20 Peran baru 2

679 47 8
                                    

Halo... Teman hidup datang lagi bawa part baru 😀 selamat menikmati bacaannya.

🍀Teman Hidup 🍀

Hari-hari Ayra kini berubah 180 derajat, genap dua hari menyandang status sebagai seorang istri, nyatanya tetap membuat Ayra merasa gugup setengah hidup jika berhadapan dengan Athaya.

Bicara seperlunya, ekspresi seadanya, senyum minim, sikap dingin, cukup membuat Ayra harus menyetok rasa sabar sebanyak mungkin.

Dua hari berada dihotel dan terkurung didalam kamar bersama Ayra membuat Athaya merasakan kebosanan.

"Saya mau bicara," ujar Athaya.
"Apa?" Ayra menghentikan langkahnya didepan pintu kamar mandi, berblik menatap Athaya yang kini duduk ditepi ranjang.
"Kemari."

"Saya berencana untuk tinggal sendiri," ada jeda, Athaya menangkap jelas perubahan ekspresi Ayra yang nampak terlihat tetkejut. "Maksud saya, kamu dan saya,"
"Maksud kak Athaya, kita mau sewa rumah?"

Athaya mengeleng.
"Saya punya apartemen, kita akan tinggal disana nanti,"

Melihat reaksi Ayra yang hanya diam, Athaya kembali melanjutkan ucapannya. "Jadi, kamu bisa kemasi barang-barangmu, setelah itu kita ke apartemen." ucap Athaya.
"Barang-barangku ada di kosan, kita bisa mampir dulu buat ambil?"
"Ya, bawa barang seperlunya. Nanti yang lain bisa menyusul."

Ayra mengangguk paham dan segera memasukkan baju miliknya kedalam tas jinjing miliknya.

"Ayra, hay," sapa Fani.
"Eh, Fani,"
"Mau pindahan?" tanya Fani ketika melihat koper besar milik Ayra yang ia bawa susah payah turun melewati tangga.
"Iya," jawabnya. "Kamu kapan sidang?" Ayra mengalihkan pertanyaan.
"Minggu depan, jadi deg-degan," ucap Fani seraya memegangi dadanya.
"Semangat ya,"

"Ayra, ayo!"

Ayra dan Fani sama-sama menoleh, menatap Athaya yang nampak kebosanan menunggunya didepan mobil.
"Iya," sahut Ayra. "pergi dulu ya Fan, semangat sidangnya."

"Iya, makasih dukungannya calon alumni," ucap Fani diakhiri kekehan renyahnya.

Ayra mau tak mau tertular tawa Fani, gadis itu selalu berhasil membuatnya ikut tertawa disegala momen apapun. Ayra baru saja menyelesaikan sidang skripsinya dua bulan lalu sebelum dirinya menikah bersama Athaya.

"Sudah nggak ada yang ketinggalan?" tanya Athaya memastikan.

Aya menggeleng.

Athaya melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang membelah jalanan ibu kota yang nampak pakdat kendaraan. Keduanya saling diam, tak ada topik yang menarik untuk dibicarakan, Ayra lebih memilih menatap jalanan dibalik kaca jendelanya, sementara Athaya fokus pada jalan didepannya. Laju mobilnya kini berbelok kearah bangunan bertingkat yang menjulang begitu tinggi.

"Biar saya bawa," ucap Athaya ketika dilihatnya Ayra mendorong koper miliknya.

Ayra kemudian menyerahkan kopernya tanpa banyak bicara, kemudian dirinya memilih membawa kardus yang berisi buku-buku dan perintilan kecil miliknya.
"Simpan aja, biar saya yang bawa nanti," ucap Athaya lagi.
Ayra menatapnya sekilas lalu mengambil ransel miliknya yang berisi pakaiannya.
"Kalau yang ini biar Ayra yang bawa," ucapnya.
Athaya mengangguk lalu melangkah menuju lift, meletakan koper dan kemudian kembali mengambil barang milik Ayra.
"Unit saya di lantai sepuluh," ujar Athaya membiritahu agar Ayra menekan tombol tersebut sementara dirinya membawa kardus ditangannya.

Pintu lift terbuka setelah beberapa detik tertutup dan membawanya pada lantai tujuannya.

"Ayo masuk," perintah Athaya.

Teman HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang