Karena acara pernikahan dilaksanakan kurang dari seminggu lagi, kedua orangtua Ditya dan Nasha, bekerja sama untuk mempersiapkan segalanya. Mulai dari pencarian gedung, katering, souvenir, undangan, dan semacamnya. Mereka menyerahkan semua persiapan ke WO. Kurang lebih dalam beberapa hari ke depan, semua sudah siap. Tinggal sebar undangan saja.
Lain halnya dengan sepasang calon pengantin itu yang sedang mencoba pakaian yang digunakan untuk akad dan resepsi. Percobaan pertama dilakukan oleh Ditya. Ia menggunakan tuxedo warna putih, dihias dengan ukiran-ukiran di bagian depannya. Ditambah peci putih yang senada. Untuk akad, mereka memilih setelan putih.
Setelah masing-masing bergantian mencoba pakaian pertama, kini saatnya pakaian untuk resepsi. Dengan warna pastel pada tuxedo dan kebaya modern, namun masih ada unsur tradisional Jawa. Kebaya yang memiliki ekor menjuntai cukup panjang ke belakang, ditambah pada bagian bahu yang terbuka sebatas dada bagian atas.
Untuk bawahannya, Nasha akan menggunakan kain batik berwarna coklat agak tua, bercorak dedaunan. Ditambah flatshoes warna pastel. Nasha keluar dari bilik yang dijadikan tempat mengganti baju. Ia dibantu oleh karyawan butik itu untuk berjalan.
"Terima kasih," ucap Nasha. Ia berhadapan lurus dengan Ditya yang sedang menatapnya takjub. Wanita itu mengukir senyum manis di bibir mungilnya.
"Cantik," sanjung Ditya dengan gumaman kecil, namun masih bisa terdengar oleh Nasha.
"Mas ... gimana sama kebaya ini? Cocok nggak?" Nasha meminta pendapat untuk memastikan bahwa kebaya itu pas untuknya. Untuk dirinya sendiri sih, ini sangat bagus dan sesuai keinginannya tempo lalu.
"Kamu cocok dengan kebaya itu. Makin cantik," jawab Ditya masih dengan pandangan kagumnya. Nasha tersenyum bangga. Tidak sia-sia ternyata pilihannya jatuh pada desain kebaya ini.
"Oke. Karena Mas juga setuju, aku seneng. Aku balik ke kamar ganti dulu."
"Bisa nggak kita nikahnya sekarang aja?" Pertanyaan? Tidak, lebih tepatnya seperti ajakan yang sedikit memaksa. Nasha memandang calon suaminya dengan tatapan aneh. Sedangkan beberapa pegawai dan pemilik butik itu menahan tawa mereka dengan membekap mulut mereka sendiri. Nasha menatap tajam pria itu agar pikirannya kembali normal.
Ya Allah, calon suami gue kenapa jadi gini sih? Kan malu sama mbak-mbak di sini. Nasha meringis dalam hati. Ditya yang ditatap seperti itu langsung menormalkan otaknya. Ia berdehem sebelum menjawab.
"Oke." Ditya mengalah, imannya begitu tergoda saat itu juga. Dua karyawan yang menunggu mereka dengan sigap membantu Nasha untuk melepas kebaya itu di kamar ganti. Tak lama, Nasha sudah mengganti pakaiannya seperti semula. Ia melihat Ditya sedang berbincang dengan pemilik butik, yang juga sebagai temannya.
"Udah?" tanya Ditya, wanita itu mengangguk. "Kalau gitu kami pergi dulu. Tolong nanti sisanya lo urus ya? Gue percayakan sama kemampuan lo," ucap Ditya pada temannya itu.
"Siap, Bos! Tenang kalau sama gue, aman terkendali," balas Heni sambil terkekeh.
"Jangan lupa dateng. Undangannya ntar nyusul."
"Siip, Bos. Mbak, tolong ya dijaga temen saya ini, soalnya dia itu-"
"Itu apa?" potong Ditya.
"Ya gitu deh," jawabnya dengan terkikik.
Nasha ikut tertawa. "Makasih ya, pakaiannya bagus semua."
"Sama-sama. Semoga acaranya lancar."
"Amin."
Pasangan itu menuju mobil setelah selesai untuk percobaan pakaian mereka.
"Kita ke mana lagi?" tanya Nasha saat setelah memasuki mobil diiringi Ditya di samping kemudi.
"Kita ke tempat katering. Tadi bunda hubungi aku, ibu juga di sana."
Nasha hanya mengangguk.
Mereka pergi ke tempat katering yang menjadi persiapan berikutnya. Masing-masing calon mertua mereka sudah menunggu di sana sejak satu jam yang lalu.
"Mbak, ini nggak papa kan di tambah ke daftar menu? Soalnya rendang ini enak loh," tanya Amy.
"Nggak papa dong. Saya juga suka kok sama rendang. Itung-itung untuk lauk makan kita nanti," sahut Reni.
Amy tertawa. "Mudahan kita dapet, soalnya kan kita pendamping pengantinnya."
"Kalaupun nggak dapet, nanti kita buat sendiri aja, Mbak."
"Aduh, pada ngomongin apa?" tanya Nasha tiba-tiba datang di tengah obrolan ibu dan camernya.
"Kenapa kalian lama, sih? Bunda sama ibu kamu dari tadi loh di sini. Rencananya icip-icip makanan, nunggu kalian lama, keburu kenyang duluan. Tapi ini enak loh, coba aja kalau nggak percaya. Iya kan, Mbak Ren?" cerocos Amy.
"Bun, ngomongnya jangan ngebut gitu dong," tegur Ditya. Reni dan Nasha terkikik geli melihat wanita itu menjelaskan panjang lebar.
"Ah, kamu mah, Bunda kan lagi seneng, Le."
"Bunda, nggak usah didengerin. Ayo, tunjuki apa aja menunya? Ibu juga," lerai Nasha.
Kedua wanita itu langsung memandu Nasha untuk mencoba beberapa menu yang akan disediakan. Mulai dari makanan pembuka, makanan inti dan dessert juga. Beberapa kali Nasha meminta pendapat Ditya, beberapa kali itu juga Ditya hanya mengiyakan. Ditya juga mencicipi setiap menu sebagai contoh, rasanya yang enak sehingga ia tidak ragu lagi.
Acara katering sudah selesai, pihak pengantin sudah setuju memilih menu yang disediakan. Saatnya mengantar bunda Amy dan ibu Reni pulang. Selama diperjalanan, dua wanita itu tak henti-hentinya mengobrol. Mulai dari kebiasaan anak-anak mereka ketika masih kecil sampai memperdebatkan tentang penampilan anak muda zaman sekarang yang awut-awutan. Sedangkan yang menjadi korban cerita mereka, hanya menghela nafas sabar saja tanpa mau ikut menyela.
Selesai mengantar dua wanita heboh tadi, Ditya mengajak Nasha untuk jalan. Mereka akan menghabiskan moment berdua, sebelum acara pingitan dimulai. Dalam masa pingitan, mereka tidak akan bertemu dalam satu minggu menuju hari H. Sungguh berat, bukan?
Maka dari itu, Ditya membawa Nasha untuk menikmati waktu berdua seperti sekarang. Ditya hari ini tidak ke kantor, ia sudah menyuruh orang kepercayaannya untuk menghandle perusahaan. Tampak dari pakaian santai yang dipakainya. Jeans hitam dengan t-shirt biru muda ditambah sneakers pada kakinya.
"Mas, Nasha deg-degan," ucapnya saat mereka berada di taman.
"Kenapa?"
"Seminggu lagi acara kita. Nasha takut sesuatu terjadi, takut acara kita kacau."
Ditya langsung menatap lurus Nasha yang duduk di sampingnya.
"Jangan ngomong gitu. InshaAllah, semua berjalan lancar. Kamu cuma perlu berdoa, semoga hal baik selalu bersama kita."
"Mas, kalau aku kenapa-napa, tetep di samping aku, ya?"
Permintaan Nasha membuat Ditya kesal. Maksudnya apa coba? Wanitanya berbicara seperti itu.
"Apa pun yang terjadi, aku selalu di samping kamu. Dan jangan pernah ngomong yang aneh-aneh. Aku nggak suka. Semua akan baik-baik aja."
Nasha menatap Ditya dengan perasaan lega. Entah kenapa dirinya sedikit tidak tenang.
"Janji? Bukannya apa-apa, tapi Nasha cuma nggak mau jauh dari Mas. Kehendak Tuhan memang nggak dapat disangka, 'kan? Maka dari itu, aku cuma mau memastikan kalau kamu memang tulus sama hubungan ini sebagai jaminan buat aku," jelasnya.
"Kalau aku nggak tulus, nggak mungkin aku berhubungan sejauh ini sama kamu. Kamu bisa inget kata-kata ini selamanya. Selama aku bersama kamu, rasa asing itu muncul perlahan tanpa bisa aku tepis. Dan aku yakin, kalau perasaan ini memang Tuhan titipkan untuk menjadi milik kamu. Cuma untuk seorang wanita di hadapanku saat ini." Ditya tersenyum tulus, lalu mencium kening Nasha.
"I miss you so bad," bisik Nasha
![](https://img.wattpad.com/cover/168300476-288-k439559.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon Pendamping Masa Depan (Complete)
RomanceHanya sebuah kata yang dirangkai menjadi kalimat menghasilkan paragraf dan disusun menjadi sebuah cerita sederhana dan ringan konflik. Berfungsi sebagai hiburan semata. Cerita ringan, biasa aja dan nggak macem-macem kok. Tapi... (Cuma satu macem aj...