30. Sesal

571 52 8
                                    

Ayra sesekali mengerjapkan matanya, menatap penuh minat pada sosok Athaya yang tengah tertidur.
"Matamu nanti bisa copot kalau lihatin saya terus-terusan."Ayra tersipu malu,  kedua telapak tangannya refleks menutupi wajahnya. Athaya tersenyum sendiri seraya masih memejamkan mata. Ditariknya kembali Ayra dalam pelukannya, Athaya semakin merasakan jantungnya berdegup kencang.

"Sudah subuh."
"Terus?" Jawab Athaya.
"Kak Athaya nggak mau sholat?"
"Sebentar, lima menit lagi." Tawarnya.
"Kak, nggak baik tunda-tunda sholat."
"Iya Ra, saya tahu."
"Ya udah, bangun!"
"Lima menit," tawarnya kembali.

Mendongak, dilihatnya Athaya masih memejamkan mata seraya kembali mengeratkan pelukannya.

"Sudah! Ayo sholat!"

Berdecak, Athaya kemudian terduduk dengan lesu. Menatap Ayra dengan wajah kesal miliknya.

Usai melakukan sholat subuh, Athaya kembali bergelung diatas kasur. Menarik selimut hingga menutupi kepalanya.

"Nggak baik loh tidur lagi sesudah subuhan," tegur Ayra.
"Kata siapa?"
"Dalam Islam, tidur sesudah sholat subuh itu nggak boleh."
"Nggak ada dalil yang kuat untuk itu Ra," jawab Athaya.
"Tidur sesudah subuh itu suatu hal yang dilarang, karna hukumnya makruh. Tidur subuh dapat menghambat rezeki,  karena waktu subuh adalah waktu untuk mencari rezeki. Apalagi diwaktu subuh itu kita bisa mendapat banyak ghonimah, kebaikan, waktu terbaik untuk mendapatkan banyak kebaikan. Orang yang suka tidur sesudah subuh  cenderung jadi orang pemalas dan suka bermalas-malasan. Ditambah, dapat mendatangkan banyak penyakit, salah satunya dapat melemahkan syahwat dan juga merusak badan karena sisa-sisa metabolisme yang harusnya diurai oleh tubuh jadi terhambat, padahal harusnya segera diurai dengan melakukan banyak aktivitas atau berolahraga." Mendengar penuturan panjang Ayra, Athaya dengan sigap bangun dan menatap kesal pada Ayra. Sedangkan yang tatap hanya mengulum senyuman.
"Pinter banget sih istriku," puji Athaya seraya mencubit gemas pipi Ayra.
"Kak Athaya!" Pekik Ayra seraya memukul tangan Athaya kesal.

"Lepas, Ayra mau ke dapur dulu. Mau buat sarapan." Athaya melapaskan cubitannya diikuti sisa tawanya yang masih terdengar.

Turun dari ranjang, Athaya kemudian beranjak keluar menuju kamar miliknya. Diikuti Ayra yang berjalan menuju dapur.

Usai merapikan apartemen, dan sarapan bersama, Athaya dengan sigap membantu Ayra mencuci bekas piring mereka.
"Kamu nggak kerja?" Tanya Athaya seraya mengelap piring yang telah dicuci oleh Ayra.
"Kerja kok,"
"Ra, saya boleh tanya?" Tanyanya ragu.
"Tanya aja kak, boleh kok." Ayra tersenyum seraya kembali menyerahkan piring pada Athaya.
"Sejak kapan kamu suka sama saya?"

"Innalilahi," ucap Ayra, lantaran mangkuk yang dicuci hampir terjatuh.
"Ra." Menoleh, ditatapnya Athaya sekilas kemudian Ayra kembali fokus pada cucian miliknya.
"Sejak kapannya Ayra nggak tahu. Tapi yang jelas Ayra sudah suka sama kak Athaya itu sudah lama." Jawab Ayra malu-malu.
"Kamu cinta sama saya?"
"Insyaallah, atas izin Allah."
"Sejak kapan?" Athaya ingin tahu.
"Sejak Ayra lihat kak Athaya kembali lagi." Bayangan wajah Athaya saat itu kembali memenuhi pikiran Ayra. Pertemuan kali keduanya dua tahun silam disebuah halte dekat kampus mereka.
"Kenapa sih?" Tanya Ayra balik.
"Nggak."
"Maaf." Mengerutkan keningnya, Athaya menatap heran pada Ayra.
"Loh, kok malah minta maaf?" Herannya.
"Karena Ayra selalu nyebut nama kak Athaya didalam doa Ayra, maaf." Ayra tiba-tiba saja terisak, membuat Athaya merasa bersalah.
"Nggak, kamu nggak salah. Kamu nggak perlu minta maaf." Ucapnya seraya menepuk pelan punggung Ayra.
"Seharusnya Ayra nggak pernah nyebut nama kak Athaya, karna Ayra, kak Athaya harus kehilangan Sabrina." Rasa bersalah dibenak Athaya semakin bertambah besar.
"Maafin Ayra," ucapnya kembali.
"Kamu nggak salah, kepergian Sabrina bukan salah kamu. Ini semua sudah menjadi suratan takdir yang telah Allah tentukan. Paham?" Ditatapnya lekat wajah sembab Ayra, kemudian dipeluknya kembali gadis itu dengan erat seraya menghujaninya dengan cekupan diatas kepalanya.

Teman HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang