"Gue nggak suka puja lo di belakang dan juga bukan pemuja rahasia. Lebih baik puja secara terang-terangan, biar lo nggak penasaran."
=÷=÷=÷=÷=
Suasana di kantin siang itu masih berbilang ramai. Banyak siswa/siswi berbaris mengantri untuk memesan makanan. Berbeda dengan empat cewek yang sudah duduk manis dengan semangkuk bakso di hadapan masing-masing.
Tak jauh dari tempat duduk mereka, terlihat di pojok kantin ada gerombolan cowok yang tengah asik bernyanyi. Salah satunya, ada yang memetik gitar, membuat para siswi lain yang ada di kantin menatap ke arah cowok itu, ia menjadi pusat perhatian. Siapa lagi kalau bukan Alvaro Mahesa, pemuda yang—selalu tanpa sengaja menebar pesona.
"Apaan sih mereka?" tanya Caca memasang wajah tak suka, sambil melahap baksonya.
"Emangnya kenapa? Mereka ya, nyanyi aja di sana." Sani membalas perkataan sahabatnya dengan santai.
Dan saat Caca melihat kembali rombongan yang ada di sana, terbesit rasa ilfil dengan tingkah salah satu cowok—yang yah kalian pasti taulah siapa...
Caca menikmati makanan, dan sedikit bergidik melihat Varo yang tiba-tiba tersenyum padanya. Hal itu jadi mengundang curiga dari ketiga sahabat Caca, ketika memperhatikan tingkah aneh gadis itu.
"Ca, lo kenapa?" Alissa bertanya.
"Geli." balas Caca singkat, sambil cepat-cepat menghabiskan baksonya.
"Lah, perasaan tangan gue enggak gelitikkin elo deh? kan tangan gue di atas?" ucap Alissa dengan wajah polos, dan mengangkat tangannya sebagai bukti. Caca melirik ke arah Alissa sesaat, lalu menyedot es jeruknya dengan ekspresi sedikit kesal.
"Bukan itu."
"Terus apa?" mereka bertiga berseru secara bersamaan.
"Gue geli ngeliat senyumnya Alvaro. Ih, serasa di senyumin orang cabul." Caca berucap dengan ngawur.
"Geli atau seneng?" sahut Alvaro dengan percaya diri.
Keempat cewek itu terkejut, saat melihat ke arah cowok yang sudah berdiri di samping mereka. Dengan santai dan tanpa persetujuan dari Caca, Varo duduk di samping gadis itu, lalu memberikan semangkuk cilok padanya.
"Apaan nih?!" bentak Caca tak suka.
Varo tersenyum, "Makanan."
"Cih! Ya gue juga tau ini namanya makanan! Lo fikir gua bego!" lagi-lagi Alvaro hanya menanggapi perkataan Caca dengan senyuman, karena baginya, gadis itu lucu kalau sedang marah.
"Di makan ya... nah ini minum nya, harus abis, biar lo kenyang." cowok itu tetap berkata dengan lembut. Mencoba bersabar dengan respon Caca yang seperti itu.
Kedua gadis yang ada di tempat itu, cukup terpukau dengan perlakuan Varo kepada Caca. Sangking terpesona nya, bahkan Alissa sampai menggigit ujung sendok kuat-kuat.
Lalu cowok itu mengeluarkan sebuah lipatan kertas dari saku celana, ia meletakkannya ke samping mangkuk. Setelah di rasa rencana sudah selesai, Alvaro berdiri dari tempat duduk nya, bersiap untuk pergi.
"Kalau gitu, gue duluan, dan oh, inget ya Ca jangan lupa di habisin." Varo mengusap pucuk kepala Caca sebentar, kemudian pergi meninggalkan mereka yang masih terbengong—termasuk Caca.
Setelah dia berlalu, suasana di kantin itu menjadi riuh, oleh teriakkan histeris para siswi yang terpesona dengan ketampanan Alvaro saat cowok itu lewat di hadapan mereka.
Caca masih terdiam di tempat, entah terkejut atau bagaimana. Dan di sisi lain Alissa dan Letta saling mencubit karena merasa iri dengan perlakuan Alvaro yang manis terhadap sahabatnya.
Sedangkan Sani yang sejak tadi hanya menyaksikan drama di depannya. Dia mencoba untuk menyadarkan Caca, dengan cara menggoyangkan tangan gadis itu.
"Ada suratnya Ca." kata Alissa sambil menunjuk ke arah surat itu berada. Dengan cepat Caca membuka lipatan kertasnya dan... seketika itu juga dirinya di buat heran, sekaligus kesal karena isinya.
'Maaf ya Ca, gue sengaja ngelakuin ini. Karena Gue nggak suka puja lo di belakang dan juga bukan pemuja rahasia. Lebih baik puja terang-terangan, biar lo nggak penasaran.'
"Isinya apaan Ca?" tanya Alissa penasaran.
Dengan kesal Caca menaruh lembar kertas itu di meja, dan di baca oleh ketiga temannya. Setelah selesai membacanya, Alissa dan Arletta berseru...
"Ya ampun Ca! ini romantis banget tau nggak sih..." seru Letta merasa kagum dengan isi surat dari Alvaro.
"Iya Ca, sumpah deh. kalau gue jadi lo, gue bakalan seneng banget di kasih ginian." ucap Alissa antusias.
"Iya tuh! gue juga sependapat sama Alissa" kata Arletta menyetujui.
Caca mendecih, dia jadi semakin kesal dengan reaksi kedua temannya. Mereka terlalu berlebihan, norak!
"Eh Ca, asal lo tau ya, selama gue pacaran sama tu cowok, belum pernah kaya gini. Ya, meskipun cuma pacar satu minggunya dia sih. Padahal, tadinya gue berharap banget, bisa dapet perhatian semanis ini, seperti elo." kata Arletta lagi, dengan wajah sok sedih.
"Cih! Ta, lo mau kayak gini? nih ambil. Anggap aja itu pemberian dari Alvaro untuk lo. gue males mau makan nya, boro-boro mau nerima pemberian dari dia. liat mukanya aja udah bikin gue eneg. Udah ah! gue mau ke kelas duluan. Oh iya Ta, jangan lupa sama apa yang udah dia lakuin ke lo kemarin!"
Caca meninggalkan ketiga temannya begitu saja, Arletta yang mendengar perkataan Caca hanya tertawa kecil. Dia sudah tidak lagi merasa heran dengan kata-kata gadis galak itu, yang kalau bicara begitu pedas layaknya cabe rawit. Dan jelas ucapan tadi itu, tidak akan masuk di hati seorang Arletta. Dia cukup tau karena Caca memang berlidah tajam. Lalu dengan senang hati Arletta dan kedua temannya yang lain menghabiskan Cilok itu.
Yah meski pun masih ada rasa sakit hati terhadap Alvaro. Letta mencoba untuk tidak perduli, dan berusaha mengikhlaskannya. Bagi dia kejadian kemarin bukanlah hal yang besar. Dan gadis itu sudah tau bagaimana sikap Alvaro. Setidaknya pernah menjadi pacar saja sudah cukup menyenangkan untuk Arletta.
Namun tak jauh dari tempat para sahabat Caca berada. Wajah nya mendadak murung mendengar kata-kata cewek itu. Siapa lagi kalau bukan Alvaro. Bian yang sadar dengan raut wajah si sahabat. Dia menepuk bahu cowok itu.
"Sabar bro. Nggak gampang meluluhkan cewek gitu aja. Semangat!"
Alvaro menghembuskan nafas pasrah.
"Haaahhh... oke."
=÷=÷=÷=÷=÷=
😉
#ElisMisca.F.
#07/04/2k18
#story Teenfiction.

KAMU SEDANG MEMBACA
Alvaro
Teen Fiction"Alah! Lo di depan dia aja nggak berani. Apa perlu biar gue yang jadi wakil, dan bilang ke Caca kaya gini. 'Ca, boleh nggak Alvaro bilang. Caca aku rindu.' cuih! najis Ro." Alvaro mendadak sakit hati mendengar ucapan Iyok. Namun dia berusaha untuk t...