Kehadiran Ditya dan Nasha di rumah besar Amy membuatnya selalu tersenyum. Sejak pertama kalinya, sang putra menceritakan tentang kekasihnya. Semenjak itu Amy merasa bahagia jika putranya sudah memiliki calon istri. Dan ia hanya bisa menunggu mereka menikah secepatnya. Dulu sebelum Ditya ditugaskan oleh ayahnya di Jakarta, Amy selalu berusaha menjodohkan beberapa anak dari temannya. Namun, Ditya menolak tegas jika ia tidak ingin ada perjodohan.
Hal itu membuat Amy sebagai seorang ibu merasa sedih, hari-harinya muram setelah penolakan anaknya. Tapi, ia berusaha memahami keinginan putranya itu. Sampai akhirnya tanpa disuruh lagi, putra tunggalnya sudah menggandeng seorang wanita cantik yang kini ada di hadapannya.
Nasha yang sedari tadi diperhatikan oleh Amy jadi salah tingkah dan bingung. Mereka sedang berada di ruang makan, karena sudah jamnya makan malam.
"Tante kenapa kok ngeliat Nasha terus?" tanya Nasha canggung.
"Nggak tau kenapa ya, Bunda liat kamu suka aja. Kamu cantik mirip Bunda dulu," ucap Amy dengan semangat. Nasha tersenyum.
"Tante bisa aja. Lebih cantik Tante, loh. Apalagi dandanan Tante fashionable banget. Keren," puji Nasha.
"Masa sih?" Amy tersenyum malu mendengar pujian Nasha. Nasha mengangguk. "Makasih, Sayang. Eits! Panggil bunda dong, masa tante. Oke?" lanjutnya.
"Iya, Bun," sahut Nasha.
"Sha, bunda itu emang begitu orangnya. Terkadang kalau lihat anak muda, selalu mengakui dirinya cantik seperti mereka." Wijaya menimpali.
"Ayah nggak suka apa kalau Bunda cantik? Terus, kenapa dulu mau nikah sama Bunda?" rajuk Amy.
"Kan Ayah sayang sama Bunda. Cinta malahan," balas Wijaya santai. Amy terkekeh geli.
"Bunda juga, Yah."
"Bun, Ayah. Udah dong, masa mesra-mesraannya di sini. Nanti aja tuh di kamar," celetuk Ditya sambil menggelengkan kepalanya.
"Makanya Nak, cepetan sahkan Nasha. Biar nggak repot mau ngapa-ngapain," desak Amy.
"Sabar dong Bunda. Tenang aja, semua pasti berjalan sesuai keinginan Bunda."
Nasha yang sedari tadi melihat interaksi mereka bertiga hanya tersenyum canggung sambil fokus pada makanannya. Amy mengalihkan pandangannya pada Nasha.
"Sayang, makan yang banyak ya."
Nasha mengangkat wajahnya.
"Iya, Bun. Ini udah kok, Nasha juga udah kenyang."
"Ya sudah. Kalau kalian sudah selesai makan, kembali ke kamar untuk istirahat. Ayah sama Bunda duluan," ucap Amy.
"Iya, Bun," jawab Ditya. Setelah orang tuanya pergi, Ditya menatap Nasha sambil tersenyum.
"Udah?" tanya Ditya. Nasha mengangguk sambil mengelap bibirnya dengan tisu.
"Ayo. Kita ke balkon," ajak Ditya.
"Tapi ini gimana?" tanya Nasha sambil menunjuk ke arah meja yang berisi piring kotor.
"Biar bibi yang bersihkan," Ditya menarik tangan Nasha menuju balkon rumahnya. Suasana malam terbilang cukup dingin, karena hembusan angin cukup kencang membuat Nasha merapatkan cardigannya.
Mereka berdiri di pinggir balkon yang dibatasi oleh pagar besi. Nasha menarik nafasnya, dan terasa angin malam yang dingin menyegarkan paru-parunya.
"Ini tempat yang aku suka kalau lagi ke sini," ucap Ditya sambil menatap langit malam.
"Mas ke sini kalau lagi bosan ya?"
"Iya. Nyaman di sini."
Nasha terdiam begitu pun Ditya. Mereka masih fokus menatap langit malam dengan bintang yang tidak terlalu banyak. Ditya memposisikan dirinya berdiri di belakang Nasha sambil memeluk Nasha. Ia menyandarkan dagunya di pundak Nasha.
"Apalagi di sini bareng kamu. Jadi tambah nyaman," bisik Ditya.
Nasha tersenyum. "Aku juga."
"Kamu mau nggak, punya rumah seperti ini. Punya atap khusus untuk bersantai?" tanya Ditya.
"Mau banget Mas. Apalagi kalau dikasih hiasan bunga, pasti lebih sejuk."
"Nanti ya, aku wujudkan rumah impian kamu."
"Jangan terlalu memaksa Mas. Nasha terima apa adanya kok, yang penting Nasha bisa hidup berdua bareng Mas. Hidup bahagia, punya anak-anak yang lucu." Nasha terkekeh membayangkan itu semua. Ditya mencium pipi Nasha dari samping.
"Nanti kita buat anak-anak yang lucu ya," goda Ditya.
Nasha menutup wajahnya yang memerah.
"Kok ditutup?" tanya Ditya.
"Malu Mas."
Ditya terkekeh, lalu memutar tubuh Nasha menghadap dirinya.
"Buka dong. Kenapa harus malu? Toh, kita nantinya kita resmi dan sah."
Nasha menurunkan tangannya.
"Iya, tapi ngomongnya jangan sekarang. Kan Nasha malu," ucapnya pelan sambil menunduk."Liat apa di bawah? Emang muka Mas di bawah ya?" Ditya mengangkat wajah Nasha.
Nasha hanya tersenyum."Nggak perlu begitu. Kita ada baiknya saling terbuka. Biar kita bisa saling membantu," ucap Ditya.
"Maaf ya Mas."
"Nggak papa. Sini peluk dulu."
Nasha langsung memeluk Ditya erat menyandarkan kepalanya di dada bidang kekasihnya.
"Tetap bersama Mas ya. Dulu Mas memang bilang kalau Mas cuma sayang sama kamu. Tapi seiring berjalannya waktu, Mas mulai bisa merasakan sesuatu yang berbeda. Cinta memang mudah diucapkan. Tapi cinta juga memiliki sisi yang berbeda dan sulit dijelaskan. Jadi, biarkan rasa itu mengalir semestinya. Jangan tanya kenapa. Cukup rasakan saja. Karena cinta hanya bisa dinikmati dalam diam," ucap Ditya.
"Aku tau, memang nggak mudah untuk membangun cinta dalam waktu singkat. Tapi cinta itu juga akan tumbuh dengan sendirinya. Tanpa harus dipaksa. Makasih Mas, mau mengerti aku selama ini. Menjadi orang yang berharga setelah keluarga aku. Makasih untuk semua rasa yang Mas kasih ke aku. Makasih." Nasha meneteskan air matanya.
"Mas lebih bahagia, karena kamu mau menerima kehadiran Mas di hidupmu. Meskipun awalnya Mas memaksa, tapi kamu sama sekali tidak keberatan. Terima kasih sudah menjadikan pria ini berharga di hidupmu. Mas hanya ingin hidup bersamamu, hingga takdir dan maut yang memaksa untuk kita berpisah. Jangan pergi apa pun yang terjadi, ya. Mari kita hidup bersama, hanya aku, kamu dan buah hati kita nantinya," ucap Ditya sambil melepas pelukannya.
"Menangislah jika itu bisa mengutarakan perasaanmu. Aku Ditya Agnibrata Wijaya akan menjadi priamu selamanya. Dan Mas akan berusaha membuat kamu bahagia. Andalkan Mas disetiap hidupmu, Antasha Mikaila Gunawan."
"Kamu manis banget sih, Mas," lirih Nasha disela tangisannya.
"I love you." Ditya mencium kening Nasha lama, sedangkan Nasha memejamkan matanya menikmati hangatnya bibir Ditya di keningnya.
Mereka kembali berpelukan, saling menikmati kebersamaan mereka. Langit malam seperti jadi saksi atas obrolan pasangan kekasih itu. Ucapan yang sederhana namun penuh makna. Memang benar, menyatakan cinta tidak semudah membalikkan telapak tangan. Karena logikanya cinta tidak akan dengan mudah hadir dalam sekali bertemu.
Awalnya akan diiringi dengan rasa kagum, tertarik, dan menjadi rasa sayang. Kita akan merasakan cinta apabila hati kita bisa menerima segala risikonya. Karena cinta lebih rumit daripada rasa sayang. Sebenarnya bukan cinta yang membuat kita buta, namun nafsu yang lebih mendominasi dalam diri.
Jadi, jangan salahkan cinta jika membuatmu menjadi manusia lemah pada waktunya. Tapi, pikirkan bagaimana kamu mengartikan cinta itu sebagai sesuatu yang berharga dan tulus. Karena sulit menemukan cinta yang benar-benar tulus. Cinta itu hadir karena telah ditakdirkan Sang Pencipta. Hargailah perasaanmu terlebih dahulu, baru kamu hargai perasaan orang lain. Untuk apa mencintai namun hatimu selalu terluka karenanya? Hargai yang kamu miliki, baru kemudian sama-sama menghargai perasaan masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon Pendamping Masa Depan (Complete)
RomanceHanya sebuah kata yang dirangkai menjadi kalimat menghasilkan paragraf dan disusun menjadi sebuah cerita sederhana dan ringan konflik. Berfungsi sebagai hiburan semata. Cerita ringan, biasa aja dan nggak macem-macem kok. Tapi... (Cuma satu macem aj...