“Wonho, kau dimana?” Hyungwon berteriak panik begitu kelopak matanya terbuka lebar.
Bagaimana tidak? Sang kekasih yang semalaman ia jaga tiba tiba menghilang kala pagi menjelang. Secepat kilat Hyungwon menyibak selimut kasar, kemudian keluar kamar dengan gerakan tergesa.
Lelaki jangkung itu sungguhan khawatir tentang keadaan Wonho. Biar saja ia dicap over protektif, toh ini untuk kebaikan Wonho juga.
Sepersekian detik setelah langkah kaki berisik Hyungwon terdengar, Wonho baru balas berteriak, “Apa sayang? Aku disini”
Wonho agaknya keheranan, karna tidak biasanya Hyungwon berteriak mencarinya pagi pagi begini, mengingat jam masih menunjukkan pukul 6.30 pagi.
Si jangkung mempercepat langkah
mencari sumber suara, dan berhasil menemukan Wonho tengah bersantai di balkon.Lelaki bermata bulat itu dibuat terpaku oleh ciptaan Tuhan didepannya. Shin Wonho hanya mengenakan celana pendek hitam, mengumbar terang terangan abs sexy yang selama ini ia simpan dibalik pakaian.
Kekasih tampannya itu sedang berdiri menghadap Hyungwon, seraya menyandarkan sebagian tubuh pada tembok pembatas. Tangan kirinya bertengger diatas tembok pembatas yang hanya sebatas perut, sedangan tangan kanannya sibuk mengapit sebatang rokok.
Demi apapun Hyungwon tidak bisa berhenti berdecak kagum atas kesempurnaan sang kekasih. Lihatlah wajah datarnya, rambut berantakan khas bangun tidur, tatapan matanya, lengan kekarnya, abs sexynya, benar benar sempurna tanpa celah. Dan Hyungwon bersyukur menjadi peliharaan – sekarang kekasih- lelaki ini.
“Kenapa sayang?” Wonho bertanya lagi setelah menghisap rokok lantas menumpahkan kepulan asap putih lewat mulut.
Hyungwon berjalan mendekat, ekspresinya sarat akan kekhawatiran. Ia bungkam, enggan menjawab pertanyaan Wonho. Lantas ia melingkarkan lengan kurusnya dipinggang telanjang Wonho, kepalanya juga bersandar secara otomatis dibahu lebar itu.
Wonho membalasnya, ikut melingkarkan tangan kirinya dipinggang sang kekasih karna tangan kananya masih sibuk merokok.
“Kenapa tidak bilang kalau tubuhmu penuh luka begini?” gumam Hyungwon di perpotongan leher kekasihnya.
Wonho menegang sesaat, bingung harus menjawab apa. Bagaimanapun ia tidak ingin Hyungwon tau kalau penyakitnya sering kambuh.
Berbagai kemungkinan bisa saja muncul jika Hyungwon tau, dan kemungkinan terburuk yang paling Wonho takuti adalah Hyungwon akan pergi meninggalkannya.
“Aku baik baik saja, ini bukan luka serius jadi kurasa kau tidak perlu tau sayang” balas Wonho tenang, tangannya menepuk nepuk punggung Hyungwon sayang.
Hyungwon menghela nafas kasar, mengangkat wajah lalu menatap Wonho tanpa melepaskan pelukannya, “Dengarkan aku, bukankah kita pernah berjanji untuk saling berbagi? Lukamu adalah lukaku juga. Mengerti?” Kedua iris mereka saling beradu.
“Aku tau, aku hanya tidak ingin membuatmu khawatir” Wonho membalas dengan tatapan teduh, berusaha menenangkan kekhawatiran Hyungwon.
Mereka mempertahankan kontak mata selama beberapa menit, sampai Hyungwon memutusnya duluan. Tangan Hyungwon sibuk menelusuri lengan kekar Wonho, mengusap lembut lebam kebiruan dilengannya.
“Dari mana kau mendapatkannya?berkelahi?” Tanya Hyungwon, meskipun ia sudah tau jawabannya, “Atau terjatuh?” Hyungwon bertanya selembut mungkin, berharap Wonho akan berkata jujur.
“Apa semalam kita bercinta?” Wonho justru mengalihkan topik.
“Tidak” Hyungwon menjawab cepat, “Jawab pertanyaanku dulu!”
“Kenapa aku tidur dalam keadaan telanjang dan kau ada disampingku?” Wonho masih tidak menyerah untuk mengalihkan pembicaraan.
“Semalam kau tidur saat mandi dan aku yang membawamu ke kamar. Sekarang jawab pertanyaanku, jangan mengalihkan pembicaraan lagi” Hyungwon mulai kesal. Wonho menghisap sebentar rokoknya sebelum membuangnya ke asbak.
“Aku jatuh, terpeleset. Sepatuku sudah licin, nanti temani aku beli sepatu ya” Wonho bohong tentu saja, dan Hyungwon tidak sebodoh itu untuk dibohongi.
“Terpeleset atau penyakitmu sering kambuh?” tembak Hyungwon, lagi lagi matanya menatap selidik lelaki didepannya.
Wonho menghela nafas sebal, rencana berbohongnya ketauan.
“Keduanya. Sudahlah itu bukan masalah besar” Wonho mulai jengah, dia tidak ingin membahas topik mengenai penyakitnya.
Semakin sering dibicarakan maka peluang Hyungwon untuk pergi semakin besar. Memang ada di dunia ini seseorang yang mau tinggal bersama orang penyakitan seperti dirinya.
Tinggal bersama orang penyakitan tentu merepotkan. Makanya Wonho selalu berpura baik baik saja, agar Hyungwon tidak mencampakkannya. Tapi itu hanya pikiran buruk Wonho, padahal Hyungwon tidak pernah berpikir demikian.
“Jangan menyepelekan penyakit, aku benar benar mengkhawatirkanmu. Kenapa kau tidak jujur padaku?” tatapan Hyungwon berubah lembut lagi.
Jika salah satunya tidak ada yang mau mengalah, sudah di pastikan aksi perdebatan sebentar lagi akan dimulai. Maka Hyungwon memutuskan untuk mengalah, takut takut Wonho akan merasakan perasaan berlebihan dan malah tumbang nantinya.
“Aku takut kau akan meninggalkanku” lirih Wonho, dia membuang muka setelah berkata begitu.
“Pikiranmu dangkal sekali” Hyungwon mendorong dahi Wonho kesal, “Separah apapun penyakitmu aku tidak akan meninggalkanmu sampai kapanpun” ia tidak habis pikir dengan jalan pikiran sang kekasih.
Wonho mengalihkan atensinya lagi pada Hyungwon, menelaah apakah omongan Hyungwon dapat dipercaya. Lelaki manis itu tersenyum sebelum meraih bibir Wonho dengan bibirnya, merasakan aroma tembakau disetiap lumatan yang mereka bagi.
Setelah pembicaraan serius tadi, dua anak manusia itu saling diam. Tidak bicara satu sama lain meskipun mereka sedang ada di mobil perjalanan menuju kampus.
Wonho hanya berkonsentrasi pada jalanan dan kemudi, sementara Hyungwon memalingkan wajah, menyibukkan diri melihat pemandangan diluar jendela.
Keduanya terus begitu hingga sampai di depan gedung fakultas Hyungwon. Mobil sudah berhenti, dan Hyungwon tidak ada niatan beranjak sedikitpun.
“Aku minta maaf Ho” Hyungwon buka suara duluan. Dia merasa penyebab kemunculan atmosfer seperti ini adalah dirinya.
“Kenapa tidak menciumku?” sergah Wonho, matanya tetap memandang lurus kedepan, masing masing tangannya masih bertengger pada kemudi juga perseneleng.
Hyungwon tau Wonho mengalihkan pembicaraan, itu artinya dia ingin melupakan hal hal yang terjadi sebelum ini. Dan Hyungwon memutuskan untuk mengikuti kemauan Wonho, yaitu melupakan pembicaraan mereka tadi.
“Harusnya aku yang bertanya seperti itu, kenapa kau tidak menciumku?” leher Hyungwon menoleh beberapa derajat pada sang kekasih seraya menautkan alis, setengah merajuk.
“Memangnya sekarang giliranku?” Wonho ikut menoleh pada si lawan bicara.
“Jika kau lupa ini hari jumat Tuan Shin, kau seharusnya yang menciumku” jawab Hyungwon.
Sebenarnya mereka berdua punya jadwal untuk saling memberi ciuman semangat sebelum memulai aktivitas di kampus. Hari senin, rabu, dan jumat adalah jadwal Wonho untuk mencium Hyungwon. Sedangkan hari selasa dan kamis adalah jadwal Hyungwon mencium Wonho. Hanya ciuman di pipi sih, bukan di bibir.
“Oh iya, ku kira ini hari kamis” Wonho menepuk dahinya, “Dimana aku harus meletakkan bibirku?” lanjutnya, karna Hyungwon kadang ingin ciuman di dahi. Dan benar saja Hyungwon mengetuk dahinya dua kali menggunakan telunjuk.
“Selamat bersenang senang” ujar Wonho setelah kecupannya terlepas. Hari ini Hyungwon harus bertemu dosen kemudian dilanjutkan dengan pesta piyama di rumah Minhyuk sampai hari minggu.
TBC
GUISE SELAIN WAJIB PENCET TANDA BINTANG DI POJOKAN, KALIAN JUGA WAJIB PENCET MULMEDNYA EAPZ! TENGKYU~ (☞ ͡ ͡° ͜ ʖ ͡ ͡°)☞
KAMU SEDANG MEMBACA
7621 | MONSTA X hyungwonho
Fanfiction[COMPLETED] wonho si pengidap narcolepsy memutuskan untuk memungut seseorang yang sedang menangis tersedu sedu di bilik mesin ATM.