JayJom

828 82 11
                                    

Hiduplah Indonesia Raya......

Fajar menghembuskan nafasnya. Ia menurunkan tangan, menghadap ke depan lalu mengambil lagi piala dan boneka basil yang tadi ia letakkan di lantai sebelum menyanyikan lagu kebangsaan.

"Nangis lu?" tanya Rian pelan tapi lebih terdengar seperti ejekan ditelinga Fajar. Fajar buru-buru mengusap matanya dengan sekali gerakan. Ia tidak menjawab Rian dan mengalihkan tatapannya ke depan bersiap sesi foto.

Ia dan Rian  sebagai peraih medali perunggu berada di bawah bersama dua atlet dari Cina. Lalu para fotografer meminta semuanya naik ke podium utama. Karena podiumnya kecil, Fajar dan Rian maju dan merunduk.

"Misi koh, calon legend mau lewat," ujar Fajar pada seniornya. Ia langsung dihadiahi pukulan ringan dari Hendra Setiawan.

Fajar dan Rian patut berbangga. Mereka berhasil menyumbangkan medali perunggu pada kejuaraan dunia bulutangkis kali ini. Datang sebagai unggulan ke tujuh, mereka berhasil lolos ke semifinal meski pada akhirnya harus takluk di tangan seniornya, Hendra setiawan dan Mohammad ahsan. Tapi mereka senang. Siapa sangka mereka pulang membawa medali? Sebelum ini, mereka menjadi bulan-bulanan penggemar karena penampilan mereka yang menurun. Mereka bahkan tidak mengaktifkan sosial media cukup lama.

Mereka tidak membuka instagram. Mereka lebih banyak berinteraksi dengan keluarga dan teman-teman di sekitar. Meski sulit, apalagi untuk seorang Fajar yang terbiasa membagikan kegiatannya sehari-hari, pada akhirnya mereka terbiasa. Kalau bosan, jalan-jalan, nonton film, atau malah nambah jam latihan. Mereka pernah ketiduran di lapangan sampai besoknya jadi bahan tertawaan teman-temannya. Wahyu dan Berry berhasil mengabadikan momen dimana Rian menyandar didada Fajar. Bangun-bangun habis Fajar dipukul Rian. Katanya ini gara-gara Fajar yang mengajak latihan ekstra.

"Pengen......"

Fajar menoleh ke arah Rian yang duduk di sampingnya. Mereka baru masuk ke dalam bus yang akan membawa mereka ke hotel. Sebelum ini, mereka makan malam di kediaman duta besar Indonesia di Swiss. Fajar makan seperti orang kesetanan. Maklum, satu minggu tidak merasakan makanan Indonesia. Jadi tadi begitu melihat rendang, sate, soto dan cendol, ia kalap.

"Pengen apa?" tanya Fajar menanggapi perkataan Rian barusan.

"Ya pengen lagi," jawab Rian singkat. Nadanya pelan terkesan manja seperti anak kecil. Fajar mengernyit. Ini anak kenapa sih?

"Pengen eskrim? Pengen bawa pulang makanan yang tadi?"

Rian menggeleng dengan wajah polosnya. Fajar kesal. "Ya terus pengen apa?"

Rian diam. Ia melihat keluar jendela dan melihat suasana jalanan di Basel. Ia tersenyum kecil. Fajar memperhatikan pantulan wajahnya dikaca.

"Pengen kaya tadi. Naik podium lagi. Terus ngibarin bendera merah putih," ujar Rian akhirnya. Ia sandarkan kepalanya ke kursi lalu meluruskan kaki. Fajar mengikutinya. Ia lalu menoleh.

"Merinding ya?"

Rian mengangguk lucu.

"Gue juga pengen lagi. Setelah Asian Games, baru kali ini kita bisa dipodium lagi dan nyanyiin lagu Indonesia Raya."

Fajar memandang kosong ke atas. Pikirannya melayang ke masa-masa sulitnya dan Rian beberapa bulan belakangan. Ia sadar permainan mereka menurun . Ditambah dengan banyaknya tuntutan dan tekanan, rasanya kepalanya mau meledak dan akhirnya berpengaruh ke penampilan di lapangan. Bukannya membaik, mereka malah makin tak karuan. Lalu komentar orang-orang di sosial media yang seenak jidat menjudge mereka, Fajar ingin sekali berteriak dimuka mereka satu persatu. Kalau bukan karena Rian dan pelatih yang menenangkannya, ia sudah akan membalas berbagai komentar buruk itu.

Ia sebenarnya tipe penyabar. Tapi entah kenapa kemarin -kemarin ia bisa terbawa emosi. Komentar orang-orang sangat keterlaluan pikirnya. Maka akhirnya ia dan Rian menuruti nasehat pelatih untuk tidak membuka sosial media. Bukannya apa-apa, pelatih hanya tidak ingin mereka terus kepikiran dengan komentar buruk orang. Lebih baik fokus berlatih dan bungkam mulut orang-orang dengan prestasi. Dan inilah hasilnya, mereka membawa medali perunggu.

"Minggu depan kita harus juara lagi, Jar."

Rian menatap Fajar. Fajar menatapnya balik. Mereka lalu senyum tipis. Fajar melihat ada keseriusan dan niat yang besar dari mata Rian. Rian nampak menggebu-gebu. Dan Fajar senang melihatnya. Ia miringkan sedikit tubuhnya.

"Insyaallah. Asal kita bisa fokus kaya kemaren. Insyaallah kita bisa naik podium lagi," ujar Fajar lembut.

"Gak naik podium doang, Jar. Tapi juara," kata Rian sedikit menuntut.

Fajar senyum lucu. Rian ini kalau sudah mau sesuatu tidak bisa diganggu gugat.

"Iya, iya. Juara. Insyaallah."

Rian senyum senang. "Nanti nyampe bandara kita disambut gak ya? Dikalungin bunga gitu."

"Kayanya sih iya. Udah heboh banget itu disana karena koh Hendra dan Bang Ahsan juara dunia," jawab Fajar sekedarnya. Raut wajah Rian lesu lagi.

"Terus kita gak disambut gitu?"

"Ya disambut juga Iyaaaannnnnnn. Kan nyampe barengan. Mau medali perunggu, perak, emas. Intinya kita udah sama-sama ngibarin bendera merah putih di luar."

Rian mengangguk paham. Ia nampak senang lagi. Ia kembali menatap keluar jendela dan pelan-pelan menutup mata. Ia sedang bersemangat. Tak sabar ingin cepat-cepat sampai di Indonesia, istirahat lalu latihan lagi, pergi ke luar negeri untuk turnamen lagi lalu naik podium lagi. Pokoknya kali ini harus juara. Titik.

"Jom..." panggil Fajar sambil menggunvang bahunya. Rasanya baru beberapa menit ia terpejam.

"Hm.."

"Jom, bangun! Udah deket hotel ini."

Dengan kesal ia membuka mata dan menatap Fajar kesal.

"Apa sih?"

"Udah deket."

"Ya udah. Repot amat."

Fajar senyum gemas. Ia menegakkan tubuhnya lalu menghadap Rian. Wajahnya berubah serius. Rian, yang tadinya melihat ke depan jadi merasa risih diperhatikan seperti itu.

"Kenapa lu?"

"Gue...juga pengen, Jom."

Rian mengernyit. "Pengen apa?"

"Gue pengen......"

Rian diam. Menunggu Fajar melanjutkan perkataannya.

"Pengen...."

Rian bingung. Fajar nampak sangat serius. Matanya sayu, wajahnya nampak akan mengatakan sesuatu yang besar. Fajar lalu mendekatkan lagi tubuhnya lantas bersuara pelan.

"Gue pengen....."

Suara Fajar makin terasa seperti bisikan. Rian merinding.

"Gue pengen buang air."

Suara aneh terdengar. Mata Rian membulat dan seketika bau menyengat menyebar. Rian buru-buru mendorong bahu Fajar lalu menutup hidungnya.

"Anjir lu!!!"

Fajar tertawa terbahak-bahak. Sementara orang-orang di bus berlarian keluar sambil menutup hidungnya. Bahunya berkali-kali dipukul oleh pelatih dan teman-temannya.

"Fajar kentut!!!"

"Sialan lu Jar!!!"

"Bau woy!!"

Fajar tak peduli. Ia tetap di dalam bus sambil memegang perutnya yang sakit karena tertawa sejak tadi. Hingga tak ada siapapun  disana, tawanya baru mereda. Ia tatap punggung Rian lantas tersenyum.

"Gue janji. Kita bakal naik podium lagi dan banggain semua orang."



.
.
.

Ini bukan bagian dari Time ya. Saya cuma kangen aja sama mereka. Terus seneng banget mereka bisa bawa medali perunggu. Siapa sangka???? Gak masalah deh mereka update instagram sebulan sekali asal yg diupdate foto podium mulu.
Terus terus.....ada yang lagi pusing gak gara-gara dari kemaren mereka pake baju kembaran mulu? Haha. Dari atas sampe bawah loh. Maksudnya apa coba????

TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang