Manis sekali

423 22 7
                                        

Pagi itu aku meloya di saat Amar tengah mencoba untuk membangunkanku, aku sedikit tidak bisa menahan gejolak aneh ini, bahkan karena gejolak seperti ini yang telah membuat tubuhku nyaris tak bisa berdiri dengan seimbang.

Tapi disatu sisi lainnya, aku masih dapat mendengar suara tegas Amar yang membuatku refleks sedikit menoleh ke samping, dan melihat Amar sedang berjalan mendekatiku.

"Kamu kenapa?" Alis matanya yang bertaut, terlihat sangat tajam saat ia fokus memperhatikan raut wajahku yang terus menunjukkan kegelisahan.

"Aku merasa mual."

Amar terus menatapku dengan tatapan dingin, dan itu kembali membuat perasaanku tidak enak lalu terpaksa aku memilih untuk menundukkan pandanganku darinya.

Kemudian Amar mengulurkan tangannya ke pundakku untuk membantuku berjalan, saat aku mulai berjalan di sampingnya, satu tangannya yang lain juga langsung bergerak merengkuh pinggangku.

Hal ini sempat membuat tubuhku kaku, menghadapi kontak fisik pertamaku setelah kami berdua resmi menikah.

Namun, berbeda dengan aku yang berubah gugup. Amar tampak tenang, serta dengan matanya yang terus terfokus ke depan sembari terus menuntun langkahku meninggalkan tempat tidur.

Ketika Amar membukakan pintu kamar mandi, dan kembali rasa mual mendera hingga kepalaku tertunduk lesu di atas wastafel, dan akhirnya memuntahkan isi perutku yang sangat sedikit.

Aku langsung menyalakan kran air, dan membersihkan semuanya. Aku kembali menegakkan tubuhku, dan menoleh ke sampingku.

Amar menyodorkan tisu untuk membasuh mulutku yang basah dan aku merasa canggung ketika melihat Amar masih tetap berdiri di hadapanku seolah tidak peduli apalagi merasa jijik dengan kegiatan yang tadi kulakukan.

"M-maaf."

Amar hanya membalas dengan senyuman sumringah. Dan melihat itu membuatku berpikir bahwa Amar telah mencoba untuk menjagaku sesuai dengan janjinya saat menikahiku.

Setelah keadaanku perlahan tenang, aku kembali melangkah mendekatinya, dan Amar langsung berkata. "Semua akan kulakukan demi menjagamu, Cassie."

Hanya itu yang ia ucapkan, tapi hanya kata itu juga yang membuat dadaku bergetar hebat. Belum lagi, ia kembali menarik tubuhku ke dekatnya dan merengkuh pinggangku lagi.

Amar membawaku masuk ke dalam kamar, sebenarnya perasaan mual tadi terjadi karena aku terlalu pusing memikirkan kondisi kesehatanku sekarang. Karena lusa, aku harus menjalani operasi dan aku tidak punya persiapan apapun untuk itu. Ditambah, aku tidak makan apapun semalam.

Mengenai apa saja yang telah terjadi, setelah pernikahanku dan Amar berlalu selama dua hari lebih. Aku dan Amar belum pernah melakukan satu pun hubungan yang spesifik, bahkan untuk menyentuhku secara langsung itu baru saja terjadi barusan. Amar yang terlalu sibuk dengan urusan pekerjaannya, dan aku juga yang sibuk memulihkan keadaanku sebelum operasi akan dilaksanakan nanti.

Aku terbaring dalam keadaan resah di atas kasur, Amar menyuruhku untuk beristirahat. Awalnya aku menolak, tapi pada akhirnya mataku tertutup juga dan aku tertidur selama beberapa saat.

"Bagaimana keadaanmu?"

Pertanyaan itu menyadarkanku dari tidur yang singkat, aku melihat Amar telah melepaskan kemejanya. Aku tidak menyadari sejak kapan Amar telah berada di kamar lagi, dan telah berapa lama waktu yang kuhabiskan untuk tertidur.

Tetapi justru dengan keberadaan Amar di sini, sempat membuatku malu karena melihat tatapan berbeda yang ia berikan. Dan jangan lupakan, dia juga membawa satu bonus lagi, yaitu makanan yang berada digenggamannya.

My Perfect PilotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang