Setelah mendapat perlakuan lembut dari Amar, aku pun sempat tertidur pulas selama beberapa saat. Namun, ketika aku terbangun kembali, Amar telah lebih dulu menghilang dari atas tempat tidur.
Aku tidak yakin sejak kapan dan aku pun tidak punya kesempatan untuk melirik berapa jam waktu telah berlalu, sebab yang kupikirkan sekarang adalah... "Kemana perginya, Amar?"
Tidak seperti biasanya aku menjadi begitu sedih seperti ini, seperti aku tidak sanggup mengontrol perasaanku sendiri.
Bahkan dibenakku sendiri terdapat banyak perselisihan yang membuatku tambah bingung dan semakin sedih.
"Amar, kamu dimana?" suaraku yang lemah mencoba memanggil namanya.
Lalu entah mengapa, tiba-tiba saja aku langsung mendengar sebuah suara dentuman keras yang berada di suatu ruangan yang nampaknya cukup jauh dari arah kamarku berada.
"Amar apa itu kamu?"
Hembusan nafasku terbuang sesaat setelahnya, tampaknya tidak ada siapapun yang menjawab dan pikirku mungkin karena volume suaraku yang terlalu kecil. Jadi, sejak itu pula kuputuskan untuk mencoba mengecek asal suara dentuman tadi.
Selangkah demi selangkah, aku mencoba mendekati arah dapur. Aku yakin dengan sangat, jika dentuman keras tadi berasal dari sini.
Lalu demi untuk melindungi diriku sendiri, tak lupa aku memegang sebuah sapu dan raket nyamuk, jika terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan saat aku mencoba memeriksanya.
Tanpa kusadari, aku kini telah berada di dapur. Kulihat sesuatu yang aneh tapi pada akhirnya justru hal aneh ini bisa membuat cekungan di garis bibirku.
Ternyata, pelakunya adalah Amar sendiri.
Jika kalian penasaran mengapa tadi aku mendengar bunyi dentuman di dalam dapur, saat itu Amar mengatakan bahwa ia tidak sengaja menyenggol sebuah wajan yang ada di gantungan dinding dan akhirnya wajan itu terjatuh ke dalam wastafel tempat untuk mencuci piring.
Dan aku hanya bisa tergelitik tawa ketika mendengar pengakuannya tadi.
"Untuk apa kamu melakukan ini, Amar?"
"Aku melakukan ini hanya untukmu, Sayang. Kamu pun pasti tau akan hal itu."
Pipiku rasanya tersipu merah mendengarnya berkata begitu, memang bukan main jika Amar selalu membuatku terkejut dengan apapun yang ia lakukan dan semuanya selalu terkesan manis di dalam ingatanku.
"Apa aku boleh membantumu sedikit?"
"Tidak boleh, Sayang. Aku sengaja melakukan ini sendirian dan memang sengaja tidak membangunkanmu saat tidur tadi, hanya agar bisa memberikan sebuah kejutan kecil untukmu. Setidaknya aku juga ingin mempersiapkan penyambutan kecil untuk beberapa anggota keluarga kita yang akan datang nanti malam."
"Oke, tapi bukannya Kak Rika akan datang membantu kita mengurus acara nanti malam?"
"Iya, benar, tapi Kak Rika belum bisa datang untuk sekarang, dia baru bisa datang setelah jam 3 sore nanti dan pastinya waktu yang kita punya akan berjalan mepet, jika tidak mencoba mempersiapkannya sekarang."
"Jika begitu, mengapa kamu tidak membiarkanku untuk membantumu?"
"Cassie sayang, akukan sudah mengatakan hal itu sejak tadi. Lagipula aku tidak melarangmu untuk membantuku, tapi alangkah baiknya jika kamu lebih baik duduk dan menyemangatiku saja."
"Amar..." rengekku pelan, mencoba memperlihatkan ekspresi ngambekku ke hadapan Amar. Namun, sayangnya langkah ini tidak berhasil.
"Tolonglah, Sayang. Menurutlah sedikit, demi kebaikanmu dan kebahagiaan anak kita." Amar tersenyum sumringah kepadaku "Lagipula anak kita pasti bangga nanti, kalo tau Ayahnya yang tampan ini ternyata pintar masak," Amar berlaga congkak dan masih dengan senyuman yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Pilot
RomanceCassandra, tidak ingin jika dirinya harus menikah dikarenakan perjodohan, karena menurutnya menikah itu harus atas dasar cinta. Tapi, ia juga tidak tau jika takdir telah membuatnya harus menjalani pernikahan dengan orang yang sempat dijodohkan denga...