14 Ikhlas

517 34 4
                                    


💐 TEMAN HIDUP 💐

Ikhlas adalah sebuah kata yang mudah diucapkan namun tidak mudah dilaksanakan. Dengan ikhlas hidup terasa lebih tenang, dengan ikhas hidup akan terasa bahagia.

Ikhlas. Hal itulah yang saat ini Ayra coba lakukan.

Sekembalinya dari KKN, Ayra  bertekat untuk membuang jauh-jauh perasaannya, mencoba ikhlas dengan semua ketetapan yang telah di tentukan Sang Maha Kuasa untuknya. Namun itu semua tak semudah yang di pikirkannya. Nyatanya teori tak semudah itu untuk dipraktikkan.

"Kalau menurut kamu Ra, desain undangannya bagus yang mana?"
Ayra menoleh ketika Sabrina memberikan beberapa contoh desain undangan yang akan ia jadikan undangan pernikahannya.
"Yang ini bagus." Tunjuk Ayra pada undangan berwarna merah marun dengan pita kecil yang menghiasinya.
"Selera kita sama," ucap Sabrina senang.
"Gimana kak, kak Atha setuju?" Sabrina mengalihkan undangan itu kehadapan Athaya yang kemudian segera diangguki oleh Athaya.

Ayra meringis, melirik Athaya sekilas lalu kembali fokus menekuni contoh undangan yang lainnya.

Seberhasil inikah dirinya melupakan perasaannya pada Athaya, sehingga dirinya seolah tak sadar melihat kedatangan Athaya? atau ia hanya berpura-pura tak melihatnya?

"Kalau kak Athaya nggak suka, aku masih punya contoh desain undangan yang lain Sab," ucap Ayra cepat.
"Nggak perlu Ra, kak Athaya setuju kok," ucap Sabrina.
"Oh, ok. Jadi cetak berapa Sab?" kata Ayra seraya membuka buku catatan miliknya.
"1.800 ya Ay, tapi nanti di pisahin," ucap Athaya.

Ayra mendangak, menatap Athaya sekilas lalu mengalihkan fokusnya kembali pada buku catatannya.
"Pisah gimana ya kak?" tanyanya bingung.
"Seribu untuk kelurgaku, dan delapan ratus untuk keluarga Sabrina. Nanti daftar namanya akan saya kirim lewat email nggak apa-apakan?"
"Iya kak, nanti kak Athaya bisa kirim lewat email." jawab Ayra seraya menunjukan alamat email pada Athaya.
"Ya udah Ra, kita mau pulang dulu. Makasih bantuannya," kata Sabrina seraya berdiri dan memberikan pelukan pada Ayra.
"Iya, aku senang bisa bantu acara kamu," ucap Ayra seraya membalas pelukan Sabrina.
"Pokoknya undangannya harus kamu ya Ra yang turun tangan bantuin, nggak usah kak Randy. Harus kamu!" kata Sabrina seraya mengurai pelukannya.

Ayra tersenyum tipis kemudian mengangguki ucapan sang sahabat. Selepas kepergian keduanya Ayra segera mendudukan dirinya kembali ke sofa, menghela nafasnya seraya memejamkan matanya. Niatnya membantu usaha percetakan sang kakak Randy malah seolah menjadi bumerang baginya.

"Sahabatmu sudah pulang dek?" Randy duduk dihadapan Ayra seraya menatap sang adik. Ayra mengerjapkan matanya menatap Randy lalu mengangguk sebagai jawaban pertanyaan sang kakak.
"Gimana, Sabrina suka sama contoh undangannya? atau dia mau yang lain?"
"Dia suka kak, seribu delapan ratus undangan. Minta di pisah antara keluarga laki-laki dan perempuan. Seribu, warna marun, dan delapan ratus, Sabrina minta aku yang pilihin warna dan desainnya." kata Ayra menjelaskan pada Randy.
"Ok, nggak masalah. Hal seperti itu sudah biasa terjadi dek, nanti biar kak Randy bantu pilihin warna dan desainnya. Tapi kamu juga harus kasih tahu pilihan kamu, nanti contoh desain dan warnanya kamu bisa kirim lewat email, filenya ada di laptop kakak," kata Randy memberi arahan.
"List namanya sudah ada?" tanya Randy kemudian.
"Itu nanti bakalan dikirim kak, sama kak Athaya ke email kakak," ucap Ayra.
"Ok, kamu yang tanganinkan projek ini?"
"Iya kak."

*****

Ayra menutup pintu ruang dosen kemudian melangkah menjauh dari sana, dirinya baru saja melakukan bimbingan proposal untuk pertama kalinya. Langkahnya berhenti di kantin kampus menyambangi salah satu meja dan duduk seraya menatap kesekitar yang nampak terlihat ramai.

"Gimana bimbingan pertama, lancar?" tanya Aqila seraya menyedot minumannya.
"Alhamdulillah, lancar."
"Semangat, Ayra!" ujar Aqila diikuti gerakan tangannya.
"Mau langsung pulang?" tanya Sabrina.
"Iya, lagian urusan hari ini udah kelar semua," jawab Nadhira.
"Ya udah ayo," ajak Sabrina.
"Lapar, makan dulu yuk di depan," ajak Nadhira seraya menatap ketika sahabatnya.

Teman HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang