34. Sekeras Karang

1.2K 140 30
                                    

Suara langkah kaki yang terhenti tiba-tiba mengejutkan keduanya. Baskoro mematung melihat pemandangan di hamparan rumput gajah mini. "Eh, sorry. Cuma mau naro ini," katanya menahan gemetar sambil menunjukkan tiga box besar pizza untuk acara makan-makan hari ini.

Tak lama kemudian Rochmat datang menenteng pesanan minuman. "Eh? Sorry, Bang. Cuma mau nganter ini."

Bayu duduk dan tertawa salah tingkah. "Iya, taro di sana aja," katanya menunjuk meja pantry.

"Pamit dulu, Bang," kata Rohmat, "mo sholat dulu. Ntar kabarin aja kalo udah beres."

"Mau dibantuin kasih tulisan, honeymoon on progress di pintu?" tawar Baskoro

Bayu melepas sebelah sepatu, bersiap melempar keduanya. Dua lelaki jomblo potensial itu kabur dalam tawa membahana. Sebentar lagi gosip pasti akan segera menyebar di lantai dua.

Laras duduk dan merapikan rambutnya. Bayu menghela napas pelan. Biar pun cheat code sudah di tangan, tetap saja eksekusinya tidak boleh buru-buru. Sabar jadi kunci mutlak. Untuk saat ini, Laras tak menolak ketika digandeng atau dirangkul sudah cukup jadi langkah maju. "Aku sholat dulu," katanya, beranjak keluar meninggalkan Laras di hamparan hijau rumput gajah mini.

Angin meniup lembut rambut Laras seiring suara langkah kaki Bayu yang memupus. Dihelanya napas di antara dua lutut. Tangannya terasa panas dingin menahan tremor. Harusnya pernikahan ini ngga pernah ada.

***

Getar ponsel di saku celana mengejutkan Laras dari lamunan. Nama poli kandungan tertera di layar. Jangan sampe panggilan cito, batinnya berdoa.

Disapukannya jempol ke lambang telepon berwarna hijau. "Halo, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam, Dok," jawab suara di seberang sana, "ada yang mau ketemu, nih."

"Siapa?"

"Abang Go-Jek."

Laras mengernyitkan kening.

"Katanya dia bapaknya Asha."

Otak Laras seperti tersengat listrik ribuan volt. "Yang bener? Buktinya apa?" 

"Ini dia bawa surat nikah. Dia juga nunjukin foto nikahan. Saya forward ke dokter aja, ya?"

Jantung Laras berdegup kencang. Yang ditakutkan makin nyata terlihat. Sayup-sayup terdengar tangisan Asha mendekat. Laras berdiri, memastikan pendengarannya. 

Dari pintu Karina tersenyum menghampiri. Bayi Asha meringkuk dalam dekapannya. "Mama, Asha aus, nih," Karina sengaja membuat suaranya seimut mungkin.

Laras menerima Asha, menciuminya seolah untuk terakhir kali. "Sebentar, ya. Mama ambil susu dulu."

"Oh, iya." Karina menepuk dahi sendiri. "Ga minum ASI, ya. Aku ambilin, deh. Di mana?"

***

"Napa lo?" Adit menepuk pundak sahabatnya yang terlihat muram menatap sepatu di tangga masjid.

Bayu melepas napas nyaris putus asa. "Tau, dah. Bingung gue ama cewek satu ini."

Adit tergelak. Jarang-jarang ia bisa melihat Bayu sebingung ini. Sahabatnya ini seperti punya kemampuan khusus untuk bisa melihat celah di setiap masalah. Kemudian menyelesaikannya dengan tuntas. Tapi sepertinya Laras benar-benar menantang intelegensi lelaki ini sampai batas akhir. "Napa Laras?"

"Heran gue. Ijab kabul udah. Ngapain masih mikirin Marini? Gue musti gimana lagi coba?" 

Adit ingin tertawa tapi takut dosa. Orang bilang tidak baik menertawakan sahabat yang betul-betul sedang buntu otaknya. "Lo udah kasih tahu soal game ta'arruf?" 

KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang