Lio dan Mia masuk ke dalam unit apartemen dengan kantong belanjanya masing-masing, Lio akhirnya tergoda untuk membeli sepatu dan baju.
Jam 10 malam lewat 5 menit keduanya baru sampai apartemen. Mia dan Lio langsung masuk ke dalam kamarnya masing-masing untuk mengganti baju dan mandi.
Selesai mandi singkatnya, Lio mengambil satu botol air mineral dingin di lemari es dan membawanya ke sofa, sebelum duduk dia membuka pintu kaca agar angin dari luar masuk. Lio yang sudah duduk di sofa memunggungi pintu kaca, menyalakan rokoknya.
Baru saja mengeluarkan asap nikotinnya, Mia keluar dari kamar dengan sudah memakai piyama pendek bergarisnya. Menatap Lio lalu ikut bergabung duduk di sofa.
Lio menyodorkan rokoknya menawarkan ke Mia, ditolak.
"Tumben," ucap Lio sambil melempar bungkus rokoknya.
"Lagi males aja," ucap Mia sambil melihat ponselnya.
Keduanya diam, tidak ada obrolan yang ingin dibahas sepertinya. Mia sibuk dengan ponselnya, sedangkan Lio dengan rokoknya sambil menatap langit-langit ruangan.
"Masa lalu lo kayak apa Mi?" tanya Lio memecah keheningan.
Mia menatap Lio seakan tidak percaya dengan pertanyaan yang dilontarkan, apa dia lupa padahal laki-laki di sebelahnya tahu gimana buruknya masa lalu Mia.
Sadar jika salah bicara, Lio menatap Mia yang melihatnya garang.
"Maksud gue pacar lo," ralat Lio.
Mia lalu membuang muka dan kembali menatap ponsel. Laki-laki di sampingnya makin merasa tidak enak karena sudah menyinggung perasaannya.
"Kepo lo," ucap Mia lirih.
"Emang, tadi Mimi bilang masa lalu lo sama kayak gue," ucap Lio sambil membuang abu di rokoknya ke asbak.
Mia meliriknya sambil berdecak, dia sebal sahabatnya lancang bicara soal pacarnya dulu.
Lio sudah menyandarkan punggungnya di kursi dan menatap Mia, menunggu pertanyaannya dijawab.
"Ya sama, ditinggal sama yang lain tapi bedanya gue ga ditinggal kawin," jawab Mia setengah menyindir Lio.
Kali ini giliran Lio yang berdecak sebal.
"Itu, sebelum atau sesudah lo di...." Lio merasa tidak enak melanjutkan kata-katanya.
"Sebelum," ucap Mia tahu kemana arah omongan Lio.
Lio hanya manggut-manggut tidak enak.
Keduanya kembali diam dan larut dalam pikirannya masing-masing.
"Lo belum bisa tidur nyenyak Mi?" tanya Lio setelah hening lama.
"Ya gitu lah," jawab Mia malas.
Lio mengeluarkan asap dari mulutnya sebelum bicara.
"Kayaknya lo harus punya pacar," ucapan Lio membuat Mia menatapnya bingung.
Lio melirik ke kanan,"loh gue ga salah kan?" ucapnya kemudian.
Mia kembali menatap ponselnya, tidak berkomentar.
"Ya paling ga kan lo bisa seneng-seneng sama pacar lo, lo jatuh cinta, lo bahagia, lo ngerasa ringan, tidur lo enak, lo juga lupa sama yang buruk-buruk," celoteh Lio.
"Gue ga percaya sama orang," ucap Mia.
"Sama gue?"
Mia menatap Lio sekilas.
"Gak," jawab Mia singkat.
Lio menghela nafas.
"Gue paham sih, gue juga susah percaya sama orang. Gue jomblo lama bukan karena susah move on, tapi masih trauma," ucap Lio.
Mia hanya diam tidak menanggapi, dia justru fokus main Hago.
"Kita punya pengalaman yang sama, kita punya ketakutan yang sama takut percaya sama orang, kenapa kita ga saling belajar aja? Belajar buat percaya sama orang, em maksudnya lo ke gue terus gue ke elo juga gitu," ucap Lio sedikit belibet.
Mia sudah meletakkan ponselnya dan menatap Lio.
"Maksud lo?" tanya Mia belum paham, jelas Lio ga begitu bener ngomongnya.
"Ya gini, intinya kita berdua berusaha buat sembuh."
"Caranya?" Mia melipat tangannya dan menatap tajam Lio.
"Kita berdua saling percaya," Lio merubah posisi duduknya menghadap Mia dengan kedua kaki dilipat.
"Oke, gue percaya sama lo, kalau gue ga percaya sama lo gue ga bakal di sini ngebiarin lo ngatur hidup gue, gue percaya karena lo bakal ngelindungin gue ngejaga gue dan rahasia gue, apa lagi?"
"Bukan itu, bukan sebatas itu. Lebih Mi, belajar buat saling......" Lio menggerak-gerakkan tangannya ke dia dan Mia bergantian,"sayang....mungkin."
"Lo kenapa sih?" Mia masih bingung.
"Kita....aah...!!! taulah Mi!" Lio beranjak dari duduknya.
"Ayam bakar yang lo makan ada jampi-jampinya ya Yo? kok lo aneh?"
"Bodo amat!" Lio mengambil rokok dan menutup pintu kaca lalu masuk ke dalam kamarnya.
"Lo kenapa sih? Kok lo marah?!" teriak Mia pada Lio setelah pintu kamarnya ditutup sedikit keras.
Mia masih bingung dengan maksud omongan Lio, dia nyoba memahami. Tapi pada akhirnya Mia mengambil ponselnya lagi untuk main Hago lagi. Ga peduli sama omongan Lio tadi yang bikin bingung.
Tapi sedetik kemudian, Mia tampak berpikir.
"Dia ngajakin pacaran?" tanya Mia bingung.
. .
Di kamarnya, Lio sudah tengkurap dan menutup wajahnya dengan bantal. Dia menyesal telah melakukan hal yang menurutnya memalukan.
"Kenapa gue ngomong ga jelas kayak gitu sih, apa tujuan lo bego?" ucapnya pada dirinya sendiri.
Lio jadi teringat omongan Mimi dan papanya soal pasangan.
"Bisa jadi di luar sana ada cewek yang sama takutnya kayak kamu, kalau dia ketemu kamu, kalian bakal lebih paham satu sama lain dan ga bakal nyakitin satu sama lain, karena pernah punya masa lalu yang sama," kata Candra.
Lio jadi inget takutnya Mia untuk percaya sama orang dan memulai hubungan dengan orang baru.
"Yo, orang yang sama-sama pernah dapet luka yang sama bakal bisa lebih ngehargai hubungan. Gue yakin dua orang itu bakal bahagia dan ngerasa nemu rumahnya," ucap Mimi.
Lio kemudian mengambil earphone yang ada di meja samping tempat tidur, dia memilih mendengarkan lagu agar bisa cepat tidur dan melupakan 'kebodohannya' yang buru-buru ngajakin Mia buat 'akrab' alias terapi pdkt.
.
.
.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Arms Open
General FictionKenangan buruk di masa lalu, membuat Mia dan Lio tidak percaya apa itu cinta. Kedekatan keduanya karena pekerjaan membuat Mia membongkar rahasianya yang sudah dia tutup rapat selama ini. Bagaimana Lio dan Mia menyelesaikan traumanya?