"Bunga yang dia kasih udah layu?" Cewek berambut panjang kucir kuda itu mengangguk.
"Gue mau beli. Lo harus temenin gue."
"I-iya tapi ke toko mana?" Tanya cewek berambut pendek sebahu.
"Terserah gue lah. Di Flora Red kan ada."
"Lagian lo juga sih. Sok-sok'an, tinggal ngakuin kalo lo suka sama dia. Apa susahnya sih?"
"Ssst... be-ri-sik!"
Cewek berambut pendek itu hanya bisa menghela nafas kasar dan menggeleng heran. Beruntung dia sayang, kalau tidak. Mungkin sudah dia tinggalkan sahabatnya yang satu ini. Benar-benar ia di buat gemas akan tingkah lakunya.
****
Setelah berhasil menemukan orang yang di carinya sejak tadi. Kini cowok itu berjalan mendekati gadis pujaannya yang tengah duduk sambil memejamkan mata. Dia tersenyum saat memandangi wajah ayu itu.
"Gue cari kemana-mana, ternyata lo ada di sini?"
Gadis itu menoleh, awalnya ia cukup terkejut. Namun segera mengalihkan pandangannya dari hadapan cowok itu.
"Ngapain lo kesini," responnya dengan ketus.
"Gue? Ya gue nyariin elo. Memangnya, lo kira gue mau ngapain?" gadis itu berdecih.
"Biasanya lo ngapain? Bukannya Lo kan selalu kurang kerjaan."
"Segitunya lo sama gue?" meski sedikit tersinggung, sebisa mungkin Varo tidak boleh goyah. Bukankah respon dari Caca sudah biasa seperti ini? Jadi, seharusnya ia tidak akan merasa terlalu sakit bukan?
"Gitu gimana?"
"Ya... jadi, selama ini lo selalu anggep gue kurang kerjaan?"
Gadis itu tersenyum, namun senyuman mengejek yang sedang dia tunjukkan. Sedangkan si cowok. Dia membalas dengan senyuman manis-yang entah... tulus atau tidak.
"Lo kenapa sih?!" gadis itu mencoba tegas.
"Hah? Kenapa? Kenapa apanya?" Alvaro berpura-pura bingung.
"Iya, lo kenapa selalu ganggu gue?!" kali ini nada suara Caca meninggi, membuat nyali Alvaro sedikit ciut.
"Aduh neng, santai dong tanyanya. Gausah ngegas juga. Gue denger kali."
Namun Caca mempertajam tatapannya ke mata Alvaro. Refleks, hal itu membuat cowok itu menghela nafas cukup ngeri melihat sorot matanya.
"Oke! Gue kasih tau alasan kenapa, gue selalu ganggu hidup lo." Alvaro beberapa kali menarik nafas. Gadis di hadapannya ini benar-benar tidak mudah bagi dia untuk mengatakan tentang perasaanya. Tapi, hari ini dirinya akan mencoba. Entah bagaimana respon gadis itu nantinya. Intinya, sebisa mungkin Alvaro harus mencoba.
'Heem, lo harus coba.' ––batin Varo.
"Udah buruan! Gue gak suka basa-basi!"
"Ya––ya karna. Gu––gue... gue..." Alvaro lumayan gugub, dia menunduk sambil beberapa kali memainkan ujung baju seragam. Hatinya bertaruh antara ragu dan malu.
"GUE APA?!"
"GUE SUKA SAMA LO!" akibat dari desakkan Caca, tanpa sengaja kata itu telontar. Sejujurnya perasaan Alvaro sedikit lega. Tapi melihat gadis itu hanya terdiam, dan sorot matanya yang semula tajam itu... tiba-tiba menjadi kosong. Membuat perasaan Alvaro menjadi tidak tenang, kini ia justru khawatir. Semoga setelah pengakuan tadi, Caca tidak akan menjadi lebih jauh darinya. Cukup lama, hingga akhirnya Caca pun tersadar. Namun tidak ada sepatah kata pun yang di ucapkannya dan pergi meninggalkan Varo begitu saja. Alvaro bingung dan agak kecewa. Cowok itu mengusap kepalanya sedikit kasar. Dalam hatinya ia menyesali satu hal.
'Kenapa gue sebego itu sih?! Ngapain coba, tadi gue harus ngomong ke dia? Tapi semakin gue pendam, semakin nggak tahan buat ungkapin ke dia.'
'Gue bodoh banget! Kenapa gue harus ngaku! Gue yakin. Setelah ini, dia pasti makin benci banget sama gue. Duh Varo... Lo goblok!!!"
Cowok terus menerus meracau. Menyesali kebodohannya. Namun disisi lain, Caca tengah berlari menuju ke kelas. Sesampainya, ia segera duduk, lalu menyembunyikan wajahnya di balik lipatan tangan. Dadanya terus berdegub kencang sejak tadi. Sejujurnya, gadis itu tidak menyangka kalau Alvaro akan mengakuinya secepat itu.
"Ca, lo kenapa?" gadis berambut pendek sebahu itu bertanya.
Namun, tidak ada jawaban yang di dapat. Dia hanya mendengar kata-kata 'Bego, jantung gue, dan aduh.' Dan hal itu membuat Sani bingung. Sahabatnya ini kenapa, kok jadi begini, Apa yang terjadi?
"Yaampun Ca... bodo amat deh."
Cewek berambut sebahu itu menyerah dan membiarkan sahabatnya tenang sendiri. Ketika Arletta dan Alissa mendekat untuk menanyakan kondisi Caca, dengan segera Sani memperingatkan kepada mereka untuk sementara, tidak mengganggu gadis itu.
"Rasanya, si Caca dilema nih..." Sani berucap dalam hati, kemudian tersenyum.
****
Hallo guys. Gimana kabarnya,
Di baris pertama, kalian pasti tau lah. Disitu dua gadis yang lagi bahas soal bunga.Menurut kalian.
Sikap Caca bakalan gimana ya setelah pengakuan itu...So...
Jangan lupa untuk terus ikuti kisah mereka ya.
Thanks you...
Sampai bertemu di chapter berikutnya...#elismisca.f
#24/08/2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvaro
Teen Fiction"Alah! Lo di depan dia aja nggak berani. Apa perlu biar gue yang jadi wakil, dan bilang ke Caca kaya gini. 'Ca, boleh nggak Alvaro bilang. Caca aku rindu.' cuih! najis Ro." Alvaro mendadak sakit hati mendengar ucapan Iyok. Namun dia berusaha untuk t...