Ditya menghadiri rapat di salah satu kantor teman bisnisnya. Ia berada di Bandung saat ini. Rapatnya berjalan dengan sempurna, sesuai dengan harapannya. Semalaman ia berusaha mempelajari beberapa laporan untuk presentasinya. Ditemani oleh sekretarisnya yang cukup membantu. Pria itu berada di ruangan teman bisnisnya. Ia menyandarkan tubuhnya pada sofa hitam tersebut.
"Wah, nggak nyangka gue bisa kerja bareng lo, Dit!" ucap Rafa teman lamanya.
"Gue baru tau lo Bos di kantor ini. Padahal setau gue, lo paling anti ngurus perusahaan," sindir Ditya.
"Tanggung jawab seorang pria gentle kayak gue mah, cocok aja. Lagian nih perusahaan diwarisin sama bokap. Mau nggak mau ya harus, kudu, dan wajib gue urus," cerocosnya.
Ditya terkekeh pelan. "Klasik bener ngelesnya. Hubungan lo sama dia gimana?"
Rafa menaikkan alisnya tanda bingung.
"Pacar kuliah lo," lanjut Ditya.
"Oh. Gue udah putus sama dia," jawabnya lesu. Ditya menegakkan tubuhnya karena penasaran untuk bertanya.
"Kok bisa? Sejak kapan? Bukannya kalian bakal nikah kalau lo udah wisuda?" Ditya bertanya bertubi-tubi kepada Rafa.
"Lo nanya atau kepo sih? Banyak banget pertanyaannya." Rafa mendengkus kesal.
"Cuma 3 pertanyaan doang. Lagian gue kepo makanya nanya," bela Ditya.
"Dia selingkuh di belakang gue. Dan yah, kebetulan sekali waktu hari itu gue mau lamar dia, tapi apa yang gue liat bikin gue kecewa."
Ditya menatap temannya iba. Yang ia tahu sejak dulu pria itu sangat tergila-gila dengan wanita keturunan Jerman. Sampai ia rela melakukan hal konyol agar mendapatkan simpati wanita itu. Ditya memang tidak terlalu dekat dengan Rafa, namun mereka mengenal satu sama lain layaknya teman seperti Wira dan Dimas.
"Dari situ awalnya gue frustasi. Gue nggak nyangka ternyata dia setega itu sama gue. Lo tau kan berapa lama kami berhubungan?" tanya Rafa yang diangguki Ditya. "3 tahun, Dit. Lo bayangin gimana perasaan gue kalau lo ada di posisi gue saat itu. Gue bodoh udah buang-buang waktu gue selama itu cuma untuk dia."
Ditya menepuk pundak Rafa agar tenang.
"Gue tau perasaan lo. Cewek kayak gitu nggak pantas buat lo. Untung aja lo belum lamar dia, sifat aslinya akhirnya terbongkar, 'kan? Dan lo beruntung bisa terhindar dari pengkhianatan yang mungkin aja terjadi di masa depan," ucap Ditya.
"Ya, itu bener. Gue beruntung bisa tau kayak gimana dia. Lagian gue juga udah mantap sama cewek pilihan mama." Rafa tersenyum saat menceritakan wanitanya di masa sekarang.
"Bagus dong. Semoga dia bisa bahagiain lo. Ada rencana ke jenjang lebih?"
"Iya, ada. Kami udah tunangan. Dan bulan depan bakal menikah. Lo dateng ya?"
"Lo ngundang gue?" tanya Ditya.
"Ya iyalah. Kali aja lo dapet gebetan di kondangan gue." Rafa terkekeh.
"Kagak usah repot. Gue udah tunangan kok." Ditya memamerkan jarinya yang melingkar cincin putih di sana.
Rafa tampak terkejut lalu tersenyum. "Seriously? Oh ternyata ada yang bakal nyusul."
"Gue duluan yang bakal nikah. Dua minggu lagi," ralat Ditya.
"Waw, cepet banget. Dapet cewek Jakarta atau hasil perjodohan ta-"
"Hasil gue nyari sendiri. Gue benci perjodohan. Dalam hidup gue nggak ada namanya perjodohan." Ditya menekankan kata terakhir dalam ucapannya.
Rafa tertawa. "Lo nggak berubah. 4 tahun berteman sama lo, yang gue tau nggak ada berubah sifat lo meskipun kita nggak akrab banget. Salut gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon Pendamping Masa Depan (Complete)
Storie d'amoreHanya sebuah kata yang dirangkai menjadi kalimat menghasilkan paragraf dan disusun menjadi sebuah cerita sederhana dan ringan konflik. Berfungsi sebagai hiburan semata. Cerita ringan, biasa aja dan nggak macem-macem kok. Tapi... (Cuma satu macem aj...