara banyaknya laki-laki, dimanapun kau berada.....dan aku baru sadar sekarang, kau tidak akan bisa berdiri disampingku karena kita memang tidak layak.'

Ini adalah musim dingin, mengapa malam ini begitu menyebalkan? Ino bahkan akan lebih senang jika hujan seperti kemarin-kemarin, karena dia merasa memiliki teman, dia tidak sendirian saat menangis, dan hujan akan menghapus jejak-jejak kaki Neji disekitar rumahnya yang menyedihkan, tapi laki-laki itu bahkan sudah lupa tentang jejaknya disini.

Jadi tak masalah kan? Seperti apapun cuacanya, Ino tidak akan pernah bisa menarik lengan Neji seperti dulu lagi.

***

Dear InoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang