34. Bersama.

594 47 11
                                    

☘️ TEMAN HIDUP ☘️

Harapan Athaya dan Ayra untuk kembali mengukir romansa yang indah harus pupus ditengah jalan. Pasalnya keduanya bertemu dengan Ridwan dan Zidhan dihalaman masjid selepas menunaikan ibadah sholat subuh. Wajah merona Ayra yang semula terpancar kini tergantikan dengan dengan wajah panik dan ketakutan. Melihat wajah sang ayah yang menegang didepan sana, Ayra mulai ketar-ketir.

"Pulang!" Titah Ridwan tanpa mau dibantah.
"Kamu juga!" Tunjuk Ridwan pada Athaya.

Duduk diatas sofa empuk didalam ruang tamu Ridwan mengingatkan Athaya pada dirinya beberapa bulan lalu yang sama tegangnya, melamar Ayra dihadapan Ridwan dan keluarga besarnya. Berada pada kondisi yang sama dengan situasi berbeda cukup membuat jantung Athaya ingin melompat dari tempatnya.

"Seperti ini hasil didikan mu Wan? Anak itu sudah sudah jelas membuat malu keluarga. Jalan berdua dini hari dengan mantan suaminya!" Ujar sang kakek.
Meredam amarahnya, Ridwan mengepalkan tangannya kuat. Ditatapnya Athaya yang saat ini tengah duduk dihadapannya lalu beralih menatap Ayra yang duduk disampingnya.

"Kak Athaya masih suami Ayra!" Sanggah Ayra.
"Suami yang sudah kamu gugat!" Ucap Kakek.
"Ayra nggak pernah Ngajukan gugatan!"

"Ayra!! Jaga sikapmu!" Tegas Ridwan.
"Lihat putri mu Wan, dia sudah berani membantah ucapan orang tua," ujar sang kakek.

Menggenggam tangan Ayra seraya memberikan anggukan kecil, Athaya bermaksud memberikan kode pada Ayra agar bersikap lebih tenang dihadapan keluarganya.

"Seandainya kamu memilih Rayhan, kamu tidak akan seperti ini."

Dada Athaya terasa sesak saat ini, mengetahui kakek dari istrinya itu masih berharap lebih pada perjodohan yang sempat direncanakannya.

"Masuklah Ayra!" Titah sang kakek.
"Ayra mau disini sama kak Athaya."
"Rosita, bawa putri mu masuk. Ada yang harus saya bicarakan dengan dia." Tunjuk Kahar pada Athaya.

Menolak pergi, Ayra memegang kuat tangan Athaya seraya menggeleng keras menolak ajakan Rosita untuk meninggalkan ruangan itu.
"Saya akan baik-baik saja," bisik Athaya. "Pergilah!"

Selepas kepergian Ayra, Athaya hanya diam mendengarkan ucapan Kahar, begitu pun juga dengan Ridwan sang ayah mertua. Lelaki berusia kepala tujuh puluh lima tahun itu masih nampak terlihat gagah di usianya yang menginjak seperempat abad. Walau tak dipungkiri kerutan diwajahnya sudah terlihat namun hal itu tak membuat Kahar kehilangan karismatik nya sebagai salah seorang prajurit TNI.

"Saya ingin kembali bersama Ayra," itu yang dikatakan oleh Athaya berulang kali pada Kahar dan Ridwan.

Menarik nafasnya lelah, Kahar menatap tajam pada Athaya.

"Kenapa?"

"Karena saya cinta-"

"Cinta tidak cukup untuk membuktikan kamu bisa kembali bersama dengan anak saya." Ucap Ridwan menyela ucapan menantunya itu.

"Kenapa ayah sangat ingin memisahkan saya dan Ayra? Bukankah seharusnya ayah mendukung niat baik saya untuk mempertahankan rumah tangga saya dengan anak ayah?" Tanya Athaya.

Menarik nafasnya dalam Ridwan tersenyum samar diikuti anggukan kepalanya.

"Lagi pula, perceraian bukan hal yang baik."

"Tapi Allah menghalalkannya." Timpal Zidhan seraya ikut bergabung.

"Dan mendukung syaitan? Karena sudah berhasil menggoda anak cucu Nabi Adam untuk bercerai?" Tanya Athaya sengit.

Zidhan tersenyum, kemudian menatap Athaya tajam. "Jika itu bisa membahagiakan adik ku, tidak jadi masalah." Ucapnya sarkas.
"Kalau kamu kembali bersama Ayra, saya punya syarat untuk kamu. Mari kita buat kesepakatan!" Ucap Ridwan telak yang kemudian di sepakati oleh Kahar, namun tidak dengan Athaya.

Teman HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang