25. Memrori 2

548 43 8
                                    


Teman hidup is comeback, ayo merapat, hehehe.. 😁

☘️ Teman Hidup ☘️

Seperti pagi biasanya, setelah bangun dan usai melaksanakan kewajibannya Ayra melakukan rutinitasnya seperti biasa.

"Mau sampai kapan sih?" Gerutunya seraya berkacak pinggang.

"Kalau makan diluar teruskan boros, uangnya bisa tabung buat beli keperluan lain, atau sewaktu-waktu buat keperluan mendadak. Makan diluar kan belum tahu itu higenis atau nggak," ucap Ayra.

Diambilnya memo tersebut lalu ia tempelkan pada memo yang lain.

Ayra tersenyum kecut ketika ia telah selesai menuliskan balasan memo miliknya lalu ia tempelkan di pintu kulkas. Menghela nafas, Ayra kemudian beranjak ke sudut dapur mengambil sesuatu yang sengaja ia letakkan di balik kotak besar berisi tepung terigu.

"Harus ya?" Gumamnya.
"Sekali lagi nggak apa-apa kan?" Tanyanya sendiri.

"Ya Allah," keluhnya, seraya membungkukkan badannya.
"Istighfar Ra," bisik Ayra pada dirinya sendiri seraya menenggak punggungnya kemudian ia melangkah meninggalkan kedapur.

"Kak, Ayra pergi dulu. Assalamualaikum," pamitnya.

☘️☘️☘️

Sesampainya Ayra di kediaman Randy, ia disambut heboh oleh sang keponakan.

"Dari mana dek?" Tanya Randy.
"Oh, dari ketemu sama Dhira kak, terus langsung kesini."
"Sahabatmu itu udah jarang loh main kesini, sekali-kali ajak kesini nggak apa-apa dek. Supaya rumah lebih ramai." Ucap Randy.
"Kapan-kapan kak. Kak Sinta mana?"
"Dikamar dia, lagi nggak enak badan," ucap Randy seraya menyeruput kopi miliknya.
"Udah dibawa periksa?"
"Nggak mau, tahu sendiri kan kakakmu itu sudah diajak periksa." Gerutu Randy.

"Undangan yang kemarin udah dicetak semua dek?" Tanya Randy kemudian.
"Udah kok, yang punyanya mas Indra sama mbak Yanti kan?" Jawab Ayra.
"Bukan ih,"potong Randy cepat. Mendengar ucapan sang kakak, Ayra dengan cepat memeriksa buku catatan miliknya.
"Udah cocok kak," ucap Ayra.
"Jangan salah cetak loh dek. Rugi kak Randy nanti."
"Nggak salah kak, lawong udah Ayra catat kok," bantah Ayra.
"Hahahaha iya-iya" ucap Randy seraya terkikik.
"Dek, tolong buatin susu dulu buat prisil, udah tau kan? kakak mau ngantar makanan dulu buat Sinta."

Ayra mengangguk singkat. Kemudian bergegas kearah dapur, membuatkan susu untuk keponakannya itu.
"Dua," Ayra menimang-nimang takaran susunya kemudian menyeduhnya dengan air hangat. Usai membuatkan susu kemudian ia menghampiri Prisila yang asik duduk bawah karpet.
"Dihabisin ya, awas kalau nggak. Nanti Tante cubit pipi kamu." Ancam Ayra.

Prisila meraih botol susu miliknya dengan penuh semangat, siap untuk meminumnya hingga habis. Namun sayang balita itu justru tak kunjung meminumnya hingga habis, bahkan ia lebih memilih untuk menangis.

"Loh, kok nangis sih Sil?" Tanya Ayra heran. "Susunya kepanasan ya?" Tanyanya panik.
"Kenapa Ra?" Tanya Randy seraya berlari menghampiri.
"Nggak tahu kak, udah dibuatin susu nggak mau di minum," tutur Ayra.

"Masih kepanasan mungkin ya?" Ucap Ayra kembali.

Randy hanya diam mengamati, menatap botol susu sang putri yang masih penuh.
"Tadi kamu kasih berapa sendok dek?" Tanya Randy kemudian.
"Dua kak," jawab Ayra seraya menepuk-nepuk pelan lengan Prisila.
"Dua?" Tanya Randy memastikan.
"Iya,"
"Ya Allah Ra, pantes dia nggak mau minum," ucap Randy seraya berlalu ke dapur.
"Sorry kak," ucap Ayra.
"Hmm, iya."

Setelah usai mengecek pekerjaannya Ayra kemudian menata lembaran-lembaran undangan yang sudah dicetak kedalam kardus.
"Sudah selesai kak," ucap Sini, salah satu pegawai percetakan Randy.
"Oh, ya udah. Simpan di atas meja pojok ya Win, soalnya besok pagi udah mau diantar ke orangnya," Pungkas Ayra.
"Iya, kak."
"Kak Ayra, balik duluan ya," pamit Beni.
"Iya, hati-hati. Besok jangan lupa antar kerumahnya mas Indra. Jangan sampai salah kayak kemarin," ucap Ayra.
"Siap buk bos!" Ucap Beni seraya berlagak memberi hormat.
"Oh ya Ben, tolong tanyain ke Keke, desainnya suruh cepat kirim ya."
"Iya kak. Pamit dulu kak, yang lain,"
"Assalamualaikum," ucap Ayra.
"Waalaikum salam," balas Beni seraya nyengir.

Teman HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang