19 Sepucuk surat

554 35 0
                                    

💐 Teman Hidup 💐

Ayra beranjak dari tempatnya, Fani pun masih berada diteras kamarnya memerhatikan dirinya.

"Kak Athaya bukan sih? yang anak Manajeman kan?" tanya Fani ketika Ayra berada tak jauh darinya.
"Iya, kak Athaya," jawab Ayra.

Fani manggut-manggut.

"Keatas dulu ya Fan," pamit Ayra.

Ayra menatap secarik kertas ditangannya, menimbang-nimbang apakah ia akan membacanya sekarang atau nanti saja. Ayra mendesah panjang, kemudian menaruh surat itu diatas tumpukan buku miliknya. Hari ini kepalanya sudah cukup pening, terasa berat. Biarlah nanti saja Ayra membacanya.

Mengingat lamaran dadakan yang diterimanya siang tadi membuat Ayra resah sendiri. Ditambah jawaban yang diberikan Ayra sukses membuat Randy tersenyum lebar, bahkan Randy menyambut baik jawaban Ayra. Dari suaranya serta ekspresinya, Randy begitu kentara senangnya. Seakan-akan Ayra adalah seorang perawan tua yang baru saja mendapat lamaran setelah sekian lama tak mendapat pinangan seorang lelaki.
Memikirkan hal itu membuat Ayra tersenyum sendiri sekaligus merasa kesal secara bersamaan.

Siang ini Ayra kembali kerutinitasnya, menemui sang pembimbing sesuai dengan janjinya kemarin.

"Bab 3 nya di tambahin lagi ya teorinya, soalnya ini masih ada yang kurang. Ini kerangka berfikirnya di ganti aja, yang ini nggak nyambung dek. Udah perbaikin aja dulu," ucap sipembimbing seraya memberikan coretan pada setia lembar naskah skripsi Ayra.

"Oh ya, ibu mau ke keluar kota lusa. Bulan depan baru datang lagi, kamu tanya sama temen-temen mu yang mau bimbingan sama ibu secepatnya temui ibu."

"Iya buk."
"Ya sudah, ini skripsi mu."

Ayra segera keluar dari ruangan sang dosen pembimbing, dihadapannya Nadhira sudah berdiri dengan wajah kusut.
"Kenapa? kena omel lagi?" tanya Ayra.
"Kali ini sih bukan aku yang diomelin, tapi naskah skripsi ku, nih!" Nadhira menunjukkan setiap lembar skripsi miliknya yang tak lepas dari coretan, mulai dari bab satu pendahuluan hingga bab empat pembahasan. Mulai dari typo hingga titik koma tak luput dari coretan pembimbing Nadhira.

"Pulang yuk, mumet aku Ra," ujar Nadhira.

Nadhira segera beranjak di ikuti Ayra dibelakangnya.
"Bisa bicara bentar?"

Ayra mendogak. Tatapannya bertemu dengan mata coklat milik Rafasya dihadapannya. Ayra tersenyum kikuk menatap Nadhira yang nampaknya masih terbengong disana.

"Dhira!" Ayra menyenggol keras bahu Nadhira.

"Eh, o..iya. Kenapa ya?" tanya Nadhira kikuk.

"Duluan ya, aku tunggu diparkiran." Ayra tersenyum geli melihat reaksi Nadhira yang mendadak berubah lambat hari ini.

Ayra beranjak meninggalkan keduanya di tengah keramaian lalu-lalang mahasiswa diantara mereka berdua.

Sebuah pesan masuk dari sang kakak, membuat Ayra mau tak mau harus meninggalkan Nadhira kali ini.

kak Randy

Pulang kampus kerumah ya, Ayah sama ibu ada dirumah.

Ayra memarkirkan motor miliknya di halaman rumah Randy. Gadis itu sudah mengabari Nadhira dengan mengiriminya sebuat pesan melaui aplikasi chat. Ayra segera masuk dan menucap salam, dilihatnya sang ibu yang kini tengah duduk disofa sembari menggendong sang cucu yang kali ini terlihat anteng dipangkuannya.

"Ibu kapan sampai?" tanya Ayra ketika dirinya sudah mengambil duduk didekat ibunya.
"Tadi pagi, dijemput kakakmu dibandara," kata sang ibu.
"Ayra," Ayra menoleh setelah mendengar suara sang ayah yang memanggilnya.

Teman HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang