😔 😔 😔
Akhirnya operasi telah selesai. Seorang dokter keluar sambil membuka masker. Semua yang menunggu di luar langsung berdiri dengan wajah tegang.
"Bagaimana keadaannya Dokter?" tanya Ditya.
"Operasinya berjalan lancar. Tapi, pasien mengalami koma sementara waktu."
"Koma?"
"Iya. Kami akan tetap memantau perkembangannya, teruslah berdoa agar pasien segera sadar. Pasien akan dipindah ke ruang rawat," ucap dokter.
Semua orang yang berada di dalam ruang rawat menatap wanita itu dengan penuh kesedihan. Reni tak henti-hentinya menangis, begitu pun Amy yang masih setia memeluk Reni. Mereka saling menguatkan satu sama lain. Mencoba sabar dengan segala ujian yang menimpa. Reni duduk di samping ranjang Nasha sambil tetap menggenggam tangan putrinya.
"Kamu kuat Sayang. Cepat bangun, Nak. Cepat bangun," lirih Reni.
"Yang kuat, Mbak. Aku yakin Nasha juga kuat, doakan dia yang lagi berjuang untuk sadar."
"Tapi, Mbak-"
"Sstt. Jangan berpikir yang buruk. Allah pasti mengembalikan Nasha untuk kita. Tetap tersenyum untuk Nasha, Mbak."
❇❇❇❇
Saat ini hanya Ditya dan Ardhan yang berada di ruangan itu. Setelah kedua orangtua mereka pulang. Tadinya Reni bersikeras untuk tetap tinggal, namun Ardhan memaksa ibunya istirahat di rumah.
Mereka memandang Nasha yang masih pulas tertidur. Wajahnya pucat, kepalanya dibalut perban begitu pun kakinya yang mengalami patah tulang. Suasana dalam ruangan putih itu hanya diisi suara layar EKG yang berdetak. Alat bantu pernafasan juga melingkar di hidung wanita itu.
Melihat Nasha seperti ini, membuat Ditya seakan hilang arah. Seharusnya dirinya yang mengalami semua ini, bukan wanitanya. Ia membenci dirinya jika Nasha sampai tidak kembali lagi. Ditya duduk di lantai dengan pandangan sayu. Bajunya sudah ia ganti dengan baju bersih.
Tak jauh berbeda dengan Ardhan yang melakukan hal sama seperti Ditya. Namun pandangannya fokus pada kakaknya. Ia menghembuskan nafas kasar.
"Kita harus cari pelakunya." Ardhan bersuara setelah lelap dalam keheningan di antara mereka.
"Tapi, Mas nggak tau plat mobilnya. Kejadiannya begitu cepat," jawab Ditya.
Ardhan mengusap kasar wajahnya.
"Aku keluar sebentar."Ditya tidak merespon dan membiarkan calon adik iparnya itu keluar.
Ia bangkit lalu menarik kursi. Digenggamnya tangan Nasha, diciumnya berulang kali tangan itu.
"Bangun, Sayang. Kamu belum liat boneka sapi yang aku beli buat kamu. Tuh liat, mereka sepasang. Aku sengaja beli dua, karena kasian kalau cuma satu, biar mereka saling melengkapi.
"Jangan hukum aku kayak gini, Sayang. Aku nggak kuat. Kamu boleh samain aku sama sapi yang kamu bilang 'lucu' itu. Tapi, jangan dengan cara ini. Kenapa? Kenapa kamu nyelamatin aku? Seharusnya aku yang begini, bukan kamu, Sha." Airmatanya kembali mengalir.
Airmata yang sangat jarang dirasakannya. Airmata kesedihan, ketakutan yang begitu besar. Bibirnya bergetar, rasanya tidak sanggup untuk mengucapkan sepatah kata lagi. Ia tersenyum, lalu menyeka airmatanya.
"Aku cengeng, ya? Nggak papa, biarin aku cengeng. Cuma di depan kamu. Bangun ya, Sayang. Seminggu lagi kita menikah loh. Aku bakal ajak kamu honeymoon ke tempat yang kamu mau. Asal kamu kembali buat aku dan keluarga kamu."
Ditya mencium kening Nasha. "Jangan kelamaan tidur, ya? Bangun kalau kamu capek, biar kita bisa nikmati waktu sebelum masa pingitan."
❇❇❇❇
Di tempat lain, seorang pria dengan raut wajah panik beberapa kali meninju tembok hingga tangannya memar. Ia melakukan hal yang membuat nyawa wanita yang diinginkannya melayang.
