16

2K 44 1
                                    

Si Eric sudah kembali ke alamnya dan si Rendi salah paham tentang siapa itu Eric.

Jadilah, gue dikacangin beberapa hari. Gue bangun sarapan sendiri, ke kampus sendiri. Si Rendi mah udah berangkat duluan. Rendi gak chat telpon apalagi. Di apartemen di langsung masuk ke kamar.

Haduh Rendi tuh gemesin kek anak kecil lagi ngambek.

"Ren" cegatku sebelum dia keluar dari apartemen untuk ke perpus.

"Hmm"

"Marah?"

"Gak tuh"

"Ngambek?"

"Lo kira gue anak kecil yang ngambek?" Ngegasnya ituloh.

"Gak usah ngegas juga"

"Terus?"

"Yang kalem dong yang"

"Yang-yang" sahut Rendi "yang dingin yang panas yang gerah~"

"Yang kurang kasih sayang kayak lo" gua langsung sewot.

Rendi diam terus ketawa.

"Gak lo ta?"

"Lo lah"

"Lo"

"Udah, Ren. Capek gua"

"Masih pagi udah capek. Tuh cucian di mesin cuci belum lo cuci"

"Bacot"

"Demi kebaikan"

"Iya-iya"

"Maaf, ya. Gua gak marah atau ngambek kok soal Eric. Gua udah tau dari Jevan. Ya, cuman gua lagi sibuk pake banget. Jadi sering diemin lo" kata Rendi.

"Lah, nyadar ternyata"

"Lo itu ya. Gua pengen sosweet lo malah kurang ajar"

"Yaudah deh, Ren. Terima aja gua apa adanya"

Rendi mencubit pipiku.

"Aw"

"Jangan capek sama gua! Jangan bosen sama gua!"

"Halah paling lo yang kayak gitu"

"Gua sih gak janji. Tapi lo harus usahain"

"Kok gua?"

"Iya kita yang usahain"

"What?"

"Susah ngomong sama lo"

Cup~

Dia mencium bibirku singkat.

"Dah, gua ke perpus. Jangan kangen!"

Gua cuma dia dengan mata menatap Rendi tak percaya.

£

Di kampus niatnya sih mau kekantin tapi gua terfokus pada Jae yang jalan ke arah gua.

Kalian tau siapa pemilik hatiku? Rendi? Gua pernah bilang bukan, bukan dia tapi orang lain yang telah menjadi milik temanku. Kalian bisa tebak sendiri.

"Herlin" sapanya.

"Hai"

"Udah lama nih, gak ketemu. Eh tapi lo liat Yeri gak?"

"Emm, mungkin dia ada kelas"

"Kalo gitu ngantin yuk!"

"Gak deh" tolakku.

Dia mendekatkan wajahnya ke telingaku.

"Tau gak rindu itu berat dan itu yanh kualami karna tak melihatmu" dia berbisik.

Gua sedikit menjauh sambil tersenyum takut.

"Kok menjauh?"

"Lo nakutin" balasku.

Dia mendekat lagi.

"Gua tetap sayang sama lo"

"Gua udah sama Rendi"

"Terus masalahnya apa?"

"Dia temen lo"

"Tapi gua sayang pacarnya dia. Gimana dong? Sayangnya lebih dari sekedar sahabat lagi" Jae tersenyum.

Kok bisa ya suasana kampus tiba-tiba sepi.

"Lo ada Yeri"

"Tapi gua juga mau lo"

Dia memegang dagu gua dan mendongakkannya agar mataku bertemu dengan matanya.

"Kalo gua gak mau?"

"Gua paksa lah"

"Gua gak mau"

Gua mencoba lepas darinya tapi semakin kuat dia memegang dagu gua.

"Gua paksa lo jadi milik gua"

"Jae, plis ini area kampus"

Dia akhirnya melepaskan tangannya.

"Ohh, iya. Berarti kalo bukan kampus boleh?"

"Gila lo"

Udah gua gak mau ikut gila kek Jae. Jadi gua pergi sejauh-jauhnya.

Gua gak memukirin gua pengen ketemu Jae. Tapi gua juga gak ingin ketemu Jae yang seperti ini.

Gua juga gak mau ngecewain Rendi.

TBC.

Friend with BenefitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang