Finally

209 27 8
                                    

"Aku tak suka,"

"Mengapa kita harus naik helikopter?" masih tak terima di diamkan dari tadi Neji hanya bisa menatap benci pada wanita yang membisu itu, mungkin karena disini berisik entahlah...

"Jalannya jelek, kalau tak naik ini pantat mu akan sakit, memakai mobil amat sangat beresiko,"  mereka masih memakai headphone masing-masing, menjaga agar telinga mereka tak sakit mendengar suara debum yang dihasilkan benda yang bisa terbang dan membawa mereka itu.

"Kalau beresiko kenapa harus datang ketempat seperti ini, Konoha lebih aman kurasa," sang gadis tak menjawab lagi, saat hilang ingatan begini pun Neji masih sama saja, dia tak pernah suka menaiki ini, terlalu berlebihan katanya, padahal ini fleksibel, mereka tak perlu kerepotan merasakan sakit.

"Hotaru?"

"Diam dulu, nanti ya bicaranya," dan ya Hotaru tak suka jika Neji sudah begini, laki-laki itu tak seharusnya kesal karena hal seperti ini 'kan?

***

Setelah merasa kondisinya sudah lumayan membaik Ino memutuskan untuk tetap bekerja di sana, karena sekarang entah mengapa dia merasa tak memiliki tempat untuk kembali, dia sudah menikmati setiap detik yang ia habiskan, bersama Deidara, Kiba, dan Akamaru dia merasa tak sendiri lagi, walaupun terkadang dia merasa bukan kondisi ini yang dia inginkan tapi tetap saja, tak ada pilihan lain.

"Serius kau akan bekerja?" tanya Deidara sambil mengangkut satu pot besar berisi tanah dan bibit.

"Ya, aku sudah membaik," Ino sudah hendak membantu Deidara mengangkat itu tapi tawarannya ditolak mentah-mentah.

"Kau apa-apaan,"

"Itu kan tugasku," tapi tetap saja Deidara menaikan pot-pot itu sendiri setelah berdebat panjang dengan Ino, walaupun agak jahat Deidara yakin dia masih memiliki hati didalam tubuhnya yang seksi.

"Tenang saja sudah tak ada bayi diperut ku, tak usah berlebihan," ucap Ino akhirnya dengan wajah dipenuhi senyum, entah apa maksudnya  senyuman itu, Deidara tak ingin tahu.

"Tapi perutmu kan masih lemah, walaupun tak ada bayinya tapi tetap saja kan berbahaya," Ino tak bersuara lagi, laki-laki itu benar tapi entah mengapa dia tak ingin terus-menerus di perlakukan spesial begini, semakin mengingatkan tentang betapa bodohnya dia tak bisa menjaga bayinya dengan benar, Ino hanya bersuara dalam hati dengan nada yang lirih, tolong perlakukan aku seperti biasanya.

"Kau menunggu toko saja, tugas perempuan memang disitu, kemarin-kemarin aku sedang sakit pinggang, makanya menyuruhmu macam-macam, maaf ya," belum sempat Ino menjawab lelaki bersurai pirang bermata biru itu melesat pergi, terkadang Ino merasa apa yang Kiba ucapkan memanglah benar, mereka berdua tampak sedikit mirip.

"Ya, ada yang bisa ku bantu?" pagi ini diawali oleh pelanggan yang membeli bunga aster dan bunga melati, seorang nenek yang amat menyukai bunga, semenjak Ino bekerja disini dia sudah lumayan sering melihat nenek ini membeli macam-macam bunga.

"Dei-kun apa disini menjual lily of the valley?" dan satu lagi orang yang menyangka dia adalah Deidara, apa sebegitu sulitnya membedakan mereka berdua eh?

"Aku bukan Deidara nek, ada..mau ku ambilkan?" sang nenek hanya tertawa.

"Ino-chan ya?" Ino mengangguk sambil tersenyum. "Boleh, cucuku sangat menyukai bunga itu, tadi pagi dia baru saja sampai kesini dari Konoha, kurasa dia akan senang jika aku membelinya,"

"Sebentar ya," tiba-tiba rasa rindunya pada tempat yang disebutkan nenek itu menguar, bisa-bisanya hanya dengan mendengar Ino bisa merasakan hal yang seperti ini, andai saja dia memiliki kesempatan walaupun hanya satu kali, pulang ke sana tampaknya menyenangkan.

Dear InoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang