8. Bali yang Buruk

317 51 0
                                    

Mia baru saja selesai memasukkan bahan makanan dan beberapa botol minuman ke dalam kabinet dan lemari es. Dia baru saja sampai apartemennya setelah berbelanja di supermarket untuk mengganti bahan makanan yang sudah basi.

Mia sudah mengenakan pakaian santainya dan membuka laptopnya. Agenda Mia siang ini adalah untuk mencari apartemen baru, dia sudah bertekad akan mencari tempat tinggal baru.

"Apa gue pindah ke Lombok sekalian ya?" 

Mia mengacak rambutnya frustasi,"aiiissh gue ga punya duit banyak lagi!"

Baru Mia mengetikkan apartemen di Bali, pintu unitnya diketuk. Mia langsung beranjak dari duduknya dan membuka pintu.

Mia dibuat terkejut setelah melihat siapa orang yang mengetuk pintu apartemennya. Wajahnya langsung memucat.

.

.

.

Lio baru saja masuk ke dalam mobil, dia dijemput oleh salah satu kru yang sedang syuting di Bali. 

"Langsung ke hotel bos?" tanya Dika sambil menyetir.

Lio hanya mengangguk, dia masih mengantuk dan badmood. Pesawatnya sempat delay sampai 3 jam dan membuatnya benar-benar bete menunggu.

Sepanjang jalan ia berusaha memejamkan matanya, tapi entah kenapa kantuk yang tadi datang sudah pergi. Lio memilih membuka ponselnya dan melihat chat masuk, rata-rata laporan kerjaan.

"Produksi aman Dik?"

"Aman bos, cuma kendala cuaca doang. Tapi masih oke," jawab Dika.

Lio manggut-manggut. Ia lalu menoleh ke arah kiri ketika mobil yang ia tumpangi berhenti di lampu merah. Lio tahu jalan ini, karena sebenarnya tujuan dia ke Bali adalah untuk ke jalan ini, ke apartemen Mia. 

"Dik, depan belok kiri," perintah Lio. 

Dika sempat menatap bosnya bingung, karena dia tahu itu bukan jalan menuju hotelnya. 

"Mau kemana bos?"

"Ada perlu bentar di situ," ucap Lio tidak secara gamblang.

.

.

Tenaga Mia kalah dengan laki-laki tinggi besar yang saat ini sudah masuk ke dalam apartemennya. Dia gagal menutup pintu apartemennya agar Johan, papa tirinya, tidak bisa masuk.

Laki-laki itu menyeringai melihat wajah ketakutan Mia yang terus mundur saat dia berjalan mendekat.

"Ma...mau apa lo?!" ucap Mia ketakutan namun dia berusaha untuk berani.

"Papa tahu kamu menghindari mamamu kan?" ucap Johan.

"Lo bukan bokap gue!" 

Plak

Satu tamparan dari tangan Johan mendarat di pipi kiri Mia. Pipi wanita cantik itu langsung merah karena tangan besar Johan.

"Berani bener kamu teriak sama papa kamu hah?" ucap Johan.

Mia diam tapi matanya mencari benda yang bisa menjadi pelindungnya saat ini. Johan semakin mendekati Mia membuat wanita itu semakin mundur dan punggungnya menubruk dinding. 

Johan tersenyum menang,"Kamu ga kangen papa?" 

Dengan berani Mia meludahi wajah Johan. Pria itu jelas sangat marah mendapatkan perlakuan seperti itu dari anak tirinya. 

"Ternyata lo lebih suka cara kasar?" tanya Johan dengan suara rendah nan menakutkan.

Mia langsung berlari ke arah pantry untuk mengambil pisau dapur. Johan berlari menghampiri Mia dan menarik tangannya agar gagal mengambil pisau.

"Berani lo?" 

"Gue ga takut," tantang Mia.

Dengan tangan kirinya yang bebas, Mia mengambil garpu di keranjang kecil. Dengan kekuatan penuh Mia menggoreng garpu ke lengan Johan.

Laki-laki itu menjerit kesakitan, melepas tangan kanan anak tirinya. Mia mengambil kesempatan untuk berlari, namun sayang Johan lebih gesit. Dengan kedua tangannya, Johan menahan tubuh Mia dan mengangkatnya membawa ke ranjang. 