"Arrghh! Kenapa kamu harus nolongin dia? Aku nggak mau nyakiti kamu, Sha. Aku cuma mau pria itu lenyap, bukan kamu. Tapi kenapa kamu harus jadi korban kelakuan aku? Kenapa?!" teriak Andra. Pria itu menyesali kejadian beberapa jam lalu. Ia bingung serta khawatir dengan kondisi wanita itu. Andra tertawa histeris, meratapi kesalahannya.
"Maafin aku. Aku mau kamu tetap hidup. Maaf," ucap Andra dengan suara pelan. Pria itu berlari keluar dari apartment. Kemudian melajukan mobilnya menuju rumah sakit, tempat wanita itu dibawa. Tidak yakin, tapi Andra mencari rumah sakit paling dekat dari lokasi kejadian. Sesampainya di sana, Andra menuju ruang resepsionis. Setelah berdebat cukup lama, akhirnya suster itu mau memberikan nama ruangan Nasha, dengan berbagai macam alasan darinya.
Ia menutup kepalanya dengan topi, ditambah kacamata hitam dan hoodie yang berbeda. Andra mencari ruangan Nasha, saat pria itu menemukan posisi Nasha, ia ingin masuk. Namun langkahnya tertahan saat melihat Ditya di dalam sana. Melalui kaca pintu, Andra melihat bagaimana lemahnya tubuh Nasha. Berbagai macam selang menempel di tubuhnya. Perasaan bersalahnya kian membesar. Kesalahan terbesar dalam hidupnya, membuat wanita yang dicintainya harus seperti ini karenanya.
Suara langkah kaki terdengar mendekat, Andra menyadari jika ada seseorang yang akan menuju di tempatnya berdiri. Pria itu langsung berjalan untuk menjauh. Saat berbelok, Andra mengintip dibalik tembok, seorang pria memasuki ruangan Nasha. Ia tau pria itu, pria yang datang bersama Ditya waktu lalu. Andra menghembuskan nafas berat. Ia akan mencari waktu yang tepat untuk menyelinap ke ruangan tersebut. Agar ia bisa melihat langsung wanita itu. Ia berjalan menjauh, meninggalkan rumah sakit dengan langkah berat.
❇❇❇❇
Keesokan harinya, orangtua Nasha datang menjenguk diikuti orangtua Ditya. Mereka mencoba bersabar menanti kesembuhan Nasha. Seorang dokter masuk bersama suster untuk melakukan pemeriksaan.
"Selamat pagi," sapa dokter tersebut.
"Selamat pagi, Dokter."
"Saya akan memeriksa kondisi pasien dulu." Dokter itu memeriksa detak jantung dan denyut nadi Nasha. "Kondisi pasien semakin membaik. Tapi, berdoalah semoga pasien cepat sadar dari koma," ucap dokter.
"Pasti Dok, terima kasih," jawab Gunawan.
"Kalau begitu saya permisi." Seperginya dokter itu, masuk Ardhan, Daniel dan Tiara. Daniel dan Tiara baru saja mendapat kabar dari Ardhan.
"Pagi, Om, Tante," sapa Daniel diiringi Tiara.
"Daniel, Tiara," panggil Reni.
"Maaf Tante, aku baru datang.
Gimana kondisinya?" tanya Daniel."Masih belum sadar."
"Tante yang sabar, kak Nasha wanita kuat." Tiara mengelus pundak Reni.
"Iya, Nak. Putri Tante, wanita kuat," balas Reni. Semua hanya diam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Daniel menghampiri Ditya yang duduk di sofa. Ia menepuk bahu Ditya agar sadar dari lamunannya.
"Jangan kebanyakan melamun. Nasha sedih liat lo begini. Dia kuat, percaya sama gue." Daniel menyemangati pria itu. Ditya menoleh dengan wajah datarnya.
"Gue harap begitu."
"Tetap yakin, Nasha pasti kembali. Dia lagi berjuang di sana. Dia pasti kembali, gue yakin itu. Gue kangen sama dia, kangen diomeli, kangen kalau lagi manja sama gue. Meskipun gue pernah suka sama dia, gue tetep bahagia liat dia sama lo, dia segalanya buat gue." Daniel terkekeh. "Maaf, gue nggak maksud ngomong ini."
Daniel merasa tidak enak berbicara seperti tadi.
"Nggak papa, gue percaya lo nggak akan macem-macem," ucap Ditya sambil tersenyum.

KAMU SEDANG MEMBACA
Calon Pendamping Masa Depan (Complete)
RomanceHanya sebuah kata yang dirangkai menjadi kalimat menghasilkan paragraf dan disusun menjadi sebuah cerita sederhana dan ringan konflik. Berfungsi sebagai hiburan semata. Cerita ringan, biasa aja dan nggak macem-macem kok. Tapi... (Cuma satu macem aj...