Selama ini waktu telah berlalu begitu cepat, aku dan Amar telah menghabiskan waktu hampir dua bulan lebih hidup dan tinggal bersama dengan Amar.
Aku pun mulai mengerti apa saja kebiasaan Amar, apa saja yang disukai Amar, dan apa yang bisa kulakukan demi membuat Amar nyaman dan bahagia bersamaku.
Seperti dengan saat aku sudah bersiap bangun pagi-pagi sekali, untuk mengingatkan bahwa Amar memiliki jadwal kerja di hari ini. Karena biasanya Amar harus berangkat pagi-pagi sekali untuk kerja.
Cahaya mentari yang terlihat mulai memaksa masuk membuatku cepat-cepat menyibak kain yang menggantung panjang di depan jendela kamar ini.
Saat aku telah berbalik menghadap ke arah tempat tidur, wajah Amar yang berada di luar selimut terlihat memberi respon menggigil karena penggunaan AC yang terasa begitu dingin.
Rambut-rambut serta parasnya memberi respon saat terkena hembusan kesejukan. Sapuan dingin itu pun memaksa agar Amar mengaktifkan kesadarannya.
Sayup-sayup kelopak matanya terangkat, bersamaan dengan pancaran sinar matahari yang menyambutnya.
"Apakah kamu tidur dengan nyenyak?" tanyaku iseng disusul dengan suara tawaku yang langsung berjalan pergi meninggalkan Amar.
Suara bising gelas kaca yang tertatak di atas meja, membuat Amar segera bangkit dan menyusul ke arah dapur untuk melihat apa yang sedang istrinya lakukan.
"Apa yang ingin kamu lakukan dengan gelas-gelas kaca itu?"
"Oh, ini ... aku ingin membuat sirup jeruk untukmu dan untukku."
"Wah, kamu rupanya baik sekali, Sayang."
Setelah berhasil memujiku, Amar langsung menarik kursi dan mendaratkan pantatnya dengan lembut di atas kursi, tersenyum dengan wajah yang begitu menggoda.
Aku mungkin tidak akan berpikiran yang aneh-aneh, tapi mimik wajah Amar selalu berhasil membuat pikiranku berada di luar kendaliku sendiri.
Sebenarnya aku memang mempunyai pikiran yang kotor, tapi tidak sekotor saat aku telah tinggal bersama dengan Amar. Amar membuatku memaksa menghilang rasa malu saat tinggal bersamanya.
Daripada aku harus bingung dan gila sendiri dengan perlakuan Amar, aku memutuskan untuk mengalihkan pandanganku dan segera menuangkan perasan air jeruk itu pada gelas milikku dan milik Amar.
Aku juga berusaha cepat untuk mengambil sebotol air dingin yang ada di dalam kulkas, dan setelah itu menumpahkan airnya ke dalam gelas sampai terisi penuh.
Tanganku bergerak membawa segelas jus jeruk pada Amar dan tanganku yang lain membantuku untuk meminum jus jeruk yang telah kubuat itu. Tapi, belum terhitung tiga tegukan aku mencoba untuk meminum jus jeruk dan menghabiskan, aku justru merasakan ada sensasi aneh yang tiba-tiba meradang di tenggorokanku.
Seperti ada sensasi yang memaksaku memuntahkan isi dalam perutku, apakah gejala penyakit kronis lambungku sedang kambuh?
Namun ini tidak seperti biasanya, karena bersamaan dengan perasaan yang membuatku ingin muntah, tubuhku melemas seketika.
Aku tidak tahu mengapa kepalaku rasanya pening, lidahku juga terasa pahit bahkan setelah aku habis mengecap jus jeruk buatanku sendiri, hingga keringat muncul dan mengucur di saat dahiku sedang memicing.
"Cassie, kamu kenapa?" tanya Amar dengan nada khawatir, dan langsung refleks mendorong kursi yang tadi ia duduki. "Apa kamu sedang merasa mual, Sayang?"
Amar langsung bergegas menopang tubuhku seraya menghapus pelu yang di dahiku. Aku hanya bisa menatap sekilas, tidak tahu harus berekspresi seperti apa, karena ada rasa yang membuatku tidak nyaman dengan tubuhku sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Pilot
RomanceCassandra, tidak ingin jika dirinya harus menikah dikarenakan perjodohan, karena menurutnya menikah itu harus atas dasar cinta. Tapi, ia juga tidak tau jika takdir telah membuatnya harus menjalani pernikahan dengan orang yang sempat dijodohkan denga...