Bimbang.

551 51 16
                                    

Neji sedang berada didalam bus umum saat membaca pesan yang masuk diponselnya, dengan sedikit mengerutkan halis tanpa sadar lengannya sudah menemukan dimana letak si pengirim itu berada tangannya seolah bergerak sendiri tanpa diperintah, ia memutuskan turun di halte berikutnya dengan kondisi jantung yang tiba-tiba berdetak sangat kencang.

Dengan perasaan campur aduk Neji berusaha untuk tetap tenang sambil mempercepat langkah kakinya. Neji tahu siapa orang itu, dia bukanlah tipe wanita yang suka menggertak untuk mendapat perhatian, ia termasuk wanita nekat yang pernah Neji kenal dan itu yang membuat Neji sangat takut, tapi didalam hati kecilnya ia masih berharap semoga wanita itu tidak melakukan hal yang mengerikan. Bukankah semua orang tidak akan selalu sama? Bisa jadi dia sedang membuat prank atau sejenisnya kan? Memegang keyakinan bahwa ini adalah hal yang tidak perlu dikhawatirkan, tapi Neji masih saja berusaha untuk secepat mungkin sampai.

"Kumohon jangan membuat dirimu terluka."

Neji berhasil sampai ditempat yang ditunjukan diponselnya.
Tempat ini, bukanlah tempat yang asing.... Apartemen yang dulu hampir setiap hari ia kunjungi, letaknya lumayan strategis dan juga nyaman dipandang karena memakai desain alam, rasanya baru kemarin ia melihat bunga sakura gugur yang menemani Ino berjalan, atau masuk kesana untuk membujuk dia agar tidak marah karena Neji melakukan kesalahan, kenangan indah itu mau tidak mau memasuki pikirannya yang kosong, benar-benar hanya melihat tempat ini saja Neji sudah seperti kembali kepada serpihan kenangan rapuh yang berhasil dimakan oleh waktu. Tersadar bahwa ada hal yang lebih menting dibanding mengagumi tempatnya sekarang Neji segera bergegas, ada banyak hal yang harus ia lakukan.

"Mungkin kamu menganggap pesan ini sebagai basa-basi sama seperti pesan-pesanku yang dulu dan kau akan menghiraukannya lagi. Aku tau ini sia-sia saja.
Jika aku sedang dalam diriku yang normal mungkin ini terasa memalukan. Tapi aku tidak peduli lagi, hatiku benar-benar sakit aku sudah tidak kuat lagi menahannya. Aku mungkin akan menghilang didunia ini, tapi satu hal yang harus kamu tau. Aku benar-benar menyayangimu, kamu adalah orang terakhir yang kupikirkan sebelum aku hilang. Selamat tinggal... Neji-san."

***

Ruangan itu terasa sangat dingin dan sunyi, Neji yang berhasil masuk langsung bergidig memeluk kedua pundaknya yang tiba-tiba terasa dingin, ini tidak wajar, sang pemilik apartemen memakai pendingin yang berada dititik terendah. Tidak mau membuang waktu laki-laki yang sudah berhasil meraih gelar tercepat diuniversitasnya langsung pergi mencari-cari disetiap sudut ruangan. Dan ia menemukan Ino saat memasuki kamar yang dulu tampak cerah dan rapi dan sekarang berubah drastis, kamarnya gelap tapi Neji masih bisa melihat gadis itu terduduk diranjangnya menatap kosong ke arah dinding.

Neji merasa lega juga bingung dalam satu waktu , jika tadi saat ia membaca pesan itu sudah banyak hal yang ia rencanakan tapi saat melihat gadis itu rasanya seperti ada batu besar yang membebani kedua kakinya, berat.

Gadis itu masih terdiam kearah yang lain, tampak seperti tidak sadar akan kehadiran Neji tapi saat ia mendengar ada suara napas terengah yang ia yakini bukan suaranya dengan cepat Ino menoleh dan merasa kaget tentunya tapi dengan keadaan yang lemah seperti ini, ekspresi kagetnya mungkin tak begitu terlihat.

"Neji-san.....? Apa itu kau?" Ino tidak bisa menyembunyikan suaranya yang bergetar, laki-laki itu tidak menjawab, kejadiannya bahkan terlalu cepat saat Ino sadari ada sesuatu yang hangat memeluknya dengan erat.

Jika saat itu Neji merasa sangat sakit saat melihat Ino menangis itu bukan apa-apa dibanding dengan sekarang, Neji merasa hatinya hilang tiba-tiba diambil paksa oleh seseorang. Ino yang ia kenal sangat ceria, sangat optimis, sangat cerah seperti matahari tanpa butuh waktu yang lama terlihat sangat hancur dan rapuh. Matanya sembab bahkan membesar karena bengkak, dibagian bawah matanya pun menghitam seperti kurang tidur, hidungnya merah, ia seperti tidak berhenti menangis berhari-hari, tubuhnya juga sangat kurus.

"Ino apa kesalahan yang kubuat padamu?" Neji mendengar gadis itu terisak dipundaknya sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Kau tidak melakukan kesalahan, hanya... Jangan tinggalkan aku, itu saja." Neji merasa dadanya sesak lalu membawa perempuan itu masuk kedalam dengkapannya lebih dalam seolah memberi jawaban bahwa ia bersedia.

***

Ino merasa sesuatu yang basah dan hangat memenuhi keningnya, ia juga sudah meminum ramuan aneh Neji yang tidak enak pada awalnya tapi sekarang terasa hangat diperutnya, Ino dipaksa untuk tidur tapi ia tidak bisa, bagaimana ia bisa tidur kalau banyak suara bising didapur yang letaknya tidak jauh dari tempat ia berbaring sekarang. Laki-laki itu sedang memasak, saat tadi ia mendengar perut Ino berbunyi terus-terusan ia jadi memiliki alasan untuk berlama-lama berada didapur padahal Ino merasa tidak lapar sama sekali, dengan kehadiran Neji kemari itu terasa sangat cukup. Ia sudah kenyang dan bahagia.

Saat aroma sup berhasil masuk di indera penciumannya, Ino beranjak dan melihat Neji tersenyum tipis ke arahnya sambil membawa beberapa mangkuk ditemani asap yang membuat ia merasa tiba-tiba lapar, Neji lalu duduk disampingnya sambil meniup sesuatu yang berada disendok lalu melayangkan sendok itu kearah Ino dan berhasil masuk ke mulutnya.

"Neji-san... Kau meretas sandi apartemenku lagi?" laki-laki yang berada disampingnya itu hanya mengangguk sambil mengambil sesuatu untuk memenuhi sendoknya.

"Kau itu genius sekali, lain kali akan kubuat lebih sulit." Ino mengerucutkan bibir sambil mengepalkan lengannya menahan kesal.

"Kenapa begitu?" Neji hanya bisa menatap gadis itu dan memberhentikan kegiatannya menyuapi Ino.

"Aku kan ingin menghilang dan membuktikan ucapanku." Ino menunduk merasa bodoh saat sadar bahwa Neji datang kesini gara-gara pesannya.

"Jangan lakukan itu," tiba-tiba Ino kaget karena ada nada membentak barusan.

"Ya habis aku kan----" belum sempat Ino menyelesaikan ucapannya Neji dengan sigap memotongnya dan memberi nada yang sama seperti tadi.
"Ku bilang jangan ya jangan," Ino menunduk lagi melihat tatapan Neji yang tajam seolah dengan melihatnya saja Ino akan terbunuh.

"Aku jadi lupa bahwa orang yang barusan berbicara seperti itu adalah perempuan kuat yang mampu hidup sendiri dan selalu tersenyum," Neji kembali menyuapkan satu sendok lagi ke mulut Ino, kali ini pandangannya sudah tidak begitu seram.

"Lupakan saja, dia sudah mati." jawab Ino tanpa ekspresi sambil mengunyah nasi yang masih ada dimulutnya.

"Ino..." Neji merasa bahwa Ino mungkin belum bisa menerima masukan, jadi ia akhirnya diam.

"Sebelum kita saling mengenal aku adalah orang yang payah, aku sering iri melihat seseorang bermain atau berjalan dengan orangtuanya, kau tidak tau kan dulu aku juga sering menangis seperti ini..." Ino merasa seperti kembali ke hari dimana ia hanya bermain sendirian ditaman.

"Saat aku mengenalmu akhirnya aku bisa menunjukan pada dunia bahwa ada seseorang yang memegang tanganku dengan tulus sama seperti orang-orang yang kulihat saat aku kecil.." Ino membuang napasnya besar-besar seolah ingin menenangkan diri dan tetap tenang.

"Tapi aku malah membuatnya sakit hati dan sekarang laki-laki itu akan bertunangan, dan aku malah memintanya untuk jangan meninggalkan ku, sangat egois bukan?" usahanya gagal untuk tidak mengeluarkan airmata.

"Bukankah lebih baik aku mati? Harusnya kau jangan menyelamatkan aku." Neji menyimpan telunjuknya didepan mulut Ino memberikan tanda untuk jangan bicara lagi, setelah merasa berhasil membuat Ino diam lengan itu menghapus airmata yang sudah luruh dipipinya yang memerah.

"Tentang tunangan itu aku memang menyetujuinya..." Ino menelan ludahnya saat mendengar kalimat itu menggema terus-menerus dikupingnya

"Ya, kau memang harus melanjutkan hidupmu.." Ino tersenyum hanya dimulut tidak sampai ke mata. "Kau tidak seharusnya berurusan lagi denganku," Ino merebut mangkuk yang berada ditangan Neji dan memakan sisanya.

"Semoga dia adalah malaikat yang tidak pernah melakukan kesalahan, berbeda denganku yang hanya manusia. " Ino menandaskan makanannya, tersenyum entah karena apa, yang jelas ia merasa terpukul walaupun sudah tahu dari awal bahwa laki-laki itu sekarang bukanlah hal yang bisa ia sentuh lagi.

Neji hanya memberikan tatapan kosong tanpa arti melihat apa yang Ino lakukan.

***

Dear InoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang