Menuntut cinta

171 7 2
                                        

Berbukalah dengan yang manis-manis!

Tampaknya senja kala akan datang sebentar lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tampaknya senja kala akan datang sebentar lagi. Warna awan yang telah berubah jingga disebabkan oleh sinar matahari yang perlahan menurun di sisi barat, menjadi pertanda bahwa sudah waktunya kami berdua pulang.

Aku yakin bahwasanya Amar tidak akan mengajakku menginap di atas perbukitan ini sambil berkemah di bawah rindangnya pepohonan. Walaupun sejujurnya memang berada di tempat ini dalam waktu yang cukup lama akan terasa begitu tenang dan mengasyikan.

Namun, tentu aku tidak akan menyetujui pemikiran bodohku saat ini. Sebab besok aku harus pergi ke rumah sakit untuk melakukan operasi pengangkatan payudara. Jika saja aku tidak segera pulang sekarang, maka kupastikan kami akan terjebak macet di perjalanan pulang nanti, apalagi saat macetnya terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama maka itu akan sangat mengesalkan.

"Amar, bisakah kita pulang sekarang?" ucapku sedikit gugup.

Benar, aku sudah pasti merasa gugup karena timbul perasaan tak enak saat mataku melirik pada raut wajah yang masih terlihat murung. Aku juga semakin merasa takut, jika Amar akan merasa tersinggung dengan ajakanku tadi.

Beberapa saat berlalu pertanyaanku masih mengambang tanpa ada jawaban yang jelas dari Amar, sepertinya aku pun mulai sedikit pasrah jika dia akan menunda waktu pulang kami.

Tapi kuharap dia tetap sedikit mengingat keberadaanku di sini. Terlebih pula permintaanku ini alasannya bukan dilandaskan pada rasa tidak menghargai, saat di mana Amar mungkin ingin menghabiskan waktunya dengan menenangkan dirinya bersama Ayu yang telah pergi meninggalkannya.

Namun sayangnya, hal ini justru hanyalah sedikit ungkapan dari tuntutan hatiku yang memang terkesan egois oleh pengaruh kesehatan.

Kalian harus tahu di balik keinginanku untuk pergi ini juga, karena aku tidak sanggup menahan tangisanku yang telah tertinggal begitu banyak di pelupuk mataku. Aku bisa saja menangis tersedu-sedu sembari meraih punggungnya Amar untuk menenangkan diriku juga, tapi aku tak ingin mendramatisir keadaan yang kurasakan.

Bagaimanapun orang yang benar-benar bisa merasakan kesedihan yang menyiksa itu adalah Amar sendiri, sebab hanya dia yang mengalami rasanya kehilangan orang yang dicintai.

Jika aku menyamaratakan perasaanku dengan perasaan yang Amar dapatkan saat ini, pasti akan sangat berbanding terbalik.

Aku juga mungkin kehilangan orang yang kusayang, yaitu kedua orang tuaku. Tapi aku tak sempat melihat kepergian mereka, berbeda dengan Amar yang di hari-hari terakhirnya terus menemani Ayu.

Amar sangat-sangat mencintai Ayu, dan memang benar sebesar itulah rasa cintanya.

Sedangkan aku, rasa cinta Amar kepadaku tidak akan mungkin sama besar dengan rasa cinta yang ia berikan kepada Ayu. Aku tahu benar akan hal itu, maka untuk hal seperti itu aku tidak akan pernah bisa menuntut Amar untuk memberikan perlakuan yang sama bahkan lebih kepadaku.

My Perfect PilotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang