Part 1

3.1K 134 12
                                    

Kembali ambruk, Fajar Alfian dilarikan ke rumah sakit.

Fajar tersenyum kecil membaca berita online yang muncul dihandphonenya saat ia sedang iseng membuka instagram. Ia membaca detail beritanya dan ternyata info seputar keadaannya sudah meluas. Untungnya, tidak ada berita yang mengada-ngada. Semuanya benar.

Ia lalu fokus pada kolom komentar. Begitu banyak yang mendoakannya dan turut sedih akan kesehatannya yang semakin menurun. Ia pun tersenyum miris. Ia dulu suka sekali menjadi pusat perhatian dan sekarang ia mendapatkannya. Tapi, bukan perhatian semacam ini yang ia harapkan. Setiap hari laman instagramnya penuh akan pesan-pesan dari para penggemarnya, sahabat, serta keluarga. Apalagi kalau ia baru memposting suatu foto. Apapun itu, dalam sekejab ribuan komentar berdatangan.

Ia memang tengah sakit dan sakitnya bukan main-main. Sekarang saja, untuk berjalan beberapa langkah ia sudah kelelahan.

Fajar melihat sekelilingnya. Ia sedang berada di rumah sakit besar di Jakarta. Sendirian. Tak ada siapa-siapa di dekatnya dan itu adalah hal yang paling dibencinya.

Fajar tak pernah suka kesunyian. Ia suka keramaian. Ia suka kalau keluarga atau teman-temannya menjenguk lalu mereka akan mengobrol seolah tak ada apapun yang terjadi. Sedang sekarang....orang tuanya baru saja pulang, sebagian kawannya sedang berada di Jerman untuk sebuah turnamen, lalu sebagian kawannya lagi berada di pelatnas untuk latihan rutin.

Disaat sunyi seperti ini, Fajar suka mendengar suara detak jarum jam dari jam tangan ayahnya. Jam tangan keluaran tahun 90-an yang masih disimpannya sampai sekarang dan menjadi pengantarnya tidur ketika tak ada siapa-siapa. Jam tangan itu diberikan oleh ayahnya dulu saat ia masih kecil. Ia merawatnya dan selalu memperbaikinya jika rusak. Sampai sekarang, benda itu selalu ia bawa kemana-mana. Suara detak jarumnya menenangkan. Fajar suka mendengarnya.

Fajar juga rindu rutinitasnya 16 bulan lalu, ketika ia masih aktif sebagai atlet kebanggaan Indonesia. Ia bangun subuh untuk sholat, lari pagi di lapangan, sarapan bersama para atlet di asrama, lalu menjalani serangkaian latihan. Dalam sebulan biasanya ada dua sampai tiga turnamen di luar negeri yang ia ikuti. Ia sangat senang ketika harus terbang ke luar negeri. Ia senang melihat dunia luar. Ia senang bicara bahasa inggris dengan orang luar yang ia temui meski kenyataannya orang-orang itu tidak mengerti apa yang dikatakannya. Inggris rasa sunda katanya. Tapi Fajar cuek. Ia adalah orang paling PD sedunia kata teman-temannya. Dan itulah yang membuat ia memiliki banyak teman akrab dari kalangan atlet luar. Ia begitu mudah disukai.

Berbanding terbalik dengan sekarang ini. Sehari-hari Fajar harus berkutat dengan serangkaian pengobatan, ia harus minum hampir selusin obat setiap harinya. Kawannya bertambah, bukan dari kalangan atlet, tapi kalangan rumah sakit. Ia kenal separuh perawat di sini, ia kenal dengan tiga orang cleaning servicenya, ia kenal dengan dokter cantik yang sayangnya bukan merupakan dokternya. Dulu ia anti rumah sakit, tapi sekarang rumah sakit seperti rumah keduanya.

Fajar masih memainkan ponselnya. Bosan. Ia baru saja memasang insta story berlatar gelap bertuliskan, "I'm fine."

Fajar memang tidak pernah bisa lepas dari ponselnya. Kebiasaannya sejak dulu adalah mengupdate sosial media seputar kegiatannya. Termasuk saat ia akan menjalani operasi, kemoterapi, dan lain-lain. Apalagi di era sosial media seperti sekarang, atlet sudah bak selebritis. Punya banyak fans. Jadi Fajar merasa bertanggung jawab untuk membagi apapun kondisinya pada orang-orang.

Ia lalu membuka aplikasi kamera. Ia melihat dirinya sendiri dihandphonenya dan merasa bahwa tampangnya jelas menunjukan bahwa ia tidak baik-baik saja. Tubuhnya yang memang sudah kurus menjadi lebih kurus lagi. Kulit wajahnya yang memang sudah gelap menjadi lebih gelap dan kusam. Jenggot dan kumisnya mulai tak terurus. Rambutnya sudah menipis dan mungkin tak lama lagi ia akan meminta agar rambutnya dicukur habis saja.

TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang