Jam menunjukkan pukul tujuh tepat, di mana kelas masih sepi. Kelas 11-3 sekarang baru saja diisi oleh satu siswa yang menyibukkan dirinya dengan bangku-bangku kelas yang berserakan. Antara niat dengan tidak Jaemin merapikannya. Terdengar beberapa kali ia bergumam kesal.
"Aishhh....kenapa berantakan-" Gumaman Jaemin terpotong ketika matanya tertuju pada tulisan yang terukir pada meja yang terletak di barisan keempat tepat paling belakang.
'Lose'
"Meja Sanha?" gumam kecil Jaemin setelah membaca tulisan tersebut.
Krettttt.........
"WAaaaa!!!" Bunyi decitan kursi sukses membuat Jaemin tersentak kaget.
Namun, setelah melihat siapa pelakunya ia langsung memasang wajah kesal.
"Ck, bikin kaget aja," ucap Jaemin sambil duduk kembali di bangkunya.
"Siapa suruh kaget? " tanya sarkas Jeno.
"Kalau disuruh namanya bukan kaget."
"Terus maunya gimana?"
"Ngomong 'selamat pagi' atau apalah."
"Yasudah....selamat pagi," sapa Jeno sambil tersenyum ke arah Jaemin. Jaemin memutar bola matanya malas.
"Tumben banget cepat?" tanya Jeno tidak memperdulikan Jaemin yang memasang mimik wajah kesal.
"Ck, jam di kamar mati." Jeno hanya ber-oh-ria tanpa ingin membuka percakapan kembali.
Satu persatu siswa mulai berdatangan, menghapus jejak sunyi di dalam kelas.
"Renjun belum datang?" tanya Haechan yang baru saja mendudukkan dirinya.
"Tumben bang--nah panjang umur baru aja di gibahin," sambung Haechan saat melihat pria yang menjadi objek pembicaraannya masuk ke dalam kelas.
Renjun langsung mendudukkan dirinya di bangku. Tanpa menyapa ketiga temannya terlebih dahulu. Memang Renjun jarang menyapa temannya karena selalu dia yang datang duluan dari pada ketiganya. Namun, tatapan Renjun yang membuat temannya sedikit merasa aneh. Tatapannya begitu sayu.
Haechan menatap Renjun dan Jaemin secara bergantian. Lalu menghembuskan napasnya.
"Drama kalian masih berlanjut?" Jaemin yang merasa Haechan menatap dirinya, langsung membalas tatapan Haechan yang menuntut jawaban.
"Drama apa?"
"Enggak usah pura-pura anemia deh, Jae."
"Amnesia, Chan, Am.ne.si.a," koreksi Jeno.
"Ya mirip aja tuh."
Karena salah satu diantara mereka tidak ada yang ingin membuka suara dan Haechan lagi-lagi hanya bisa menghembuskan napasnya kasar.
"Aishhh...drama banget kalian berdua! Gini aja deh, kita lupakan aja masalah ini, anggap saja yang kemarin dan kemarinnya itu tidak ada apa-apa, oke?"
"Hari ini kalian futsal?" tanya Jeno pada Haechan dan Jaemin. Jaemin yang sedang mengikat tali sepatunya
langsung mengangguk mengiakan pertanyaan Jeno."Jaemin ayo cepat!"
"Bagaimana kalau aku tarik kembali perkataanku dan percaya semua omongan itu?"
Jaemin dan Haechan yang awalnya sudah ingin berlari ke luar kelas, kini menghentikan langkahnya demi mencerna ucapan Renjun.
Seharian ini Renjun tidak banyak berbicara seperti biasanya. Namun, sekali berbicara ucapan membuat teman-temannya sulit mencerna ucapannya.
"Please, Jun ngomong yang jelas jangan ikut-ikutan kaya Jeno!" Jeno langsung menyipitkan matanya ke arah Haechan. Sedikit tidak terima dengan ucapan Haechan. Mau kesal tapi itu fakta.
Lempar batu sembunyi tangan. Setelah mengatakan perkataan yang menggantung Renjun hanya diam tidak memperjelas perkataannya.
"Jaemin! Haechan! Ke lapangan! Sudah ditunggu yang lain," teriakan Felix membuat Jaemin dan Haechan mau tidak mau mengikuti perkataan tersebut.
"Jun, kamu masih punya utang penjelasan!"
Setelah mengatakan perkataan itu keduanya sudah hilang melesat begitu saja. Jeno yang masih berada di sana masih memandang Renjun dengan tatapan menuntut jawaban.
Matahari kini mulai memancarkan sinar kemerah-merahan. Menandakan kegiatan mereka di lapangan pun berakhir untuk hari ini.
"Haechan, kamu duluan aja, aku mau ambil jaketku, kayanya ketinggalan di kelas," ucap Jaemin dan langsung diangguki paham oleh Haechan.
Jaemin langsung berlari ke arah gedung sekolah.
Setelah menemukan hal yang menjadi tujuan ia langsung berlari keluar kelas.
Keadaan koridor sangat sunyi karena tidak ada lagi yang melakukan aktivitas di sekolah. Semua sudah berada di asrama masing-masing.
Saking sunyinya, bunyi langkah kakinya terdengar begitu jelas.Hembusan angin sore menerpanya membuat bulu kuduknya sedikit merinding. Menyembunyikan perasaan takutnya ia menggerakkan kaki dengan cepat dan langkahnya semakin panjang.
“ 1...2...3...”
Lantunan angka terdengar jelas di telinga Jaemin. Hembusan angin sore pun semakin kuat menerpa bulu kuduk Jaemin. Sukses membuat pria tersebut bergidik ngeri. Tanpa aba-aba pria bermarga Na itu langsung berlari sekuat tenaga.
Melihat dua-tiga orang masih berjalan di area lapangan membuat Jaemin bisa bernapas sedikit teratur dan menurunkan kecepatan larinya.
"Kenapa, Min?"
"Hah...apa? Enggak apa-apa kok," jawab Jaemin cepat, agar dapat menutupi rasa takut yang menyelimutinya.
Jaemin mencoba mengatur deru napasnya yang masih terengah-engah. Namun, langkah kakinya tetap panjang dan semakin cepat.
Kazoeru - Menghitung
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Kazoeru
Fanfiction[walaupun kisah ini telah rampung, tetaplah tinggalkan jejak :D] "Jangan diketuk atau 'dia' akan mulai menghitung" Catatan: Cerita ini hanya sekadar fiksi penggemar. Tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan nyata. Saya hanya meminjam visual dan n...