🍀 49°

160 6 0
                                    


Hari ini Daniel mengunjungi Nasha setelah mendapat panggilan dari sahabatnya itu. Ia membawakan Nasha sekotak martabak coklat kesukaannya. Dengan wajah yang agak di dingin-dinginkan (?), Daniel mengetuk pintu rumah berharap ada orang di dalam.

Sekali ketukan belum ada sahutan. Saat ketukan kedua, pintu terbuka dan muncul Nasha dengan senyuman lebar.

"Daniel!" pekiknya sembari memeluk Daniel. Saking kencangnya pelukan Nasha, pria itu hampir terjengkang ke belakang namun bisa ditahannya.

"Ya Allah, pelan-pelan. Lo lagi hamil, bego!" omel Daniel. Nasha hanya cengar-cengir tak jelas.

"Kangen uncle Daniel."

Pria itu tersenyum sambil menuntun wanita hamil tersebut menuju sofa.

"Nih, gue bawain martabak." Daniel meletakkan bungkusan itu ke meja.

"Waaa ... uncle tau aja deh kesukaan aku."

Daniel mencebik. "Panggilan uncle itu untuk ponakan gue. Sekarang jangan dulu deh."

"Tapi anak gue yang mau. Gimana dong?"

"Ya terserah lo deh. Tante Reni mana?" tanya Daniel.

"Lagi di dapur. Pergi ambil minum sendiri aja ya? Gue males jalan."

"Oke." Daniel pergi ke dapur mencari air untuk membasahi tenggorokannya.

"Halo, Tante," sapanya saat melihat Reni di dapur.

"Eh, kapan datang, Niel?"

"Baru aja, Tan. Oh iya, kok tumben Nasha di sini?"

"Iya, soalnya Ditya lagi ke luar kota urusan kerja."

Daniel manggut-manggut. "Aku balik ke depan lagi ya, Tan."

"Iya, iya. Maklumin bumil kalau banyak maunya, ya, Niel."

"Siap, Tante!" ucapnya seraya menghormat. Reni hanya terkekeh dan melanjutkan acara memasaknya yang tertunda.

Dua orang itu sibuk bercerita hingga tak henti-hentinya tertawa. Mulai dari cerita Daniel salah berbicara saat bekerja dan mendapat ceramah pagi hari, kemudian Nasha yang gencar menggoda pria itu dengan pacar barunya. Oh iya, Daniel akhirnya menemukan pasangan, meskipun masih dalam status pacaran. Mereka sudah berhubungan kurang lebih 8 bulan. Pertemuan mereka saat sedang bekerja.

Pertemuan tanpa sengaja, saking seringnya bertemu, tumbuhlah rasa yang berbeda di antara mereka. Kebetulan mereka satu profesi. Ya, jadi setiap harinya mereka bisa bertemu dengan mudah, kecuali jika tidak masuk kerja.

"Kapan nikah?" tiba-tiba Nasha langsung bertanya tentang itu. Tentu saja Daniel bingung harus menjawab apa. Pria itu cengengesan sambil menggaruk pelipisnya.

"Belum tau gue."

"Lah, belum tau gimana? Emang lo belum dikenalin ke ortunya?"

"Udah kok. Cuma bukan dalam waktu dekat ini."

Nasha mendengkus. "Sampai kapan? Sampai lo jadi peot dulu baru nikah?"

Daniel mencebik tak suka. "Ya kagaklah! Masa iya sampai gue peot. Ah, lo mah perumpamaannya kejam banget."

"Ya gue cuma mengusulkan. Setidaknya lo ada yang ngurusin ini itu."

"Tenang aja. Lo kan tau gimana mandirinya gue. Gue bakal married kok, tapi nanti kalau modal gue udah banyak."

"Modal sih modal. Tapi niat dan tekad kudu diperkuat."

"Iya, nyonya Wijaya." Daniel membungkuk hormat. Nasha hanya terkekeh sambil mengunyah martabak.

Calon Pendamping Masa Depan (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang