9. Asha

1.2K 123 4
                                    

Mata Laras terbuka lebar menatap angka di layar ponsel, "Jam lapan?" Dihempaskannya selimut buru-buru. "Haduh! Blom sholat subuh!"

Langkah gadis itu terhenti melihat pemandangan di depan kamar. Bayu tergeletak di sofa. Si bayi tertelungkup di dadanya. Mereka benar-benar terlihat seperti ayah dan anak. Laras jadi ragu, apakah Bayu akan sanggup berpisah dengan bayi ini?

Ponsel di meja tamu bergetar. Laras melihat nama Mami terpampang di layar. Cepat-cepat dia pergi ke kamar mandi. Tak mau menambah urusan dengan Bu Ratna.

Selesai sholat, ponsel itu bergetar lagi. Pemiliknya masih pulas dengan bayi yang sedang mengisap jempol di dada. Getar itu terhenti. Laras menghela napas, lega. Di layar tertulis notifikasi, 15 kali missed call dari Mami.

Hwaduh!

Tak sampai sepuluh detik, getar itu terdengar lagi. Bu Ratna mungkin khawatir sekali dengan keadaan putranya. Laras menimbang-nimbang mana yang lebih baik. Mengangkat telepon dan mengabarkan bahwa anak kesayangannya baik-baik saja dengan bayi tertelungkup di dada atau abaikan saja ponsel yang bergetar hebat itu?

Belum sempat memutuskan, ponsel berhenti bergetar. Hanya sebentar. Lalu getarannya mulai lagi.

Laras menatap Bayu yang tampak tak terganggu. Wajahnya terlihat sangat lelah. Orang-orang bilang, bayi baru lahir memang selalu mengajak begadang. Mungkin Bayu sudah membuktikannya semalam.

Getaran membuat ponsel bergerak makin ke pinggir. Hanya tinggal beberapa getar lagi sebelum benar-benar jatuh. Tangan Laras sigap menahan ponsel yang terjun bebas.

Akhirnya menyerah. Laras mengusap ponsel untuk menerima panggilan. "Assalamu'alaikum," sapanya sesopan mungkin.

"Wa'alaikumsalam," suara di seberang terdengar ragu. "Ini siapa, ya?"

Laras menjitak kening sendiri. "Laras, Bu."

"Laras?" sekarang suaranya terdengar sangat terkejut. "Kamu lagi sama Bayu?"

"Injih, Bu." Laras menjitak keningnya lagi.

"Pagi-pagi gini? Bayu ngga ngantor?"

"Injih, Bu. Mas Bayu lagi sare, Bu." Satu jitakan mendarat lagi di kening. Batin Laras berteriak-teriak. Tiba-tiba ia menyesal sudah mengatakan bahwa Bayu sedang tidur. Ini hampir sama dengan mengatakan bahwa ia menginap bersama lelaki itu.

"Kok kamu bisa bareng sama Bayu?" suara Bu Ratna terdengar menyelidik.

Laras menelan ludah. Harus hati-hati menjawab pertanyaan ini. "Iya, semalem kemalaman, jadi Mas Bayu nyuruh saya nginep di rumahnya aja, Bu."

Tak ada kata-kata. Hanya suara gumaman panjang sebagai jawaban. "Ya wis, kalian kan udah sama-sama dewasa. Lagian juga mau nikah sebentar lagi, tho. Bilangin sama Bayu, kalo hari ini sibuk, ngga usah ke sini ga apa-apa. Mami bisa sendiri, kok."

"Injih, Bu. Nanti saya sampaikan ke Mas Bayu."

"Mbok ga usah panggil Bu, tho. Panggil Mami aja. Kan kalian juga mau nikah sebentar lagi."

Laras memejamkan mata kuat-kuat. Batinnya menangis, siapa juga yang mau nikah. "Injih, Mami," ucapnya canggung.

"Nah, gitu. Ya wis, nanti kasih tahu gitu aja sama Bayu, ya."

"Injih, Mami." Sambungan diputus.

Laras menghela napas lega. Suara dengusannya membuat Bayu menahan tawa. Dia terbangun oleh kata-kata injih yang diulang berkali-kali.

"Heh? Kamu dah bangun?" Laras berseru kesal.

"Ssst!" Bayu menunjuk Asha yang menggeliat. Sebentar kemudian bibir mungilnya membulat mencari susu.

KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang