.

1.5K 38 1
                                    

4 tahun lalu.....

-Flashback on-

Gue kesel, sebal dan marah.

Selama sebulan gak ada kabar dari yang namanya Rendi.

Awalnya dia hanya pamit untuk menjenguk Kakek Neneknua tapi sampai sekarang tak kunjung pulang dan tak ada kabat.

Karna setiap malam, gue menghabiskan waktu untuk menunggunya. Tapi akhir-akhir ini gue memilih menghibur diriku di club.

Gue turun ke lantai dansa dengan harapan melupakan sesaat semua tentang Rendi. Ingin kembali ke masa sebelum mengenal Rendi dan kembali sebagai Herlin yang dulu.

Tak terasa juga gue duduk di depan bar dan telah menghabiskan 2 botol alkohol dan itu menjadi kali terakhir gue ingat kegiatan semalam.

£

"Gorden jendela jangan dibuka. Gue masih ngantuk nih" suruhku.

Gue gak inget, gue pulang sendiri tapi kalo gue pulang ke apartemen kan harusnya. Gue sendirian.

Gue mencoba meraba nakas disebelah kasur. Yang gue rasakan adalah itu bukan nakasku.

"Morning!" suara yang tak asing di telingaku.

Suara yang selama ini coba gue hindari.

"Lin, makasih udah balik ke gue. Gue masih rindu"

Kalimat itu sukses membuatku terbangun dari tidurku.

Dan benar saja. Ini kamar Jae atau lebih tepatnya Apartemennya.

Gue dengan posisi duduk masih membeku melihat siapa yang ada di depanku sekarang.

"Lo gak kangen gue?" tanyanya.

Gue denger itu pertanyaannya tapi gue gak bisa jawab.

"Oh, lo pasti bertanya-tanya apa yang terjadi semalam, kan?" katanya mulai mendekat ke arahku.

Gue hanya menatapnya seolah berharap Rendi datang menonjok dia.

Tapi harapan itu sia-sia.

"Gue bakal cerita apa yang terjadi semalam"

Cup.

Dia melumat bibirku secara paksa sampai gue terjatuh di ranjang. Sungguh keadaan yang tak kuinginkan.

Gue ingin bertindak tapi dia lebih kuat.

Sungguh bodohnya gue, gue baru sadar tubuhku hanya berbalut selimutnya.

"Hmm, kenapa lo cuma diam?" tanyanya.

Gue disini menangisi kebodohanku.

"Lo.. Lo gak usah nangis" dia panik.

"Gue... Gue" Kalimatku sempat berhenti "gue mau pulang" kataku.

"Jangan disini aja!" larangnya.

"Jae, plis gue mau pulang" mohonku.

Gue memunguti baju yang berserakan.

"Gue akan tanggung jawab atas lo" katanya.

"Jae, plis gue perlu pulang"

Disitu akhirnya, Ego nya mengalah dia mengantarkanku pulang tentunya ke apartemenku.

Sebelum, Jae pamit dia berbisik.

"Gue gak tau ternyata lo belum pernah di pake Rendi"

Plak.

Tanganku otomatis menamparnya. Sungguh gue merasa rendah. Sungguh kenapa gue bodoh sekali.

"Semalam ternyata lo masih virgin. Tapi gue mau tanggung jawab kok kalo ada apa-apa sama lo" katanya dan begitu saja pergi.

Apakah gue harus percaya sama dia?
Tidak tidak akan. Dia hanya pembual. Cukup karna gue udah bodoh semalam.

£

Setelah kejadian itu, melalukan aktivitas seperti biasa. Sampai Hanna bertanya sesuatu setelah 1 bulan kejadian itu.

"Lo udah haid?"

Pertanyaan yang tidak ingin gue jawab karna itu masalah pribadiku.

"Ngapain sih nanya-nanya kayak gitu"  Balasku sewot.

"Itu tuh masalah masak perioi haid gue berubah-ubah. Lo gak gitu?"

"Gue juga kok. Cuma karna stress gitu mungkin"

Tapi gue akhirnya berfikir gue belum haid bulan ini.

"Semoga stress aja" balasnya.

Entah kenapa. Mulutku ini berkata.

"Han, nanti anterin ke apotek beli testpack"

Wajahnya Hanna kayak syok gitu.

"Ulang-ulang lo ngomong apa barusan?"

Gue membeku.

"Lo mau beli testpack buat siapa?" tanya Yeri yang baru gabung.

"Eh eh. Kalian salah denger gak udah dipeduliin"

"Heh, kalo ada apa-apa itu cerita" kata Herlin.

"Jangan - jangan lo?" Dugaan Yeri.

"Apasih gue cuma iseng aja ngomong gitu. Biar gue lupa sama si Rendi"

"Yaelah kirain" sahut Yeri.

"Cari cowok lain lah" sahut Hanna.

Apakah kalo gue jujur Yeri tidak sakit hati? Pasti sakit banget. Jadi mending gue diam selamanya.

£

Di apartemenku ada Jevan dan Eric dia mengintrogasiku. Benar-benar mengintrogasiku.

"Lo inget siapa?" Suara Eric.

Gue mengangguk jelas ingat.

Mereka datang setelah gue telpon sambil menangis.

Mereka menemukanku menangis di depan kamar mandi.

"Yaudah cepet bilang" Suara Jevan

Gue cuma diam.

"Apa ini ulah Rendi?" Tanya Jevan

"Bukan. Gue bahkan gak ketemu dia hampir 2 bulanan"

"Terus siapa?" sahut Eric.

"Gue tau lo bodoh tapi gue gak tau loh sebodoh ini Lin" kata Jevan.

"Mulai sekarang kita tinggal bareng" kata Eric.

"Demi lo" kata Jevan.

"Ayo periksa ke dokter. Mungkin testpack yang lo beli rusak" ajak Eric.

Gue mengiyakan. Karna gue sendiri bingung.

£

Gue kira Jevan dan Eric akan menjauhi ku. Karna tau gue hamil ri luar nikah.

Tapi mereka hanya bilang.

"Lo harus tanggung jawab. Disini Gue dan Eric hanya bisa melindungi lo" kata Jevan.

"Maafin, kita karna gak bisa ngelindungin lo dulu"

"Bukan salah kalian salahku karna gue bodoh"

Mereka juga udah janji tidak akan bertanya siapa ayah bayi itu sampai gue sendiri yang cerita.

Dan singkat cerita, gue tetap kuliah tapi pindah ke kuliah malam dan lingkungan baru. Hanna dan Yeri tau. Mereka tetap berteman denganku. Dan berjanji seperti Jevan dan Eric.

Gue menyimpan rahasia itu karna tak mau membuat mereka kecewa atau pergi.

Selama setahun itu juga, Jae mencoba menghubungiku tapi selalu gagal.

TBC.

Friend with BenefitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang