Pulang

162 6 0
                                    

Recommendation song :
Charlie puth - Attention

Sudah hampir seminggu aku dan Amar menghabiskan waktu bersama di rumah sakit, bahkan Amar mengambil cuti selama ini hanya untuk merawatku pasca operasi yang kujalani waktu itu.

Seiring berjalannya waktu, aku terus mendapati perubahan yang terjadi di antara hubungan kami. Walaupun aku sedikit menyadari, bahwasanya aku memang belum pantas disebut sebagai istri yang baik untuk Amar. Tapi, aku berjanji status itu sebentar lagi akan pantas untuk aku dapatkan.

Meski saat-saat pertama sebelum aku menikah dengan Amar, dapat kuingat ketika kali pertama aku mengenalnya sebagai calon mempelai yang dijodohkan oleh orang tuaku dan saat ketika itu aku menentangnya karena sama sekali tidak pernah mencintainya.

Seharusnya, saat itu aku memukuli kepalaku ini dengan sangat keras.

"Bodoh, Cassie. Cinta itu akan datang seiring dengan berjalannya waktu. Kamu seharusnya tahu jika saja Amar memang seseorang yang telah ditakdirkan Tuhan untuk menjadi pendampingmu!"

Seharusnya saat itu aku bisa meneriaki kalimat itu dengan lantang supaya hatiku bisa luluh kala pertemuan pertama itu terjadi.

Meskipun semuanya adalah kesalahan yang sudah terjadi, dan pertemuan keduaku bersama Amar juga telah turut terjadi seiringan. Aku bersumpah, tidak akan pernah menyesali tentang apapun yang sempat aku lewati sebelumnya.

Karena aku yakin hidup yang terjadi ini memang hanya perlu disederhanakan, tanpa perlu disesali ataupun dihilangkan.

Lalu terdengar bunyi dari balik pintu yang tertutup, ada sebuah aksen suara yang menyapa, aku tahu sosok dari orang itu tanpa perlu membalikkan wajahku kesamping demi untuk melihatnya.

"Kamu sudah datang?" Sambutan kecil dengan sebuah pertanyaan menjadi sapaanku.

"Tentu saja," Amar tersenyum sumringah. "Aku membawakanmu buah pir, sekaligus anggur. Bukankah saat beberapa hari yang lalu kudengar kamu sangat menginginkannya?"

Tentu saja, Amar mengetahui beberapa buah kegemaranku itu. Karena, aku menyebutkannya dengan menyerukannya di hadapan Amat saat beberapa hari yang lalu.

"Kamu benar-benar mengingatnya dengan sangat baik rupanya," ucapku dengan pipi yang sedikit merona.

"Benarkah? Kupikir karena kamu juga yang telah menyebutkannya tepat di hadapanku." Amar terlihat melirikkan matanya padaku, seolah memberikan kode.

"A-aku hanya ingin mencoba untuk mengujimu."

"Aku pikir tidak perlu mengujiku dengan cara seperti itu." Amar mulai berjalan ke arah samping tempat tidurku, kemudian mendekatkan wajahnya atau lebih tepatnya bibirnya ke samping wajahku. Dapat kurasakan jika tangannya bergerak untuk mengurai sedikit posisi rambutku, yang sepertinya sedikit menutupi telingaku. Hingga akhirnya Amar mulai berbisik ke telingaku. "Kamu hanya perlu mengujiku dengan sebuah ciuman singkatmu."

Amar terkekeh sembari memberikan kecupan singkat di pipiku.

"Dasar!"

Aku tersipu, bahkan sangat tersipu ketika itu. Sampai aku akhirnya mengalihkan pembicaraan mesum ini.

"Kamu tahu kapan aku bisa pulang kembali kerumah?"

"Memangnya kenapa?" Amar justru balik bertanya

"Aku hanya ingin tahu, kapan waktunya aku bisa pulang kerumah, karena aku sudah rindu suasana di kamar tidurku itu."

"Jika kuberitahu kapan tepatnya kita bisa pulang. Apakah kamu akan bahagia mendengarnya?"

"Tentu saja aku akan bahagia, memangnya kapan?"

My Perfect PilotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang