Lamaran

593 26 6
                                    

Pernikahan yang terjadi antara aku dan Amar, tidak berlangsung begitu saja. Kami berdua harus menjalani beberapa pendekatan seperti dulu lagi. Dimana saat itu kami akan saling mengobrol, jalan-jalan dan menghabiskan waktu berdua. Hal itu terjadi berkat Dokter Baek yang membagikan nomorku kepada Amar, dan sebaliknya.

Aku jadi teringat, bagaimana pertemuanku dan Amar untuk pertama kalinya lagi setelah kurang lebih 5 tahun berlalu.

Sebelum kami bertemu lagi secara mendadak, Amar telah sering menghubungiku meski kami hanya berbicara singkat tanpa obrolan yang berat seperti ajakan untuk menikah.

Sore itu, aku juga sedang berjalan biasa untuk sekedar mencari angin di luar rumah. Biasanya, aku akan mengelilingi beberapa tempat yang bisa kujadikan sebagai media untuk mencuci mata serta merilekskan pikiran.

Dengan earphone yang sudah terlilit di leherku, aku baru berniat untuk mencoba memasangnya ke telingaku dan akan memutar beberapa lagu yang bisa mengiringi setiap langkahku.

Tapi karena begitu sibuknya mataku menatap layar handphone, sampai membuatku tidak fokus menyadari benda yang berada tepat di depanku. Atau, lebih tepatnya seseorang yang berada di depanku.

Tubuhku yang kecil bertabrakan dengan tubuhnya yang tinggi menjulang, dan akibatnya handphoneku hampir terjatuh ke jalanan, jika saja orang itu tidak menyergapnya lebih dahulu.

Aku mungkin saja akan mengumpat jika hpku benar-benar jatuh, meskipun itu juga merupakan bagian dari kesalahanku sendiri. Tetapi bagaimanapun, momen seperti ini tidak akan bisa terjadi jika seseorang itu bisa menggunakan matanya untuk berjalan menghindariku lebih dahulu.

Dengan gerakan refleks, kepalaku langsung mendongak keatas, begitu mendapati sesuatu yang cukup asing di penglihatanku. Ternyata, orang itu tengah memakai balutan seragam serta atribut lengkapnya sebagai pilot, berkat pakaiannya yang menonjol itulah yang membuatku penasaran.

"Cassie?"

"Amar?"

Kami sama-sama spontan menyebut nama masing-masing.

Peristiwa ini seperti mengingatkanku pada sesuatu, yang tentu saja saat ini belum tercerna habis dalam otakku. Karena sebenarnya orang yang tidak sengaja kutabrak itu adalah Amar.

Mengapa kejadian waktu itu terulang lagi padaku?

Saat dimana aku dan ayah baru saja tiba di bandara Sultan Hasanudin dan sedang bergegas untuk berjalan menuju pintu keluar, tapi karena kurangnya kefokusanku serta tubuhku yang juga sedikit oleng. Aku juga sampai tidak sengaja menabrak Amar, tetapi perbedaannya adalah dalam peristiwa waktu itu, hpku telah benar-benar jatuh karena terbanting di lantai bandara.

Perbedaan kedua juga dapat dilihat pada kondisi Amar yang dulu hanyalah seorang cowok berwajah cuek dengan memakai kaos, sedangkan sekarang dia telah memakai seragam kerjanya.

Kemudian pada akhirnya, aku kembali dibuat tersadar ketika Amar dengan suaranya yang tegas terdengar memanggil namaku.

"Cassie, hpmu." Amar langsung menyodorkan handphoneku itu dengan tangannya yang terlihat begitu menarik dan besar

Aku tentu saja tersenyum kikuk melihatnya, tapi tanpa kusadari tanganku sudah bergerak untuk mengambil handphone-ku yang berada di genggaman tangannya Amar. "Te-terima kasih."

"Tidak perlu berterima kasih, seharusnya aku yang meminta maaf. Karena aku sampai harus menabrakmu lagi."

Mendengar penjelasan dan permintaan maaf itu membuatku heran, kurasa Amar telah membaca isi pikiranku yang barusan. Dan entah kenapa, sekarang aku yang merasa menyesal karena berjalan dengan tidak fokus.

My Perfect PilotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang