"Cieeeee, udah baikan" goda Jevan.
"Apaan sih, upin"
"Tuh, kalian berdua nempel mulu"
Rendi merangkulku.
"Dia kali upin. Bukan gue"
"Yakan sama aja, elonya mau"
"Duh, mending lo pergi sana" usirku.
Gue dan Rendi lagi nganterin Jevan ke bandara. Dia mau balik kuliah.
"Ren, gue nitip Ipin. Jangan sampe ipin sakit, sakit hati apalagi!" dia menatap Rendi "Gue percaya lo"
"Gue gak mau janji tentang hal yang belum bisa gue pastikan" kata Rendi.
"Tapi gue percaya lo bakal mengusahakan"
Rendi cuma mengangguk dan tersenyum.
*******
Gue pikir Rendi bakal overprotective tapi dia membiarkan gue untuk keluar dengan siapa aja kalo siang. Kalo malem gue udah wajib tinggal di apartemen.
Rendi pindah ke apartemenku dengan alasan biar gue gak ke club. Eitss, kalo kalian pikir gue bakal sekamar sama dia, salah. Rendi milih tidur dikamar sebelah kamar gue.
Dan bener katanya. Begitu dia punya cewek dibakal berhenti ke club.
"Ya, ampun. Lin" Rendi akan mulai mengeluh "Baju kotor tuh taruh di mesin cuci bukan sembarangan tempat gini"
"Iya-iya" Gue memulai memunguti baju itu.
Belum selesai.
"LIN, INI BAJU UDAH LO JEMUR BERAPA HARI SIH? BURU DI RAPIKAN UDAH KERING JUGA" Teriaknya.
"Iya"
Guys, Rendi bukanlah orang yang so sweet dia orang menjengkelkan pake banget.
"Aduh lin. Kalo habis makan tuh piringnya langsung di cuci" bacotnya.
"REN, BERHENTI BACOT DOANG. BANTUIN" Gue udah sebal.
"Tiap hari juga gue bantuin"
"Tiap hari juga lo bacotin"
"Gue juga netijen yang maha benar loh"
"Serah lo. Sumpah capek gue"
Gue masuk kamar setelah semua yang dibacotin Rendi selesai. Gue rebahan ngantuk.
"LIN, HERLIN! WOI LIN" ini juga napa sih Rendi teriak.
"Why?"
"KECOA LIN CEPETAN. IH ITU TERBANG"
Gue keluar dari kamar gue dengan memegang sandal jepit.
Rendi langsung lari kebelakang gue.
PLAK.
Kecoa berhasil ditangkap.
"Gitu aja takut?" kataku sepele dan segera membuang kecoa itu ke tong sampah.
"Cuci tangan gih!"
Gue langsung nurut daripada dia bacot.
Guys, percaya padaku. Gue bosen lama-lama liat muka Rendi tukang bacot dan rebahan ini.
*********
Serius hari ini gue ngantuk gara-gara menemani Rendi ngerjain tugasnya sampe malem. Pengennya liat yang bening-bening tapi bukan Rendi.
"Lin!" Hanna memanggil dan ada bang Eza yang mukanya adem banget.
Gue nyamperin mereka.
"Hai, bang" sapaku.
"Hai, Herlin"
"Ini tuh gue yang nyapa napa pacar gue yang dibales?"
"Pacar lo buat gue salpok mulu"
"Lin, gue aduin ke Rendi baru tau rasa"
"Aduin aja" gue masih setia memandangi ciptaan Tuhan, Bang Eza.
"Herlin" Hanna udah mau naik darah.
"Bang, udah makan belum?"
"Udah. Lo?" balas Bang eza.
"Belum" gue masih gak percaya Bang Eza itu manusia "tapi gue udah kenyang soalnya liat senyum bang Eza"
"Astaga, sumpah demi apa lo lin" Hanna sebal "COWOK GUE LIN" Hanna ngegas.
Datanglah Yeri.
"Hai, bang Eza" sapa Yeri "Bang pagi ku indah melihat senyummu"
"Temen gue kok pelakor semua sih" Hanna udah gak bisa habis pikir.
"PAWANG LO PADA MANA? DOKTER-DOKTER LO MANA? INI DOKTER GUE" Hanna udah ngegas.
"Rendi ada praktikum" balasku "Gue juga bosen liat mukanya"
"Jae lagi ada kelas" sahut Yeri "Mukanya Bang Eza adem bener deh"
Gue sama Yeri tos.
"Dasar para pelakor"
"Emang benernya, rumput tetangga lebih segar untuk di pandang"
Bang Eza cuma senyum-senyum aja.
Nah, itu Hanna udah naik pitam yang akhirnya ditarik pergi oleh Bang Eza.
"Loh, bang mau kemana?"
"Mau jalan sama bidadari ku" sahutnya.
Hanna dengan senyum kemenangan.
Oh iya. Setelah gue sama Rendi resmi. Gue udah gak sungkan sama Yeri karna ketemu pacarnya aja udah jarang. Seringan ketemu Rendi.
"Gue pengen Jae kek bang Eza"
"Gue juga pengen tuh mulut bacotnya Rendi jadi kek mulut diamnya bang Eza"
Gue sama Yeri ketawa ngakak dong. Soalnya itu radak gak mungkin.
TBC.