Part sepesial 1

2.1K 42 2
                                        

"Cie yang abis jadian, lengket amat tuh..." Bian menggoda sepasang kekasih yang tengah saling berbagi makanan.

"Gila, biasanya Caca makan 2 porsi, sekarang sok-sok an sepiring berdua? OMG! Al gue nggak lagi mimpi kan?" ucap Arletta histeris.

"Apaan sih! lo, lo pada! Berisik tau nggak! Sirik aja!" balas Varo tak terima.

"Waaah, udah. Susah sudah! Bubar yok bubar!!!" Iyok mengajak yang lain untuk menyingkir dari pasangan itu.

Tentu saja, Alvaro dan Caca tidak perduli dengan kepergian teman-temannya. Mereka malah semakin asyik menikmati makanan yang katanya 'sepiring berdua—itu.'

"Enak nggak yang?" Varo bertanya kepada kekasihnya.

"Sebernya biasa aja, kan gue tiap hari makan. Tapi berhubung sekarang makannya sama elo, apapun yang gue makan semua rasanya enak kok."

'Blah! Kalo lagi anget mah, tai pun kau bilang enak ya Ca...'

'Author sirik! Dasar jomblo menahun, cari pacar sana! Gausah gangguin kita.'—Caca.

'[-_-] syalan!'


"Lo denger nggak Al?" Bian bertanya kepada Alissa.

"Iya denger..." balasnya dengan tatapan polos.

"Nah! Lo tau kan artinya apa?" Alissa menggeleng.

"Artinya, cinta itu membutakan. Mangkanya lo kalau belum dewasa, jangan jatuh cinta dulu ya. Nanti buta, macam dua orang yang ada di sono noh." ucap Bian sambil menunjuk ke arah Alvaro dan Caca. Namun Alissa tidak langsung mengangguk. Melainkan terdiam sesaat lalu menatap ke arah Bian dengan tatapan imutnya.

"Bian... bukannya jatuh itu sakit ya?"

Seketika, Arletta, Sani, Iyok, dan Diva, menghentikan langkah dan menepuk dahi dengan serempak. Lalu, kemudian menatap kearah Alissa dengan tatapan tajam penuh kekesalan. Sedangkan Bian hanya terdiam dengan mulut menganga. Alissa yang tidak mengerti hanya bisa mengangkat bahu sambil menggeleng. (Sungguh, betapa bodohnya gadis imut itu.)

Tidak ingin berfikir terlalu dalam. Lima remaja itu pun hanya bisa mengela nafas dan pergi meninggalkan Alissa. Tentu saja, gadis polos itu masih tidak mengerti mengapa teman-temannya meninggalkan dirinya begitu saja.


KEMBALI KE ALVA-CA.

"Nanti malam kamu ada janji nggak?" Alvaro bertanya kepada Caca.

"Hmmm ada sih, bokap sama nyokap mau adain pesta ulang tahun buat Fella. Kalau mau, mendingan lo dateng aja ke acara nanti malam." Alvaro mengangkat alis tak mengerti.

"Fe-lla itu... s-siapa C-Ca?" tanya—nya dengan hati-hati.

Caca menatap Alvaro dengan ekspresi datarnya. "Ade gue. Lo inget kan, waktu Orang Tua gue pergi ke luar kota? Nah, mereka jemput Fella di rumah Oma."

Alvaro mengangguk, "Ooohh, aku kira siapa. Lagian kan, aku nggak tau kalau kamu punya adik. Aku fikir kamu anak tunggal."

"Ups! Sayangnya gue juga punya Kakak sih."

"Hah?"

"Iya, Fero sekolah di asrama. Nanti juga dia balik kerumah." dan, sekali lagi. Alvaro menanggapi perkataan Caca hanya dengan menganggukan kepala.

"Nih al, selesai makan gue mau ngajakin lo ke tempat favorit gue." ucap Caca sambil menyuapkan satu sendok terakhir siomay milik mereka berdua.

"Ah, pasti atap gedung kan?"

"Ih, somay." Alvaro terdiam 'melongo'

"Somay? Ini kan kita lagi makan? Mau nambah?" Caca sempat terdiam sesaat, kemudian tertawa.

"Loh, kok ketawa?" pria itu sedikit bingung.

"Lo tau sotoy kan?" Caca memberi pertanyaan kepada Varo.

"Tau,"

"Yaudah kalo tau."

Gadis itu pun beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan kekasihnya. Pria itu masih belum mengerti dengan apa yang Caca katakan barusan. Tak mau ambil pusing, ia pun segera menghabiskan makanan kemudian menyusul pacarnya.

💕💕💕

Holla gaisss...

Aku kasih tambahan sedikit ya.
Btw, terimakasih sudah mendukung Alvaro.
Terimakasih sudah membaca cerita absurd ini. Dan terimakasih juga atas support nya.

Sampai bertemu di chapt selanjutnya...

See youuu

🙋🙋🙋

Alvaro Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang