Happy reading!🍀 🍀
Tepat hari ke sembilan, Nasha siuman dari komanya. Wanita itu masih tampak pucat, matanya juga sayu. Semua orang mengucapkan syukur dan lega, sekaligus tangisan haru mengiring. Reni tak henti-hentinya menangis sambil memeluk putrinya. Semenjak Nasha siuman dua jam yang lalu, Ditya mengalah pada calon mertuanya untuk melepas rindu. Pria itu berdiri di tepi ranjang bersama bunda dan ayahnya sambil tersenyum lega.
"Ibu kangen sama kamu, Sayang."
"Maafin Nasha ya Bu?"
"Kami di sini selalu doain kamu. Sehat ya, Sayang," ucap Reni.
"Jangan buat kami khawatir lagi anak Ayah," tambah Gunawan sambil mengelus rambut putrinya.
"Ayah." Nasha memeluk erat sang ayah sambil menangis.
"Ayah sayang sama kamu, sama Ardhan juga," gumam Gunawan.
Nasha tersenyum, pandangannya beralih pada calon mertuanya.
"Bunda nggak kangen sama Nasha?" godanya. Amy terkekeh sambil memeluk Nasha erat.
"Bunda kangen banget sama calon mantu. Jangan bikin kami khawatir lagi ya, Nak?"
"Iya Bun, maafin Nasha ya?"
"Iya, Sayang." Amy mencium kepala Nasha.
"Dengerin apa kata orangtua kamu sama Bunda, jangan buat kami panik. Apalagi kamu tidurnya cukup lama," tambah Wijaya.
"Mas, aku diserbu ini," rengek Nasha, semua di sana tertawa. Setelah Nasha siuman dan memutuskan untuk tidur lagi sebentar, mereka pulang untuk istirahat. Hanya Ditya dan Nasha di dalam ruangan itu. Wanita itu sedang tidur ditemani Ditya di sampingnya. Pintu ruangan terbuka, Ardhan rupanya.
"Mas," panggil Ardhan.
"Hi. Nasha baru aja tidur." Ditya mempersilakan Ardhan untuk duduk di kursi samping ranjang.
"Makasih. Gimana keadaannya?"
"Alhamdulillah baik. Cuma dia butuh banyak istirahat untuk pemulihan. Mungkin dua atau tiga hari ke depan, juga akan terapi untuk kakinya."
Ardhan mengangguk paham mendengar penjelasan Ditya. Pria itu menatap kakaknya yang tertidur pulas, sesekali mengelus rambut wanita itu. Pergerakan tangan Ardhan membuat Nasha terbangun.
"Hi. Maaf ganggu," ucap Ardhan. Wanita itu menggeleng lalu merentangkan tangannya.
"Sini peluk," suruh Nasha. Ardhan membantu Nasha untuk duduk untuk memeluk kakaknya. Melepas rindu bersama Nasha.
"Kangen," bisik Ardhan. Ditya masih setia berdiri sambil menatap haru kakak adik tersebut.
"Gimana kuliahnya? Tiara nggak diajak? Daniel mana?" tanya Nasha bertubi-tubi. Ardhan mencubit pipi kakaknya gemas.
"Satu-satu nanyanya. Gue bingung mau jawab yang mana dulu."
"Ya maaf."
"Kuliah gue lancar. Tiara lagi ada kelas sekarang, katanya nanti sore ke sini. Kalau Daniel mungkin besok. Tapi gue udah kasih tau dia kok," jelas Ardhan.
Nasha hanya mengangguk.
"Tidur lagi aja, kakinya masih sakit?" tanya Ardhan sambil mengarahkan pandangannya pada kaki Nasha.
"Masih sedikit. Besok mau terapi."
"Ya udah, besok ditemeni sama mas Ditya, ya?"
"Lo nggak mau nemenin gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon Pendamping Masa Depan (Complete)
RomanceHanya sebuah kata yang dirangkai menjadi kalimat menghasilkan paragraf dan disusun menjadi sebuah cerita sederhana dan ringan konflik. Berfungsi sebagai hiburan semata. Cerita ringan, biasa aja dan nggak macem-macem kok. Tapi... (Cuma satu macem aj...