37. Deja Vu

1.1K 140 27
                                    

"Terserah kamu mau percaya atau tidak. Di kepala dan hatiku sekarang, cuma ada kamu."

Tak ada lagi Marini. Harapannya di hari pernikahan terkabul. Laras tercenung. Tuhan mengabulkan permohonannya tepat di saat ia ingin memaki-Nya. 

Kenapa? 

Kenapa sekarang?

Kenapa Kau kirimkan Asha lalu Kau ambil begitu saja? 

Kenapa Kau kirimkan Bayu? Apa Kau juga akan merampasnya seperti Kau rampas Guntur?

Perut Laras bergolak begitu namanya disebut. Bayangan lelaki itu berkelebat di ruang memori. Wajahnya hanya samar-samar diingat. Namun dia masih bisa merasakan dendam yang menyiksa. Serasa ingin menyayatkan scalpel ke dada lelaki itu. Kemudian menggergaji tulang dadanya agar ia bisa merogoh jantung dan mencabik-cabiknya. 

Seperti itulah perasaannya. Tercabik-cabik hingga ke organ terdalam.

***

Dan id menang! Waktunya itu sekarang, Bay! Bayu mendekatkan bibirnya pada ranum bibir istrinya. 

Napas mereka seolah menyatu. Laras tak bisa lagi membedakan, mana udara hangat yang disemburkan hidung Bayu dan mana yang berasal dari paru-parunya. Jantung yang berdegup kencang menyalakan alarm di otak.

Didorongnya Bayu hingga terduduk di tepi tempat tidur. "Seberapa kuat?" tanyanya sambil berkacak pinggang.

Bayu tak terima didorong semena-mena. "Apanya?" balasnya menantang.

"Seberapa kuat kata-katamu bisa kupegang?" Kelebat memori kembali berlarian di benak. Memori tentang kata-kata yang tergelincir dari tangan.

***

Laras membanting mouse ke monitor komputer. Benda imut itu terpelanting ke lantai. Gambar di laman Facebook itu tidak berubah. Sepasang lelaki dan perempuan sedang berciuman. Bukan hanya satu. Tiga gambar terpampang sekaligus. 

"Dasar munafik!" makian Laras tertahan menjadi bisikan. Dia masih sadar diri. Meski hasrat untuk meneriakkan kata paling kotor sudah mendesak hingga ubun-ubun, namun di warnet ini, dia tak mau disangka orang gila lalu dilarikan ke rumahsakit jiwa. Mau ditaruh di mana jilbabnya nanti?

Lelaki ini, dia akan menerima akibatnya! Bukan cuma dia, kalau perlu semua lelaki di dunia ini! Lihat saja! 

Laras menendang CPU dekat kakinya. Layar komputer berkedip-kedip lalu menampilkan garis warna-warni. Diraihnya ransel dengan kasar. 

Sampai di sini. Semua cukup sampai di sini. Besok Laras akan memulai hari yang baru. Benar-benar baru, mulai dari angka satu.

***

Bayu menarik tangan Laras hingga terduduk di sampingnya. "Menurutmu? Seberapa kuat?" katanya di depan hidung sang istri.

Tak ada jawaban. Laras mengadu pandang suaminya. Andai tatapan bisa berubah jadi pedang. Mereka pasti sedang bertarung sengit saat ini.

Keduanya tak mau kalah. Bayu memikirkan manuver apa yang harus dilakukan untuk membalik keadaan. 

Laras masih belum ingat lelaki yang berkelebat di benak. Ia hanya ingat kesumat membara ketika melihat foto mesum di layar komputer. Tapi mengapa, siapa, bagaimana bisa? Otaknya tak bisa menjawab meski telah bekerja keras memeras memori agar semua kenangan bisa keluar. Namun sia-sia. Nama lelaki itu seperti tersembunyi entah di mana.

Persetan! Bayu meninggalkan arena pertarungan tatapan mata dan mendaratkan bibir di ranum bibir istrinya. Dia bisa merasakan Laras sudah mengantisipasi manuver ini. Pertarungan itu berubah jadi tarian. Dimulai dengan nada lembut yang mengalun. Kemudian perlahan berubah menghentak dengan intensitas yang menerbitkan keringat. 

KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang