Kemaren gw di anak tirikan oleh mama gw sendiri karna ada Rendi semaleman dan berakhir Rendi tidur di sofa ruang tamu.
Sekarang sih udah di kampus dan gw kepagian karna ngikut Rendi. Dia ada kelas pagi.
"Terus gw ngapain???" seruku sebelum Rendi pergi ke arah FK.
"Ngapain kek? Tuh ada Jae. Kayaknya dia kepagian"
Males banget gw.
Begitu mobil Jae terparkir dengan apik diseblah mobil Rendi. Dia menurunkan setengah kacanya dan menyuruh gw masuk.
"Ogah!"
"Plis, Lin. Gw mau ngomong berdua sama lo"
Gw gak jawab sih. Gw lebih memilih menjauh.
"Udah masuk aja dulu" antara dia menarik tangan gw, sama menyeret paksa gw dan mengunci gw di dalam mobilnya.
Yup. Suasana parkiran tinggal gw dan dia di dalam mobil.
"Woi. Buka nih pintu!"
"Bentar 5 menit aja gw mau ngomong sama lo"
"Apaan sih?" Gw tetap melihat keluar jendela.
"Gw kangen lo. Entah kenapa gw bucinnya ke lo"
"Jae sadar diri dong. Lo itu punya cewek. Cewek lo kurang apa?" gw udah muak sama dia yang bilang ini lah itu lah.
"Gak tau. Yang penting dia gak kayak lo?"
"Gak jelas lo"
"Tapi yang jelas gw sayang lo"
Gw berusaha banget keluar dari mobil ini.
"Ngapain sih maksain keluar? Lo gak bakal bisa keluar kalo gak gw yang bukain"
Sumpah demi apa? Jae bener-bener jadi sosok yang menakutkan.
Gw mengambil ponsel di dalam tas. Namun, ponsel itu langsung direbut sama Jae.
"Udah gak usah minta tolong Rendi. Dia kan lagi kuis"
Tatapan matanya menjadi menakutkan.
"Gw tuh cuma mau liat lo doang salah?"
"Tapi gak gini caranya, Jae"
"Kalo gak gini lo gak bakal mau nemui gw dan ngobrol bareng gw"
"Jae, dengerin! Dengan lo berbuat kayak gini ke gw. Gw makin gak suka sama lo dan takut" Gw menghembuskan nafas "Ngerti lo?"
Entah apa yang dipikirannya Jae dia menarik kepala gw agar mendekat dengan kepalanya.
"Gw kangen lo. Itu aja gak lebih" Tangannya memainkan bibir gw.
Gw sedikit menjauhkan kepala tapi dia menarik kepala gw lagi.
"Plis, kembali seperti dulu. Lo sama gw. Gak usah terlalu dekat sama Rendi. Gw benci!"
"Kenapa lo benci sama Rendi? Lo gak ada hak"
"Gw ada hak karna gw suka lo"
"Sorry, dia antara kita gak ada komitmen"
Jae tiba-tiba sangat brutal. Dia memainkan bibir yang tadi pagi baru gw olesi dengan lipbalm. Ya, bisa ditebak dia memainkan bibir gw dengan bibirnya.
"Hmm! Lo gak kangen gw?"
Tanpa menjawab dan dia sedikit lengah. Gw mendorongnya pelan sehingga tanggannya menekan tombol membuka pintu.
Gw buru-buru lari kayak orang ketakutan. Kayak di kejar setan, maling, haters, netizen.
BRAK.
Gw menabrak punggung seseorang.
Gw cuma menunduk "Maaf" kata gw.
"Gak apa" balasnya.
Tapi tak lama dia mengikutiku.
"Lin" panggilnya "Gw baru sadar itu loh"
Saat gw menoleh ternyata itu Bang Eza.
Gw masih berekspresi seperti orang ketakutan.
"Lin, lo gak apa?"
Gw meremas ponsel ditangan.
"Lo bertengkar sama Rendi?"
Bertengkar gimana? Dia di kelas bang.
"Lin" gw tetap tidak menjawab.
Dan sampai pada saatnya Bang Eza mengantar gw ke FE.
£
Setelah kelas, gw disini di perpustakan tidur. Salah gw disini nunggu Hanna. Gw takut nunggu diluar, takut buat berpapasan lagi dengan Jae.
"Lin" Panggil Hanna.
"Keluar yok!" ajaknya.
"Rendi udah selesai?" tanya gw.
Dipikiran gw sekarang cuma Rendi.
"Udah tapi katanga Bang Eza dia nunggu dosen bentar"
Gw cuma mengangguk.
"Lin, kalo ada apa-apa cerita jangan dipendam" katanya.
"Gw pengen cerita tapi gak sekarang. Sekarang gw pengen ketemu Rendi"
"Ya ampun. Rendi mana suka liat lo yang kayak gini?"
"Percayalah dia udah tau sisi terburuknya gw. Jadi dia pasti udah biasa"
£
Diperjalanan pulang, gw rasa perjalanan pake mobil lebih lama dari motor kayak gak sampe-sampe gitu atau saking nyenyaknya gw.
"Ren, kok belom sampe?" tanyaku saat buka mata.
"Belom kan gw ngajak lo muter-mutet"
"Ohh.... Pulang langsung dong"
"Gw ngajak lo muter karna gw liat lo masih nyenyak tadi" kata Rendi.
"Ren, pulang sekarang ya? Pliss gw pengen di rumah sendiri"
Tanpa pikir panjang Rendi segera melajukan mobil ke arah apartemen Herlin.
£
Di parkiran mobil, gw masih berdiri di sebelah mobil dan pintunya belum gw tutup.
"Udah masuk sana!" perintah Rendi.
"Ren"
"Hmm?"
Entah kenapa gw pengen cerita ke Rendi tapi gw takut nanti dia bertengkar dengan Jae.
"Kalo lo mau cerita, cerita aja. Gw siap kok mendengarkan" kata Rendi.
Gw masih berdiri di sisi ini.
Tanpa gw sadari Rendi menghampiri gw dan memeluk gw.
"Udah nangis dulu aja kalo lo perlu nangis, gak cerita juga gak apa. Gw pinjemin bahu gw buat lo nangis" Rendi menggelamkanku dalam pelukkannya.
See baju Rendi mulai basah, isak tangisku juga pecah. Tapi gw nangisny gak alay, cuma menangis dalam diam.
TBC.