Part 6

828 75 2
                                    

"Loh, Jar?"

Fajar tersadar dari lamunannya. Ia melihat Ginting yang sepertinya baru dari luar terkejut menemukannya sudah ada diluar kamar. Sepertinya ia tidak bisa kembali ke kamar karena  setelahnya perhatian orang-orang yang ada di ruang tengahpun terpusat padanya. Rian yang paling cepat bangkit lalu mendekat.

"Kenapa gak panggil kita? Kursi roda lu mana?"

"Ada. Ah, apa sih, Jom. Lebay lu!" kata Fajar dengan entengnya.

Rian menghela nafas. Memang susah bicara dengan orang keras kepala seperti Fajar. Apa maunya harus dituruti. Mereka lalu kembali berkumpul di tengah. Fajar duduk di sebelah Kevin.

"Kita ribut, ya? Sorry..." ujar Wahyu, salah satu teman Fajar yang dulunya merupakan roomatenya.

"Udah gue bilang suara ketawa lu ditahan," seru Kevin.

"Gak apa-apa. Gue juga bosan di kamar terus. Lagi ngobrolin apa, sih? Heboh banget."

"Itu Kevin habis kena hukuman dari coach Herry karena semalam ketahuan pulang telat. Dia disuruh keliling lapangan 30x sambil teriak 'saya janji tidak akan nakal lagi'," jawab Wahyu dengan tawa yang nyaris menyembur lagi.

"Kak Kevin juga harus senyum sambil lari," tambah Reza, patner baru Rian.

"Ketawa aja terus," gerutu Kevin.

Dalam situasi seperti ini biasanya Fajar yang paling semangat menimpali dengan ejekannya. Tapi kali ini ia tidak begitu antusias. Sejak melihat Rani, ia merasa tidak tenang. Rani juga nampak menghindari kontak mata dengannya. Apa ini cara Rani untuk melupakan omongannya waktu itu?

Jika benar seperti itu, maka ia lega. Lebih baik begini. Ia justru takut kalau Rani nekat mengingat pengakuan Rani minggu lalu. Sungguh, disituasi berbeda jelas ia akan tertawa kegirangan mendengar bahwa Rani juga menyukainya. Tapi dalam situasi sekarang, ia berharap itu tak pernah terjadi. Ia tak ingin menyakiti Rian.

"Latihan sore udah mau mulai, nih."

Perkataan Reza membuyarkan lamunan Fajar. Ia melihat Kevin dan Wahyu berdiri, mungkin ke asrama mereka untuk mengambil perlengkapan latihan. Fajar lalu bersuara.

"Gue ikut dong. Pengen liat kalian latihan."

Rian tersenyum. "Boleh. Tapi....."

Fajar menghela nafas. Tanpa dilanjutkan, ia tahu syarat apa yang diajukan Rian. Ia pasti disuruh menggunakan kursi rodanya. Maka tanpa sangkalan, ia diam di kursi, menunggu Rian mengambil kursi roda dari kamar lalu menyuruhnya duduk disitu.

"Anak pinter. Rani yang bantuin lu, ya. Gue mau siap-siap dulu."

Rian langsung pergi meninggalkan Fajar dan Rani berdua saja. Canggung. Fajar diam. Rani juga diam. Lalu tak lama, Rani berinisiatif untuk mendorong kursi rodanya. Tanpa suara, mereka keluar dan berjalan menuju gedung tempat latihan para atlet yang hanya berjarak sepuluh meter dari asrama. Sepanjang jalan, tak ada suara. Fajar ingin memulai suatu topik, tapi mendadak otaknya buntu. Ia mendadak seperti Rian yang suka diam. Padahal biasanya ada saja hal yang bisa ia bicarakan. Ia bahkan tak menggubris sapaan dari kawan-kawannya yang juga sedang  berjalan menuju tempat latihan. Dan karena terlalu asyik dengan pikirannya, Fajar tak sadar ia sudah berada di lapangan.

"Fajar!!" seru salah satu pelatihnya, coach Aryono.

"Kapan balik dari rumah sakit?"

Fajar tersenyum. "Kemarin, coach. Coach Herry mana?"

Coach Aryono melihat sekeliling dan menemukan orang yang dicari rupanya baru tiba.

"Nah, itu koh Herry."

TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang