12. Mati Lampu

645 117 7
                                    

Hari ini materi malam ditiadakan mereka diperintahkan untuk belajar masing-masing di asrama.
Entah apa penyebabnya. Namun, tidak dapat dipungkiri suara sorakkan kebahagiaan para siswa tidak dapat dibendung.

Walaupun begitu beberapa tugas sekolah masih menunggu. Sama halnya dengan yang dilakukan Haechan, lelaki itu kini berkutat dengan beberapa buku.

Beberapa kali Haechan membolak-balik lembaran demi lembaran buku tersebut. Mencoba memahami isi buku tersebut.

Di kamar, Haechan hanya sendiri. Jiboem—kakak sekamar Haechan itu entah kemana rimbanya. Katanya ingin ke kamar mandi namun sampai saat ini belum kembali.

Haechan pun memilih untuk bersandar pada kursi belajarnya. Ia terlalu pusing melihat tulisan yang terangkai di dalam buku tersebut. Ingin sekali rasanya Haechan keluar, tapi apa boleh buat, walaupun malam ini materi malam ditiadakan mereka harus tetap berada di kamar masing-masing.

Ingin rasanya Haechan keluar dari kamar, namun kalau sendiri rasanya juga sangat aneh. Mengajak Renjun itu bagaikan memahat di atas air. Sia-sia saja, mengajak orang yang sangat patuh peraturan. Pasti ada saja alasan untuk menolak. Kalau Jeno dan Jaemin, entahlah Haechan bingung dengan kedua temannya itu. Terkadang susah terkadang lempeng.

Tapi rasa malas yang dirasakan Haechan adalah poin utamanya. Keinginannya harus tertutupi dengan rasa malasnya.

Haechan yang awalnya bersandar pada kursi belajarnya dan sesekali memainkan kursi tersebut, langsung menatap ke arah langit-langit kamar.
Lampu kamarnya berkedap-kedip beberapa kali.

Pet


Lampu padam. Seketika kamar Haechan menjadi gelap gulita. Bukan hanya kamar Haechan melainkan satu asrama.

Dalam kegelapan, Haechan meraba-raba benda-benda di sekitarnya, mencari benda yang dapat menjadi alat penerangan.

"Senter ... senter ... senter," gumam Haechan sambil mencari-cari benda tersebut di atas meja.

Cahaya yang dipancarkan oleh senter tidak begitu terang, tidak lebih dari setengah ruang yang mendapat penerangan. Tapi itu sudah cukup bagi Haechan.

Haechan mulai merasa bosan. Ia mencoba membuat lelucon dengan senternya. Sambil duduk dengan tenang, dia menyoroti sekeliling kamarnya dengan senter.

Setiap sudut kamar ia sorot dengan senter, seperti orang yang sedang mencari sesuatu.

kret~kret~kret


Tiba-tiba suara bising terdengar. Suara tersebut terdengar seperti suara cakaran pada dinding.

Haechan mencoba menyorotkan senternya ke arah suara. Mencari-cari apa penyebab suara tersebut.






krer~KRET~KRETTTT....








Semakin lama suara bising itu semakin keras dan berdecit.

Haechan menyoroti setiap sudut dinding kamarnya. Masih mencari-cari sesuatu yang menjadi sumber suara tersebut.

Namun, tidak ada apapun yang ia dapatkan. Tak lama kemudian, lampu pun kembali menyala.

Bersamaan dengan menyalanya lampu suara bising tersebut tidak terdengar lagi.

"Syukurlah, nyala juga!" katanya dengan lega.

Haechan mencoba menetralkan pikirannya yang mulai melanglang buana.

"Palingan tadi itu hanya bunyi cicak yang lagi cakar-cakaran," benak Haechan. Ia menutup bukunya yang sedari tadi masih terbuka dan beranjak dari sana.

Tunggu.

Entah kenapa Haechan merasa ada yang aneh.

Haechan mengurungkan niatnya untuk beranjak dari sana untuk kembali menatap ke arah meja belajarnya. Lebih tepatnya ke arah buku yang tergeletak di sana. Buku yang baru saja ia tutup.



'APA KAU SIAP UNTUK HITUNGAN SELANJUTNYA?'



Tulisan dengan noda merah yang tertulis dibagian belakang cover buku Haechan, sukses membuat Haechan membulatkan matanya dan melemparkan bukunya ke arah pintu kamar.

"Hei!! Haechan, apa yang kau lakukan?" Bersama dengan itu Jiboem membuka pintu. Tak bisa di pungkiri buku itu mendarat di kepala Jiboem.







Kazoeru - Menghitung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kazoeru - Menghitung

[1] KazoeruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang