Part 18

759 92 8
                                    

Abaikan muka kami ya. Habis banjir nih gara2 anak dua ini minta restu buat nikah.

Buat Jombang....lu udah dewasa. Jagain tuh temen gue, Rani.

Buat Rani, gue doain lu tabah ngadapin sikap manjanya Jombang.

Dan buat badminton lovers serta fans setia mas Jom, jangan patah hati ya. Relain mas Jom buat teteh Rani. Kan masih ada aa' Lee yang jomblo.hahahaha

Rian geli sendiri membaca caption Fajar. 4 hari lalu, tepatnya sebelum ia dan Rani pulang, Fajar mengajak mereka berselfie. Dengan mata merah dan wajah basah, mereka tersenyum ke arah kamera. Fajar merangkul mereka disertai tawa lebarnya. Hasilnya, hingga hari ini komentar terus berdatangan. Sudah 32 ribu lebih. Ada yang turut senang atas rencana lamaran Rian. Ada yang sakit hati. Ada yang terharu melihat sikap Fajar. Ada pula yang menawarkan diri menjadi pendamping Fajar. Ucapan selamat juga langsung berdatangan dari kawan mereka sesama atlet. Ada yang kaget karena tidak tahu apa-apa. Ada yang mengejek. Dan ada yang memberikan petuah bijak seperti seniornya, Muhammad Ahsan. Pada intinya Rian tau, semua orang turut bahagia atas rencana lamarannya yang akan dilangsungkan besok.

Acaranya bisa dibilang serba mendadak. Hari itu juga, Fajar mengambil handphone Rian dan menelpon ibunya di Jogja. Dengan santainya ia berkata," Ibuuuu....ini anak ibu katanya udah gak sabar mau ngelamar teteh Rani. Ibu sama keluarga yang lain siap-siap ya. Besok Mas Iyan jemput."

Fajar melakukannya dengan wajah tanpa dosa. Seolah jarak antara Jogja Jakarta hanya seperti jarak antara rumah sakit dan apartemennya. Tapi semua sudah terjadi. Keluarga Rian sudah berkumpul di Jakarta dan bermalam di hotel. Rian juga demikian. Sekarang ia tengah duduk di tempat tidurnya sambil memandang keluar jendela. Melihat jalanan kota Jakarta yang masih sibuk.

Ia menghela nafas. Masih tak percaya dengan apa yang terjadi selama beberapa waktu ini. Ia seperti bermain roller coaster. Sebentar ia dihempas dengan kenyataan antara Fajar dan Rani, kemudian ia terbang lagi dengan pengakuan Rani akan perasaannya, ia jatuh lagi karena ulahnya sendiri yang membuat Fajar sakit, dan akhirnya ia dibawa ke atas lagi karena permintaan Fajar yang tak bisa ditolak.

Rian tak tahu harus senang atau sedih. Bersama dengan Rani jelas adalah impiannya. Tapi mengetahui kenyataan bahwa ada luka Fajar dibalik impian itu, ia masih merasa ragu. Apa ini semua benar?

Ini semua akan menjadi mudah jika sejak awal Fajar dan Rani jujur atas perasaan mereka. Tidak akan ada yang terluka. Tidak ada yang perlu berkorban segala. Dan sekarang ia sudah terlibat sangat jauh di dalamnya. Tak ada yang bisa ia lakukan selain mengikuti apa yang sudah direncanakan.

Bosan. Rian mengambil lagi handphonenya, mencari kontak Fajar. Ia mengirim pesan whatsapp.

Jar.....

Satu menit..

Dua menit...

10 menit....

Belum ada balasan. Padahal baru jam 9 malam. Apa Fajar sudah tidur? Harusnya belum. Kalau tidak salah malam ini ada Jojo dan Ginting yang menginap di rumah sakit. Mereka akan ikut untuk acara besok, langsung dari rumah sakit. Kata Fajar tadi sore saat mereka bertemu, besok Fajar akan pakai batik dan tidak mau kalah tampan darinya.

"Kali aja disana ada sepupunya Rani atau temennya yang nyantol ke gue. Eh tapi kepala gue mau botak gini tetap ganteng kan ya?"

Tidak ada yang bisa tertawa dengan lelucon seperti itu. Hanya Fajar mungkin yang merasa itu lucu. Dan mungkin memang hanya Fajar yang bisa seceria itu. Atau mungkin hanya kemampuan aktingnya saja yang terlalu bagus? Rian tidak yakin dimana lagi akan menemukan seseorang seperti Fajar. Orang yang selalu berdiri paling depan jika ia bermasalah. Orang yang selalu menawarkan  tangan ketika ia jatuh. Dan orang yang selalu menomorsatukan dirinya di atas siapapun. Apa kelebihannya sampai Fajar begitu menyayanginya? Fajar sudah seperti orang tuanya.

TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang