Saling membutuhkan

232 11 0
                                    

Lagu rekomendasi saat membaca part ini :
Lonely - Jonghyun ft. Taeyeon

Aku yang baru saja menyelesaikan satu hal yaitu mengganti pakaianku, akhirnya memilih berjalan keluar.

Awalnya aku tidak terlalu memikirkan apakah Amar akan menilai gaya berpakaianku yang seperti ini. Dengan pakaian berlengan panjang berwarna campuran biru dan motif putih seperti gambar, celana jeans biru, serta sedikit polesan make up agar membuat wajahku tampak segar.

Segera setelah itu, aku melangkahkan kakiku keluar dari kamar dan pandanganku jatuh pada Amar yang sedang duduk di sebuah kursi depan teras rumah dengan matanya yang terfokus pada mobil di hadapannya.

Amar sedang memanaskan mesin mobil, dan jelas dia juga sedang menungguku keluar dari kamar secepatnya. Tapi, aku putuskan untuk berhenti sebelum sampai di dekatnya, kemudian aku kembali memutar arah jalanku menuju ke dalam kamar.

Aku merasa sangat gugup, beberapa kali menarik napas panjang. Aku berdiri dengan posisi mematung di depan lemari kaca saat sebuah suara datang dan mengagetkanku.

"Apa yang kamu lakukan sejak tadi di sini, Cassie?" suara itu adalah suara Amar, terdengar lembut meskipun sempat membuat jantungku serasa terlepas dari tempatnya.

"A-aku, pa-pakaianku," balasanku terdengar begitu kaku saat perlahan kedua bola matanya turun untuk meniliti gaya pakaianku.

Tidak ada komentar aneh darinya, tapi Amar langsung melangkahkan kakinya mendekatiku. Dan aku tambah merasa gugup, sesekali mataku memperhatikan jarak yang semakin dekat, kadang mataku mencoba menatap arti tatapan di matanya dan terkadang juga mataku beralih pada cermin yang terpajang di lemari.

Aku dapat melihat tatapannya yang dingin meskipun matanya menampilkan sesuatu yang berbeda, dan kemudian dia menggerakkan tangan kanannya untuk menyentuh belakang pinggangku lalu menarikku agar mendekat padanya. Tersisa sedikit jarak antara kami, tapi aku tidak begitu yakin kalau Amar akan mengambil kesempatan lagi.

Karena ada sebuah keyakinan yang kupercayai, dan satu tarikan napas yang panjang dari Amar membuat keyakinanku semakin bertambah. Kemudian Amar mengatakan sesuatu padaku dengan suara yang begitu jelas.

"Lapisilah pakaianmu dengan seragamku, agar tubuhmu tetap hangat karena perjalanan kita akan sedikit jauh dan lama."

Sekilas aku dapat mendengar suara detak jantung yang begitu kencang, entah itu detak jantungku atau Amar, aku tidak begitu yakin.

Amar yang langsung membalikkan tubuhnya dan berjalan menjauh dariku, akhirnya membuatku bisa sedikit bernapas lega. Aku kemudian segera melangkah menyusulinya setelah mengambil seragam pilotnya untuk kupakai nanti.

Ternyata, selama beberapa menit perjalananku bersama Amar menuju permakamannya Ayu. Aku baru menyadari bahwa Amar tengah membawaku ke daerah Maros.

Lokasinya yang berada di bagian utara kota Makassar, tempat yang identik dengan pegunungan kapur yang bentuknya besar-besar, beberapa juga terdapat bukit kecil dan persawahan.

"Sebentar lagi kita akan sampai," Amar menjelaskan dengan pasti saat ia sedang terfokus mengemudikan mobil.

Samar-samar aku tersenyum, melihatnya seperti ini. Setelah itu, mobil pun berhenti di sesuatu tempat. Aku dan Amar langsung keluar dari mobil bersama-sama, meskipun aku tidak terlalu tau di mana tempatku berada sekarang.

Namun, aku tidak akan memberikan komentar apapun. Aku hanya akan memperhatikan Amar, dan mengikutinya saat dia akan berjalan. Sementara itu, aku juga terlampau sibuk meski hanya untuk mengaitkan seragamnya Amar ke atas pundakku, hampir sama sulitnya dengan memasang seragam yang berat ini secara langsung.

My Perfect PilotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang