“Meong” satu ekor kucing lagi keluar dari bawah meja makan. Binatang berbulu lembut tersebut turut menghampiri kaki Hyungwon, seakan memberi selamat datang pada sang tamu.
Kemudian mata bulat Hyungwon mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan. Apartemen type studio ini di dominasi dengan warna hitam dan merah, terkesan misterius dan elegan secara bersamaan.
Ah tunggu ...
Bukankah warna hitam dan merah identik dengan vampire? Jangan jangan Shin Wonho adalah vampire. Maka dari itu ia secara suka rela mengajak Hyungwon ke rumahnya?
Jakun Hyungwon naik turun memikirkannya. Atau bahkan yang lebih buruk lagi, Shin Wonho adalah vampire dengan profesi bos gengster.
Bagus!
Pikiran pikiran tidak rasional di otak Hyungwon sukses membuatnya berkeringat dingin. Wonho akan menghisap darahnya sampai habis, lalu memotong motong tubuhnya jadi beberapa bagian, dan memberikan pada dua kucing peliharannya sebagai makan malam.
Pikiran buruk di dunia fantasi Hyungwon terus berkecamuk, sesekali tubuh rampingnya bergidik ngeri, sementara Wonho memberi makan kedua kucingnya. Padahal lelaki berparas bak boneka itu masih belum tau faktanya seperti apa.
"Tuan, kau bukan vampire kan?" celetuk Hyungwon, mencari kebenaran atas fantasi yang sejak tadi bersarang di otak.
"Apa?" Wonho keheranan, alis tegasnya bertaut heran terang terangan. "Vampire katamu?" tanya si lelaki kaya raya itu memastikan.
Hyungwon mengangguk takut, menghasilkan gumaman dari bibir tebalnya.
"Jika aku vampire mana mungkin aku keluar saat panas terik begini, yang ada tubuhku akan menjadi abu" lanjut Wonho, kemudian mengusap punggung salah satu kucing lucu tersebut.
"Ah iya anda benar" ujar Hyungwon polos. Wonho tersenyum tipis, ada ada saja.
"Jangan bicara terlalu formal padaku, panggil Wonho saja" Wonho berdiri dari posisi semula, "Duduklah di meja makan, aku akan memasak sebentar" titah sang tuan rumah, Hyungwon mengangguk.
Wonho mulai memakai apron dan Hyungwon hanya duduk tenang di meja makan memperhatikan punggung lebar yang ada beberapa meter didepannya.
"Ho, bolehkah aku makan roti gandum dan selai ini? rasanya perutku semakin lapar tidak tertolong" ijin Hyungwon. Roti gandum, selai coklat dan selai nanas memang selalu tersedia diatas meja makan sebagai menu sarapan Wonho.
Lagi lagi setiap kata yang keluar dari bibir sexy Hyungwon mampu bisa Wonho teheran heran. Barusan dia memanggilnya apa? Ho?
Baiklah, Wonho hanya berharap Hyungwon tidak menambahkan huruf E dibelakangnya. Ho dan Hoe punya arti berbeda.
"Boleh saja, makanlah sepuasmu” sahut Wonho, sambil menumis beberapa sayur di penggorengan, “Ah aku juga punya puding di kulkas, kau boleh ambil. Sekalian ambilkan dua kaleng bir di rak paling bawah" timpalnya lagi.
"Terima kasih dan oke" Hyungwon beranjak menuju kulkas secepat kilat.
Seketika mata bening Chae Hyungwon tampak berbinar, mendapati sepiring puding vanila dan toping karamel diatasnya. Buah buahan segar berbagai warna juga turut menyita perhatian. Ia sebenarnya ingin mengambil satu buah apel, ah itu sama saja dengan mencuri, pikir Hyungwon mengurungkan niat.
"Hyungwon?" panggil Wonho.
"Ya?" sahut Hyungwon, kepalanya ikut menoleh pada sumber suara, mendekap dua kaleng bir ditangan kanan dan sepiring puding di tangan kiri.
"Usiamu sudah legal untuk minum bir kan?" tanya Wonho lagi.
Wonho hanya berjaga jaga, ia tidak ingin masuk penjara gara gara memberikan bir pada anak kecil. Siapa tau Hyungwon masih berusia belasan, mengingat cara berpikirnya yang tidak jauh jauh dari dunia fantasi –meskipun tinggi tubuh sang tamu melebihi sedikit tinggi sang tuan rumah-
"Tentu saja, aku sudah besar" Hyungwon setengah berdecak, bibirnya sempat mengerucut sebentar.
"Oh ya tubuhmu memang sudah besar. Kalau kau tidak bisa minum bir ambil saja air mineral, susu, atau soda, terserah kau mau yang mana" Tangan terampil Wonho sibuk lagi menumis, sesekali menambahkan beberapa rempah.
"Aku mau bir saja, lidahku rindu bagaimana rasa menyenangkan bir kalengan" putus lelaki serupa boneka. Ia menutup pintu kulkas dengan kaki dan kembali ke meja makan.
Belum sampai lima menit, puding dihadapannya sudah berpindah ke perut. Di lanjutkan dengan selembar roti gandum berlapis selai coklat. Hyungwon mendesah nikmat, bersyukur karna lidahnya masih diijinkan mengecap kembali makanan, tenggorokannya di aliri lagi oleh bir dingin. Akhir akhir ini dia memang lebih sering minum air mineral karna uang yang terbatas.
"Nasi goreng kimchi saja tidak apa kan? aku berusaha memasak secepat mungkin agar kau tidak kelaparan" ucap lelaki yang baru Hyungwon sadari –lagi- memiliki paras sekilas mirip kelinci, seraya meletakkan dua piring nasi goreng dimeja makan, untuknya dan untuk Hyungwon.
"Apapun itu akan ku makan. Selamat makan" Hyungwon seperti kesetanan, makanan di piring jadi bersih tak bersisa dalam waktu beberapa menit saja.
Lelaki bertubuh kekar tersebut secara otomatis ikut merasa kenyang melihat cara makan Hyungwon yang begitu lahap, sesekali ia memuji masakan buatannya. Wonho hanya tersenyum, mengagguk sembari mengunyah nasi goreng tanpa minat.
Suara sendawa Hyungwon terdengar kencang, tanpa tahu malu ia justru mengusap usap perutnya yang sudah terisi penuh. Kepala Wonho menggeleng sekilas, Hyungwon sudah seperti tidak makan selama seminggu. Sungguh kasihan. Tubuhnya jadi kurus kering begini pasti karna jarang makan.
"Terima kasih atas makanannya" Hyungwon membungkuk tulus.
Senyuman secerah mentari tersemat di wajah menggemaskan Hyungwon agaknya membuat Wonho silau. Hyungwon terlalu mempesona untuk ukuran orang asing yang baru saja ia kenal.
"Bukan masalah" Wonho balas tersenyum, ada perasaan senang menyelinap di dalam dadanya melihat senyuman cerah sang tamu.
Si pemilik unit apartemen beranjak, hendak mengangkat piring kotor ke tempat cuci piring, namun Hyungwon menahannya, berkata agar dia saja yang membereskan meja dan mencuci piring sebagai balas budi.
Wonho segera mengiyakan tanpa membantah, lantas ia menunggu di sofa ruang tengah. Berbekal sebungkus rokok dan pemantik yang selalu tersedia di kantong kemejanya. Ujung benda bernikotin mulai tersulut api kecil, kemudian di hisap ringan oleh bibir Wonho. Kepulan asap mengudara setelahnya, mengobati rasa asam di lidah setelah makan.
Kala hisapan ke tujuh, Wonho sudah menemukan Hyungwon duduk disampingnya. Tangan kanan Wonho terjulur ke arah Hyungwon dengan sebungkus rokok dan pemantik, bermaksud menawarkan rokok pada lelaki menggemaskan temuannya. Tanpa pikir panjang, bungkus rokok dan pemantik sudah berpindah tangan. Hyungwon membakar ujung sebatang rokok dan menghisap persis seperti yang dilakukan Wonho.
"Sudah sekitar dua minggu aku tidak merokok" Hyungwon berniat membuka topik. Dia ini type manusia yang tidak bisa berdiam diaman saja jika ada manusia lain seruangan dengannya.
"Apa aku baru saja merusak rencana 'berhenti merokok' mu?" tanya Wonho seusai meniupkan kepulan asap melewati celah bibirnya.
TBC
makasih banyak 13 vote sama 4 komentar di level sebelumnya. Soalnya saya sempet pesimis fic ini ada yang baca. Kalo berkenan tinggalkan vote sama comment lagi ya di level ini :))
Oiya, mulmednya jangan lupa di klik biar views mvnya cepet nambah 🐊
KAMU SEDANG MEMBACA
7621 | MONSTA X hyungwonho
Fanfiction[COMPLETED] wonho si pengidap narcolepsy memutuskan untuk memungut seseorang yang sedang menangis tersedu sedu di bilik mesin ATM.