Mia dia letakkan dengan kasar dan ia pukuli wajahnya untuk membuat Mia diam, namun perempuan itu masih tetap sadar dan melawan. Johan semakin kasar dan merobek baju Mia. Kaki Mia tidak bisa bergerak karena diduduki oleh Johan. 

"Wow! Tubuh kamu masih tetap mulus sayang," ucap Johan sembari mengusap dada Mia. 

Mia terus memberontak dan menjerit berusaha melepaskan diri dari pria bajingan yang menindihnya. Kedua tangannya dicengkram dengan kuat oleh Johan, Mia hanya bisa menangis dan menjerit saat dia merasakan basah di dadanya. Dia bisa pastikan Johan sudah mencium dan menjilati dadanya.

Kedua tangan Mia terus bergerak sampai akhirnya tangannya terlepas karena Johan memilih menggunakan kedua tangannya untuk menyentuh tubuh mulus anak tirinya itu. Mia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, dia terus meraba meja di dekat ranjangnya untuk mencari sesuatu untuk bisa dia gunakan untuk melawan Johan. 

Sampai akhirnya Johan duduk tegap dan berusaha melepas bajunya. Tangan Mia menemukan gunting di meja, dia lalu menggunakan gunting itu untuk menggoreskan perut hingga dada Johan. 

Pria itu menjerit kesakitan dan menatap tajam Mia. Melihat Johan yang tak lagi menindihnya, Mia langsung berdiri dan pergi ke dapur untuk mengambil pisau dapurnya tadi. Johan tertawa sinis, dia tidak begitu kesakitan setelah melihat luka goresan di tubuhnya, Mia mengacungkan pisau ke arahnya. 

"Oke oke, mungkin kamu belum ingin bersenang-senang hari ini, papa di sini terus menunggu kamu siap bersenang-senang," ucap Johan dan diakhiri dengan kedipan serta ciuman jauh yang membuat Mia jijik. 

Tubuh Mia merosot setelah laki-laki itu hilang dari hadapannya dan apartemennya. Dia melihat betapa berantakan apartemen dan dirinya sendiri, baju robek, darah bercecer di lantai, benda-benda jatuh. 

Mia menangis dan menjerit, pisau di tangan kanannya langsung ia gunakan untuk menggores tangan kiri dan kedua kakinya bergantian. Cara ini selalu ia gunakan agar dia bisa kembali tenang dan tidak lagi merasa marah. 

.

.

"Gue tunggu di cafe depan ya bos," ucap Dika sambil menunjuk salah satu cafe bercat coklat.

"Lo tinggal gpp Dik, bisa aja gue lama," ucap Lio sebelum turun dari mobil.

"Ya ntar kabarin aja deh, gue mau ngopi bentar, masih break juga."

"Terserah lo deh," ucap Lio lalu turun dari mobil,

Lio akhirnya minta diantarkan ke apartemen Mia sebelum ke hotel. Dia memang harus minta maaf terlebih dahulu dengan Mia.

Lio langsung naik ke lantai unit Mia, sepanjang perjalanan menuju unit Mia dia terus memikirkan kalimat apa yang pas untuk dia mulai. Dia bisa menebak perempuan itu akan mencak-mencak karena diminta untuk merubah lagi skrip yang sudah susah payah ia kerjakan. 

Lift sudah mengantarkan Lio menuju lantai 5 tempat dimana unit Mia. Lio terus menarik dan mengeluarkan nafasnya perlahan, dia tidak menampik jika sedang gugup.

Sampai di depan unit Mia, Lio melihat pintu tidak tertutup. Laki-laki itu sedikit ragu untuk membuka pintu.

"Mia?" panggilnya dengan ketukan di pintu namun tidak ada jawaban.

Lio memberanikan diri membuka pintu dan masuk ke dalam unit. Dia kaget melihat betapa berantakannya unit Mia.

"Mia?" Lio terus berjalan masuk dan mencari-cari si pemilik apartemen. 

Lio kaget mendapati Mia  yang terduduk dengan tangan dan kaki berdarah-darah serta bajunya yang robek.

"Mia! Mia!" Lio mengangkat wajah Mia dan melihat perempuan itu memejamkan matanya. 

Lio mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Dika.

"Lo bawa mobil ke depan lobby apartemen sekarang!!" perintah Lio.

.

.

.

tbc

Arms OpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang