18 Lamaran Dadakan

585 34 0
                                    

Monggo merapat. Yuk baca Teman Hidup!

💐 Teman Hidup 💐

Ayra baru saja memasuki kamar kosan miliknya, ia baru pulang dari kampus menemui dosen pembimbingnya. Direbahkannya tubuhnya diatas kasur, hari ini cukup melelahkan baginya bolak-balik menemui dosen pembimbingnya dari lantai satu kelantai tiga bukanlah hal yang mudah. Total sudah tiga kali Ayra naik turun tangga menemui sang dosen. Namun
sejauh ini urusan skripsinya sama sekali tak mengalami masalah, Ayra yakin bisa menyelesaikan skripsinya lebih cepat dari waktu yang sebelumnya sudah direncanakan.

Ayra menggeram lirih kepalanya tiba-tiba seperti dihantam palu godam tak kasat mata. Kesibukannya beberapa bulan ini membuatnya lupa akan perjodohan yang sudah direncanakan oleh keluarga besarnya, pertemuannya dengan Rayhan, aka Rafasya membuat Ayra kembali tertarik pada kenyataan pahit dalam hidupnya.

"Tenang aja, biar gue yang jelasin," Rafa berucap santai di ikuti senyuman lebar tanpa beban diwajahnya.
"Udahlah, fokus skripsi aja," ucap Rafasya kembali.

Ayra mendagak memandang sekilas lalu kembali tertunduk di ikuti tarikan nafas beratnya.

"Kita sudah sepakat loh Ra, kalau kamu lupa. Dari SATU BULAN lalu."

"Tapi, memang nggak ada kesempatan ya Ra?"

Ayra diam. Biarlah dia dikatakan egois.

"Sorry kak," ucap Ayra penuh sesal.
"Ya udahlah, nggak usah nggak enek gitu. Kan kita udah pernah coba, dan hasilnya ya begini. Udah fokus skripsi aja, cepet lulus, nanti kalau masih ada masalah biar gue yang jelasin sama om Yunus,"

"Tank's kak,"
"Iya, gue paham kok," ucap Rafasya.

Suara dering ponselnya membuyarkan lamunannya, Ayra menoleh kemudian meraba kasur mencari ponselnya. Nama Randy tertera disana.

"Halo, Assalamualaikum," sapa Ayra.
"Apa?!" suaranya melengking. Ayra mengerjap-erjapkan matanya kemudian meraih kunci motornya dan kembali bergegas pergi meninggalkan kosannya.

Sesampainya di rumah sang kakak Ayra segera menemui Randy yang saat ini nampak terlihat serius dengan lawan bicaranya.

"Assalamualikum," ucap Ayra.

Ke lima orang yang tengah nampak serius itu kini mengalihkan atensi mereka pada Ayra.

Ayra mendekat sedikit ragu, namun ketika melihat tatapan Randy yang menatapnya penuh arti seolah menyuruhnya mendekat maka Ayra segera menghampirinya. Duduk di sudut sofa panjang tempat Randi dan Sinta duduk.

"Apa kabar Ayra?" suara Fiya yang lembut kini terdengar menyapanya.
"Alhamdulillah, baik mbak, mbak fiya sendiri apa kabar?"
"Alhamdulillah mbak baik juga. Kamu udah lama nggak main kerumah, semenjak kepergian Aqila. Mbak juga lama nggak pernah lihat kamu, padahal Nadhira sering banget datang kerumah ketemu bunda dan mbak," Fiya bercerita begitu lancar.
Ayra jadi salah tingkah sekarang. Bingung haruas menyikapi apa dan bagaimana pertanyaan Fiya.

"Lagi sibuk nyusun skripsi mbak, jadi nggak bisa kemana-kemana," jawab seadanya. Ayra jujur. Namun tak sepenuhnya jujur juga, ada alasan lain dibalik itu semua.

Fiya tersenyum maklum, disertai anggukan kepala.

"Jadi begini," suara Pras mulai terdengar seakan segala inti pembicaraan ini ada pada dirinya.

"Maksud kedatangan Mas, Mbak Fiya dan Athaya."

Hati Ayra seketika bergemuruh. Mengingat bagaimana pertemuan terakhirnya dengan pria itu bisa dikatakan tidak baik-baik saja, Ayra ingat betul bagaimana Athaya memintanya untuk tidak pernah muncul dalam kehidupannya, bagaimana pria itu dengan sikap pengecutnya memintanya pergi. Padahal mereka sama sekali tak memiliki hubungan apapun. Selain pertemanan.

Teman HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang