26. Endorfin

1.2K 146 12
                                    

Sudah lebih satu jam, Bayu masih belum ketahuan juga puncak hidungnya. Seorang perawat sudah dua kali mengkonfirmasi untuk membersihkan kamar Mami. Kamar perawatan itu akan dipakai untuk pasien lain sementara Mami dirawat di ICU.

"Oke, Mbak. Saya cek, deh." Belum sampai sehari menikah, Laras sudah harus menunaikan perannya sebagai menantu Mami. Apa boleh buat, si anak semata wayang tiba-tiba saja menghilang. Katanya mau menguatkan diri. Mungkin pergi ke makam Marini buat curhat.

Laras mengembuskan napas pasrah. Dibukanya pintu kamar perawatan. Langkahnya terhenti. Di atas tempat tidur, Bayu duduk bersila. Lengkap dengan headset putih dan kacamata merah. Dua tangannya erat mencengkeram ponsel dalam posisi horizontal.

Dasar gamer! 

Suara pintu terbuka lalu tertutup lagi sama sekali tak mengganggu Bayu. Dia benar-benar tersedot ke dalam dunia game. Matanya penuh konsentrasi menatap layar. Ujung lidahnya sedikit keluar, menyembul di sela bibir. 

Sudahlah! Laras tak peduli. Dia melipat jas snelli dan memasukkannya ke dalam ransel. Berkeliaran di rumahsakit sebagai keluarga pasien tapi mengenakan jas dokter membuatnya beberapa kali salah disapa oleh perawat. 

Selesai merapikan barang-barangnya sendiri, Laras berlanjut memeriksa lemari dan laci nakas. Ada dompet Mami di sana. Di dalamnya terselip sebuah foto keluarga. Sepertinya diambil saat pesta pernikahan Bayu. Mami tersenyum bahagia, Papi juga begitu. Bayu apalagi, dia tampak tertawa, begitu pula perempuan di sampingnya. Marini, dia cantik sekali. Baju pengantin putih dengan hijab menutup kepala. 

Laras mengembus napas. Dia merasa lebih pantas disandingkan dengan debu di ujung kaki Marini. Patutlah Bayu tak bisa melupakan perempuan itu.

"Yes! Wuhuuu!" seruan Bayu dilanjut dengan tawa kemenangan.

Dasar gamer! Laras cuma geleng-geleng kepala dan memasukkan dompet Mami ke dalam tas tangan yang ditemukannya di dalam lemari.

"Huwow!" Akhirnya Bayu sadar ada orang lain di kamar itu. "Dari kapan kamu di sini?"

"Sekitar lima menit," Laras menjawab sekenanya tanpa menghentikan aktivitas beberes. Sebuah tumbler dimasukkan ke dalam tote bag yang ditemukan dalam laci.

Bayu melepas headset dan kacamata. "Mau diberesin, ya, kamarnya?"

Satu gumaman jadi jawaban. Bayu turun dari tempat tidur, merapikan barang-barangnya sendiri sebelum bergabung memeriksa lemari serta laci.

"Selesai," Laras memberi pengumuman. "Ngga ada lagi, kan?"

Bayu melihat sekeliling. "Selesai!"

Laras menyerahkan tote bag yang dipenuhi semua barang Mami pada Bayu. Dengan memanggul ransel, dia melenggang keluar.

Bayu bertanya setelah berhasil menjajarkan langkah, "Kamu ngga marah?" 

"Marah kenapa?"

"Aku ninggalin kamu demi nge-game."

"Oh."

"Cuma oh?"

"Harusnya?"

Bayu mengedikkan bahu. "Ngga tahu." Kenapa rasanya jadi aneh? "Bukannya biasanya cewek-cewek ngga suka kalo cowoknya nge-game?" 

"Oh, biasanya gitu, ya?"

Alis Bayu bertaut. Gadis ini...eh salah...sekarang udah jadi istri. Bayu menepuk keningnya sendiri. "Ngga tahu juga. Marini ngga suka aku nge-game. Apalagi kalo ninggalin dia cuma buat nge-game."

KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang